Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2017

Flab...Flab...Go Away!

Oh, flab. Benci aku! 😞 Kapan bisa kencang seperti dahulu kala? Dan si flab akan bilang "Yeeee...situ aja kali yang malas. Usaha dong! Usaha! Yang belum 'turun mesin' aja bisa kemana-mana, apalagi yang sudah berkali-kali. Ayo berhitung! Sembilan bulan si tumm y menjadi tempat yang nyaman buat para bayimu dulu, beratnya di atas tiga kg pula, belum ditambah teman-temannya, seperti air ketuban dan plasenta. Nah, trus situ minta abis melahirkan si tumm y kembali singset seperti sedia kala? Belum lagi porsi makan yang mengagumkan dng alasan menyusui. Plis deh, ah! Usaha itu selalu sebanding dengan hasil. Itu sudah menjadi ketentuan sejagad raya. Kalau kemudian muncul sejuta alasan yang berbau pembenaran, maka apa kabar dengan karib situ yang beranak empat dan tanpa pembantu. Jauh pula dia dari keluarganya di Jogya sana. Monggo bergabung di Zumba class-nya. Biar aku hilang, biar aku tidak menjadi sasaran gerutuan saban situ bercermin sehabis mandi, dan setiap kali kehabisan b

Ada Apa dengan Yang Manis

Sehabis makan malam, cah lanang ini meminta izin ibunya untuk minum segelas susu seperti yang diminum kakak sepupunya. Izin tidak diberi.  Akan berbeda jika yang dimintanya segelas susu kambing hangat. Sudah pasti sang ibu akan mengabulkan. Seperti biasa, cah lanang protes. Iya. Seperti biasanya. Ia selalu begitu. Sang ibu membiarkannya. Hanya mendengarkan protesnya. "Apa-apa ga boleh. Bunda selalu begitu. Mami boleh kakak minum susu kental manis? Kenapa Hamzah ga boleh?"gerutunya. Sampai akhirnya ketika kami di kamar, ia kembali bertanya.  Ia tidak pernah berhenti sebelum benar-benar bisa mendapatkan alasan atas hal-hal enak yang dilarang. Sampai kapan pun ia akan selalu menuntut penjelasan. Kemana pun akan diikuti dan ditanyakannya.  "Kalau Bunda melarang Hamzah minum susu kental manis sering-sering. Lalu mengapa mami selalu boleh kakak minum susu kental manis? Kemarin kakak minum susu kental manis juga, tapi yang cokelat,"tanyanya masih dengan nada pr

Bagaimana Kau Menghitungnya?

Ini tentang ibu dan anak. Ini tentang kebencian yang tak seharusnya. "Aku bekerja. Aku mencari makan sendiri." "Dia? Hanya menampung. Meminta. Menunggu pemberian anak setiap bulan." Anak. Yang dikandung, dilahirkan, dan dibesarkan. Tentang yang menghitung yang tak terhitung. Dia bisu. Membisu. Dia enggan bicara. Takut. Tuhan pasti sedang pasang telinga. Tuhan sedang menahan murka-Nya. Murka Tuhan tergantung murkanya. Nasib anaknya, Di ujung lidahnya yang tak bertulang Anaknya, Entah, Dengan apa akan dihitungnya. Tuhan tak geram Ia tak menyumpah Air matanya jatuh ke dalam kantung dasternya

Alegria

Membahagiakan orang tua itu ternyata sederhana. Membahagiakan orang tua itu ternyata tidak melulu tentang membelikan mereka sesuatu yang mahal atau membawa mereka liburan dan menginap di hotel bagus lalu makan di restoran mahal. Membahagiakan orang tua itu sederhana saja ternyata. Membiarkan mereka melakukan kegiatan yang mereka nikmati merupakan salah satu hal yang paling membahagiakan untuk orang tua, misalnya membiarkan mereka menyapu halaman pada pagi hari, seperti yang rutin dilakukan ayah saya. Seperti malam ini juga, sepulang dari masjid, beliau sibuk membuka kunci pintu, membongkar semuanya dan memperbaiki entah apalah yang menurutnya harus diperbaiki. Padahal menurut saya kunci itu baik-baik saja. Atau saya yang tidak paham tentang kunci-kunci yang baik dan tidak? Bisa jadi sih. Lain waktu, beberapa hari lalu, kegembiraan yang sederhana juga didapatinya hanya dengan membantu menyampul buku-buku baru si sulungnya ini. Modalnya cuma plastik meteran, selotip, dan cutter kecil. I

Emak A dan Emak B

Perbincangan dua emak. Emak A: Masih betah aja ga kemana-mana, Say? Emak B: (mesem-mesem) Emak A: Mumpung belum 40 loh. Nanti kalau sudah 40 malah susah nyari yang mau biayain beasiswa. Emak B: (masih mesem-mesem) Emak A: Tapi capek juga kali ya harus belajar lagi. Emak B: Ga lah. Malah rencana ini mau ambil UT Pendidikan Dasar seandainya bisa bebas syarat sbg tenaga pendidik SD. Betulan ingin belajar banyak lagi ttg pendidikan dasar. Selain karena sedang punya anak kecil, sejauh ini kok belum lihat ya ada sekolah yang mengakomodasi pendidikan dasar yang tidak klasikal namun mengedepankan pendidikan karakter yang didukung sarpras yg baik dan sesuai dng dunia anak-anak, seperti montessori misalnya. Eh, abaikan montessori sebagai penganut agama yang berbeda ya, tapi garis bawahi metodenya mengedukasi anak-anak. Emak B: Ooo... #si emak A pasti berpikir lawan bicaranya sedang mengalami kemunduran gaya hidup atau selera karena punya niat 'berurusan' dengan UT utk pr

