Skip to main content

Posts

I love you, Om.

Teringat masa kecilku kau peluk dan kau manja Indahnya saat itu buatku melambung Disisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu Patuhi perintahmu jauhkan godaan Yang mungkin ku lakukan dalam waktu ku beranjak dewasa Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya Ku terus berjanji tak kan khianati pintanya Ayah dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu Kan ku buktikan ku mampu penuh maumu Andaikan detik itu kan bergulir kembali Ku rindukan suasana basuh jiwaku Membahagiakan aku yang haus akan kasih dan sayangmu Tuk wujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati. (Ada janji untuk bersua yang belum sempat Isa tunaikan, Om. Tetapi waktu ternyata tidak berpihak pada kita. Janji Isa ternyata tak sejalan dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Ia lebih dulu ingin Om menemui-Nya. Semoga Allah SWT memudahkan dan menerangi...

High Heeled Warriors

Selesai menunaikan tugas rutin di pagi hari (menyiapkan pakaian kerja suami, pakaian sekolah Rio, dan duduk manis menemani Rio sarapan), berlanjut dengan sedikit ME TIME sebelum lanjut ke dapur dan bersiap-siap ngantor. Buka kompas elektronik sambil ngeteh dan baca-baca cepat, lucky me bertemu yang satu ini. HIGH HEELED WARRIORS. Apa itu HHW? Let's check it out! You, guys, might be one of them. Thus, there is no excuse not to be proud of yourself. Kompas.com- Studi psikografi terkini terhadap perempuan Asia yang diadakan oleh Universal Networks International bekerja sama dengan Synovate menghasilkan potret perempuan urban modern yang unik. Universal Networks International (UNI) menyebutnya sebagai High Heeled Warriors, yakni potret perempuan yang menghadapi berbagai tugas dan harapan, tetapi menjalaninya dengan kekuasaan, kecerdasan, dan kemampuan yang kian meningkat. Riset High Heeled Warriors di Asia ini menggambarkan perempuan yang berambisi dalam karier, juga k...

Potret dari Journalist on Duty

Entah apa yang ada di kepala para petinggi negeri dan daerah ketika melihat sekolah-sekolah beratap rumbia, berdinding bambu, berlantai tanah, dan bergurukan dua orang untuk enam kelas. Apa yang ada di hati mereka ketika mendengar para guru honorer berdedikasi itu berkata….”kami bertahan demi anak-anak”. (saya dalam termangu di depan Journalis on duty: liputan daerah di NTT) Seorang wanita cerdas, anggota DPD NTT, di dalam tayangan yang meretas realita kehidupan di timur Indonesia itu, mengatakan bahwa bukan tanah nenek moyang mereka yang membuat nasib begitu banyak rakyat di daerah tersebut belum terjamah manisnya pendidikan, teknologi, dan kehidupan yang layak, tetapi lebih kepada ketiadaan hati para pemangku kepentingan rakyat (baca: pemimpin dan pejabat) yang hanya sibuk berasyik masyuk dengan kepentingan pribadi mereka sendiri. Pejabat atau pemimpin disana lebih fokus pada belanja barang yang menguntungkan pribadi dan kalangan mereka, seperti pembelian m...

Sepenggal Maghrib Kami

Anak bujang kecil saya bersender pada dinding kamar dengan sarung ungunya yang telah rapi terpasang. "Bunda, Rio malas nian liat kawan Rio ini. Masak dia itu suka minta imbalan." "Imbalan apa, Nak?" Alis matanya seakan bertaut, keningnya sedikit berkerut. "Kan gini critanya...dia kemarin nawarin Rio es. Rio ambilan segigitan. Trus tadi waktu Rio makan kue, masak dia bilang gini....Rio mintalah kuenya. Kemarin kan Rio kami kasi es. Itu kan namanya minta pamrih, Bun. Dak boleh lah gitu. Ya kan, Bun?" Senyum saya mengembang. "Iya. Dak boleh seperti itu, Nak. Kita dak boleh mengungkit-ungkit apa yang sudah kita kasi ke orang lain." Bujang kecilku bersungut-sungut. Mungkin wajah temannya itu masih terbayang di matanya. "Tu lah...! Kawan Rio tu suka gitu. Malas Rio jadinya."keluhnya lagi. "Besok Rio bilang sama kawan Rio itu. Kalo mau, minta aja. Jangan pake diungkit-ungkit apa yang sudah dikasinya ke Rio. ...

