Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2016

Caffein Ban #edisihamil

Aduhai bin amboy itu adalah ketika kepala pusing tingkat dewa dan toples kopi terpajang di depan mata, air panas juga tinggal tekan, dan biasanya setelah habis secangkir, pusing pergi.  Namun, Anda hanya bisa berdiri memandangi si toples bubuk kopi dengan tak berdaya. Ngenes bin ngiler itu ya begini ini. Pusing yg nyaris tiada henti sementara kondisi tak memungkinkan untuk menikmati kopi yg teruji mampu meredakan bahkan menghilangkan sakit kepala level menengah ke bawah. Yaaa...gimana yaaa...mana mungkinlah mengabaikan kesehatan  permata hati di dalam my belly hanya demi keinginan emaknya saja.  Walaupun hanya secangkir kopi. Tidak mungkin, sayang! #edisihamil

Pulang

Perempuan itu bersedekap.  Lama, dalam tangannya yang terlipat di bawah dada, ia terdiam.  Malu.  Terasa lama sekali tak disapanya Sang Pemilik Malam.  Tak kuasa ia menggerakkan bibirnya, memuji nama Sang Penguasa Hati. Terasa sekali ia seperti yang paling sombong.  Malu itu tak hendak pergi. Perempuan itu membungkukkan badannya.  Satu titik pada hamparan di depan matanya, ia menghela nafas berat.  Segala suara hilang.  Senyap.  Hanya terdengar suara nafasnya.  Bahkan ia tak mendengar dengkuran belahan jiwa dan buah hati di belakangnya ada.  Terasa tak sanggup ia melafazkan Engkau Maha Besar.  Ia seperti yang paling pongah.  Malu itu tak hendak pergi. Perempuan itu membungkukkan badannya.  Lama, dengan kening yang rata pada ubin putih dengan alas tanpa motif, ia luluh.  Ada kisah demi kisah dan kasih demi kasih bak layar tak putus berjalan di ruang matanya yg terpejam bergetar. Tak terbilang wajah putih bersinar bertabur senyum di dalamnya. Perempuan itu bersedekap.  Lama, dalam

Catatan Sarapan Minggu Terakhir Januari

Dedikasi dan totalitas itu tidak serta merta muncul bersamaan dengan pilihan yg dibuat seseorang. Dedikasi dan totalitas itu sangat jarang bisa bernilai lebih tinggi dari rupiah, dolar, cum, dan poin yg akan dibungkus rapi demi sebuah kredit pilihan tersebut. Beberapa diantaranya, kiri dan kanan, masih diam-diam menghitung dengan jari sepuluh di bawah meja, berapa yg akan mengalir masuk.  Ternyata tak banyak, walaupun tak sampai minus.  Kemudian acungan berubah menjadi senyap. Beralasan demi konsentrasi dan kata orang nanti, maka urung maju. Seribu satu alasan pembenaran dibuat....bla..bla...bla...! Telinga yg mendengar bla...bla...bla...itu juga tak hendak mencerna apa-apa selain yg kasat mata terlihat dr gesture, ekspresi, dan emosi pada ajang persegi akhir pekan lalu. Entahlah! Karena sejatinya dedikasi dan totalitas itu bernilai lebih tinggi dr yg bisa menjadi pundi-pundi. Entahlah! 😃

Seninya Menjadi Ibu

Masih pusing, malah kian menjadi-jadi. Mual juga non-stop. Muntah makin sering. Itu lah 'seni'nya menjadi ibu. Nikmatnya merasakan segala kelemahan dan perasaan tak nyaman menjelang memasuki triwulan kedua kehamilan. Sahabat saya (laki-laki) berkata, kasian ya menjadi menjadi perempuan, harus banyak merasakan ketidaknyamanan selama mengandung. Ditambah pula kesakitan yang luar biasa selama proses melahirkan.  Saya hanya menimpali "jalani saja, Bang. Semua sudah dibagi rata oleh yg nyiptain perempuan". Ada keajaiban yg tidak mungkin akan pernah dirasakan sahabat saya tersebut, seorang laki-laki seperti halnya suami saya, bahwa segala ketidaknyamanan di masa kehamilan dan kesakitan yang mempertaruhkan nyawa selama proses melahirkan sebenar-benarnya menjadi terobati dengan tangisan pertama buah hati yg masih merah. Ada yang tidak terungkapkan dengan kata-kata.  Ada cinta yang tiada terkira besarnya dalam menjalani semua proses itu dari awal. *Nak, semoga Allah mem