Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, bahkan sesuatu yang tak terucap, yang tersimpan rapi di sudut paling tersembunyi di setiap hati umatnya. Ia datang, menjinjing tiga pepaya di dalam kantong berbeda. Sehat tidak kurang suatu apa. Allah pasti tahu betapa saya amat bahagia. Perbincangan kami tidak panjang. Seputar kegiatan hariannya. Hampir senja, mendekati azan magrib ia pamit pulang. Berbekal usapan di lengan dan sebuah ciuman di pipi kirinya serta sebuah bisikan, setelah itulah ia melajukan motor birunya. Sampai nanti, sampai Allah memberi jalan bagi kita untuk bertemu lagi, Nak. Seperti sore ini.
Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya. "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya. "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74. "Uni, bisakan kami nginap di ru
Comments
Post a Comment