Sabtunya Rio

Sabtu ini sabtu dengan sesuatu yang baru buat Rio. Sabtu mendebarkan baginya karena harus berulang kali menelfon ayah yang akan tiba nanti malam membawakan topeng pesanan dan beberapa oleh-oleh. Tetapi bagi si bunda, itu tidak begitu penting. Yang penting adalah bagaimana hari ini bisa mengajarkan sesuatu yang bermakna untuk si buah hati dengan melakukan beberapa hal bersama. Hari ini Rio sudah mulai diajarkan bertanggung jawab dengan apa yang dipakainya. Salah satunya dengan membersihkan kamar mandinya sendiri. Awalnya sih seperti biasa....seribu satu alasan mengelak. Tidak mudah memang menjadikan anak bujang kecil ini mau bergerak. Harus diumpan dengan sepiring somay, sedikit usapan di kepala, kemudian tenggat waktu setelah menonton acara kesukaannya. Lalu... "Ayo, Bun...gimana caranya bersihin kamar mandi? Mana sabunnya?" Aha...! Lihat! He did it. Bergegas dengan nafas yang masih tersengal karena batuk yang sedang rame-ramenya, si Bunda mengambil cairan pe...

Menyesalkah Tuhan?

Semoga Tuhan tidak menyesal telah memberikan Indonesia dengan sejuta kekayaannya di darat, laut, dan udara kepada kita. Saya hanya kembali miris membaca salah satu artikel di Kompas Edisi Sabtu, 29 Oktober 2011 . Diberitakan bahwa saat ini Singapura, negara tetangga, telah memiliki pusat penelitian kebumian dengan fokus kajian gunung api, gempa bumi, dan tsunami. Sebuah pusat penelitian yang seharus sudah sejak dulu sekali ada di Indonesia mengingat Indonesia adalah tempatnya 129 gunung api, atau 30 persen dari total gunung api di dunia. Sejarah sendiri yang mencatat bagaimana dahsyatnya letusan Tambora, Krakatau, dan Toba telah mengubah peradaban dunia dan membuat empat musim di Eropa menjadi tak sama siklusnya. Kita pun tak mungkin lupa dengan keganasan Tsunami Aceh yang membuat merana ratusan ribu jiwa di tanah serambi mekah dan tercatat menjadi sejarah duka abadi ibu pertiwi, bahkan turut serta berimbas pada beberapa negara lainnya. Atau yang terbaru adalah letusan Gunung Mer...

Papa dan Bahasa Arab

Papa belajar bahasa arab...??? Sempat heran. Tetapi kemudian ingat kata-kata beliau sesaat setelah menunaikan ibadah hajinya 4 tahun lalu. "Papa sedih saja melihat begitu banyaknya buku-buku berkualitas yang di jual di salah satu toko buku di Mekah. Sayang papa tidak bisa bahasa arab, sementara semua buku-buku itu ditulis dalam bahasa arab." Mendadak papa menjadi melow. Untuk penyesalannya itu, matanya terlihat berkaca-kaca. Menyesal karena tidak sedari dulu belajar bahasa arab. Menyesal karena itu beliau tidak bisa membeli buku-buku bagus yang ditemuinya di tanah suci. Dan kemarin mama menelfon, bilang kalau papa mendatangkan seorang santri yang menguasai bahasa arab untuk mengajari beliau dari nol. Papa hebat! Dan putri sulungnya ini menjadi malu sendiri. Berapa usia papa sekarang? 64 tahun. Usia saya si sulung? Belum satu bulan menjadi 32 tahun. Harusnya saya dong yang gencar dan giat menuntut ilmu agama, harusnya saya juga dong yang rajin setiap minggu mengikuti pen...