Mudah Bagi-Nya

Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, bahkan sesuatu yang tak terucap, yang tersimpan rapi di sudut paling tersembunyi di setiap hati umatnya. Ia datang, menjinjing tiga pepaya di dalam kantong berbeda. Sehat tidak kurang suatu apa. Allah pasti tahu betapa saya amat bahagia. Perbincangan kami tidak panjang. Seputar kegiatan hariannya. Hampir senja, mendekati azan magrib ia pamit pulang. Berbekal usapan di lengan dan sebuah ciuman di pipi kirinya serta sebuah bisikan, setelah itulah ia melajukan motor birunya. Sampai nanti, sampai Allah memberi jalan bagi kita untuk bertemu lagi, Nak. Seperti sore ini.

Kopiku (Mungkin) Bukan Kopimu

Belum ada niat ke gerai ini untuk ngopi-ngopi. Saya masih setia aja dengan kopi kemasan yang murah meriah dan kopi hitam yang direbus langsung di dalam cerek. Ga gaul ya saya? Emang! Untuk urusan kampung tengah alias perut, orangnya memang susah untuk kompromi dengan rasa yang dienak-enakin karena kudu bayar mahal. Enak ya enaakk...mahal ya mahal. Menurut saya, itu dua hal yang berbeda dan tidak ujug-ujug karena tempatnya cozy plus banyak orang-orang yang harum, bersih, rapi, cantik, ganteng, bergaya kekinian, serta bergawai mahal duduk di sana ngopi-ngopi lalu saya latah ikutan. Hihihi. Bukan saya banget deh, ah. 😆 Kopi sasetan dan kopi hitam yang diseduh atau direbus di rumah dan kantor masih merajai indera pengecap saya. Dua jenis kopi itu masih enak diseruput. Enak dan murah sama hal nya dengan enak dan mahal merupakan dua hal yang berbeda. Namun, jika ada yang enak dan murah, mengapa tidak? Meskipun kemudian diiming-imingi dengan pesan singkat bahwa beli satu gratis satu untuk

Reuni: Bagian I

Ini tentang reuni. Bukan arisan. Ceritanya kemarin malam saya dan anak-anak diajak suami makan malam di tempat sejuta umat Jambi (sejutanya tanpa merujuk ke statistik BPS pastinya 😅), Hawa Jaya. Sudah tahu dong menu yang juara di sana? Betul! Mie celor. Namun, bukan mie celor yg akan dibahas di sini, melainkan reunian di meja panjang di ruangan dekat kasir. Reunian ibu-ibu dan bapak-bapak berusia menjelang senja. Sepertinya, berdasarkan pengamatan saya, itu reunian satu sekolah deh. Apa yang menarik? Gerak-gerik bapak-bapaknya sih. Banyak yang malu-malu mau untuk minta berfoto bersama dengan ibu-ibu yang notabene adalah teman mereka jaman sekolah dulu kan ya. Berfotonya bukan bertiga, berempat, atau berlima, kawan! Bukan! Bapak-bapak itu inginnya hanya berfoto berdua saja dengan teman perempuan mereka. 😏 Walhasil, duduk berdiri duduk dan berdirilah mereka berulang-ulang demi pose yang sesuai di hati. Geli sendiri sih sayanya, tetapi bukan tidak mungkin juga hal yang sama terjadi

Kabar Maya di Arisan Kami

Arisan lagi. Arisan alumni SMAN 1 KOTA JAMBI TAHUN 1998. Kali ini kami janjian berbusana merah agar di foto terlihat lebih menarik dng warna yg eye-catching. Putih dan jeans juga sudah terlalu mainstream sih. 😄 Namun, senangnya bukan hanya karena bisa berkumpul lagi seperti bulan-bulan sebelumnya.  Ada yang lebih menggembirakan. Sebuah kabar dari Ami atas kehamilan Maya yang memasuki bulan ketiga. Yang mendengarnya bahagia, apalagi yang tengah hamil. Setelah sekian lama sabar menanti, Allah akhirnya memberikan anugerah terindah itu pada tahun ini. Semoga bulan depan akan ada kabar gembira lainnya. Amin. Dan semoga juga yang nulis ini bisa mematuhi dress code yang sudah disepakati. Hahay...😆

Sopir Biru Karatan

Di dalam angkot biru jurusan pasar--Sipin Ujung, dalam perjalanan menuju kantor, saya menjadi penumpang tunggal Pak Sopir. Matanya liar melempar pandang ke depan, kiri, dan kanan. Harapan beroleh tambahan penumpang sangat besar ketika mobilnya yang karatan mendekati gang demi gang. Jika ada orang berjalan keluar gang atau berdiri di ujung gang, ia akan menginjak rem dan menggerakkan telunjuknya ke belakang sebagai pengganti kalimat "Pasar?". Ia akan menarik napas dalam-dalam jika ternyata orang tersebut menggelengkan kepala, baru kemudian kembali ia melajukan mobilnya dengan kecepatan 30 km/jam. Untuk apa tancap gas? Uang yang akan didapatnya baru empat ribu. Makanya ia santai saja. Harapannya masih besar untuk mendapat penumpang di depan ruko-ruko ponsel yang berjejer tak putus di sepanjang jalan, sejauh mata memandang. 😐 Namun, Pak Sopir ini sedang tak mujur.  Semua orang yang berdiri di pinggir jalan, di depan ruko-ruko ponsel, mini market , ruku-ruko busana muslim, dan