Skip to main content

Sabtunya Rio

Sabtu ini sabtu dengan sesuatu yang baru buat Rio.

Sabtu mendebarkan baginya karena harus berulang kali menelfon ayah yang akan tiba nanti malam membawakan topeng pesanan dan beberapa oleh-oleh.

Tetapi bagi si bunda, itu tidak begitu penting. Yang penting adalah bagaimana hari ini bisa mengajarkan sesuatu yang bermakna untuk si buah hati dengan melakukan beberapa hal bersama.

Hari ini Rio sudah mulai diajarkan bertanggung jawab dengan apa yang dipakainya. Salah satunya dengan membersihkan kamar mandinya sendiri. Awalnya sih seperti biasa....seribu satu alasan mengelak. Tidak mudah memang menjadikan anak bujang kecil ini mau bergerak. Harus diumpan dengan sepiring somay, sedikit usapan di kepala, kemudian tenggat waktu setelah menonton acara kesukaannya. Lalu...

"Ayo, Bun...gimana caranya bersihin kamar mandi? Mana sabunnya?"

Aha...! Lihat! He did it. Bergegas dengan nafas yang masih tersengal karena batuk yang sedang rame-ramenya, si Bunda mengambil cairan pembersih dan menuntun tangannya menuju kamar mandi yang biasa dipakainya. Lalu beberapa menit memberikan keterangan, begini-begitunya membersihkan lantai, toilet, dan dinding kamar mandi. Sikat apa yang dipakai untuk membersihkan tiap bagian yang berbeda. Seberapa banyak cairan pembersih yang harus dituangkan. Bagaimana meletakkan perkakas mandi setelah digunakan. Termasuk alasan mengapa mulai sekarang harus Rio sendiri yang membersihkan kamar mandinya.

(semangat bantuin bunda)
"Rio pernah masuk ke kamar mandi di terminal kan? Rio lihat kan bagaimana kotornya? Rio ga mau dong anak segagah Rio punya kamar mandi yang kotornya kayak kamar mandi di terminal."

Ia menggeleng buru-buru.

"Bunda juga ga bisa lagi sering-sering bersihin kamar mandi Rio. Adek di perut bunda makin berat. Bunda ga bisa lagi jongkok dan nyikat lantai. Rio tega liat bunda nyikat-nyikat kamar mandi dengan adek di perut bunda?"tentu saja kepalanya dengan rambut yang mulai panjang menggeleng cepat.

Maka kemudian mulailah anak bujang kecil saya berjibaku menyikat kamar mandinya. Sebentar-sebentar memanggil, bertanya "Ini sudah benar, Bun?". Kemudian memanggil lagi..."Sudah bersih kan, Bun?".

Kurang lebih setengah jam ia sibuk di ruang kecil berukuran 2 x 1.5 meter itu. Begitu rampung, sebuah ciuman sebagai hadiah bunda tempelkan di pipi chubby-nya.

Satu hal lagi yang dipetiknya dari membersihkan kamar mandi sendiri..."Capek juga ya Bun bersihin kamar mandi". See? He did learn something. Dan si bunda hanya tersenyum.

(kecapean setelah bantu bunda)

Senangnyaaaa.....! Sabtu tidak hanya dilewatkan dengan leyeh-leyeh di depan TV tanpa melakukan aktivitas yang berarti. Karena sebenarnya si Bunda ini benar-benar gelisah ga karuan kalau liat jagoannya terpaku dengan aneka ragam tayangan di TV. Sebenarnya tidak ada masalah dengan acaranya sih, karena umumya di salah satu stasiun TV, acara hari sabtu memang acara yang sesuai untuk anak-anak. Tetapi masalahnya adalah menonton berjam-jam tanpa melakukan aktivitas fisik. Hanya melihat dan mendengar. Bagaimana tidak khawatir coba?

Alhamdulilah akhirnya masalah ini bisa teratasi. Hebatnya lagi, si bujang pun tak keberatan ketika dimintai tolong menyapu teras depan. Luar biasanya pula....menjelang maghrib, dengan spontan memberikan pijatan di kepala dan tengkuk bunda.

You know son? For having you...I feel so much blessed....!

Comments

Popular posts from this blog

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Witir Si Sulung

Malam Kamis kemarin, anak bujang kecil saya melakukan sesuatu yang membesarkan hati saya, ibunya. Saya seketika merasa teramat mujur. Malam itu seperti malam-malam yang lain. Pukul delapan adalah waktu tidurnya. Waktunya kami berbaring. Waktu yang selalu ia gunakan memeluk saya erat-erat. Waktunya saya tak putus-putus menciumi wajah dan kepalanya. Waktu saat saya membacakan kisah-kisah teladan Muhammad dan sahabat-sahabat beliau sebelum akhirnya ia lelap. Kami sudah di tempat tidur, berpelukan, saat ia sekonyong-konyong duduk dan bergerak turun.  "Hamzah mau ambil wudu dulu..." "O, iya...Bilal selalu melakukan itukan, ya..."ujar saya. Saya buntuti ia ke kamar mandi. Saya perhatikan dengan saksama ia membasuh wajah, tangan, kepala, telinga, dan kakinya.  Ia tersenyum.  "Witir tiga rakaat boleh, Bun?"tanyanya. Saya termangu. Ia bingung. Mengapa ibunya mendadak hening? "Bun..."panggilnya sambil menempelkan kepalanya di