Skip to main content

Papa dan Bahasa Arab

Papa belajar bahasa arab...???

Sempat heran. Tetapi kemudian ingat kata-kata beliau sesaat setelah menunaikan ibadah hajinya 4 tahun lalu.

"Papa sedih saja melihat begitu banyaknya buku-buku berkualitas yang di jual di salah satu toko buku di Mekah. Sayang papa tidak bisa bahasa arab, sementara semua buku-buku itu ditulis dalam bahasa arab."

Mendadak papa menjadi melow. Untuk penyesalannya itu, matanya terlihat berkaca-kaca. Menyesal karena tidak sedari dulu belajar bahasa arab. Menyesal karena itu beliau tidak bisa membeli buku-buku bagus yang ditemuinya di tanah suci.

Dan kemarin mama menelfon, bilang kalau papa mendatangkan seorang santri yang menguasai bahasa arab untuk mengajari beliau dari nol.

Papa hebat! Dan putri sulungnya ini menjadi malu sendiri.

Berapa usia papa sekarang? 64 tahun. Usia saya si sulung? Belum satu bulan menjadi 32 tahun.

Harusnya saya dong yang gencar dan giat menuntut ilmu agama, harusnya saya juga dong yang rajin setiap minggu mengikuti pengajian di masjid Abu Salma, mengambil sebanyak mungkin ilmu dari sumber yang terpercaya yang tidak mengada-ada, seorang muda tamatan universitas ternama di Mekah, seorang penghafal Qur'an berikut arti dan maknanya, yang merujukkan semua perkataannya berdasarkan Qur'an dan Hadist-hadist shahih, yang memberikan kajian secara sistematis dari minggu ke minggu, yang tak sungkan dan malu bertanya pada yang lebih tau ketika pengetahuannya dirasakannya kurang untuk menjawab berbagai pertanyaan para jamaah yang datang dari berbagai kalangan mulai dari akademisi, orang kantoran, wiraswasta, pengusaha, mahasiswa, dan orang-orang biasa.


Asli! Saya jadi malu sendiri.

Apalagi bukan sekali dua kali papa selalu mengingatkan jika saya mulai berceloteh tentang kelanjutan mimpi saya. Ini dan itu. Disana dan disitu. Lalu beliau dengan lembut akan berkata....

"Apa lagi yang dicari, Nak? Hidup ini tidak lama. Bukan berarti Isa tidak boleh melanjutkan mimpi yang sebagian besar sudah menjadi nyata. Tetapi cobalah berimbang, jika tidak bisa lebih, memberikan porsi untuk bekal di kehidupan yang lebih kekal nanti."

Kalau sudah begitu, biasanya saya akan mengeluarkan banyak pembelaaan.

"Menuntut ilmu itu bisa dimana saja, Pa. Makin jauh kita pergi menuntut ilmu, makin banyak kebesaran Allah yang bisa menyadarkan kita bahwa Allah memang yang Maha Segala dengan melihat seribu satu perbedaan mulai dari musim, orang-orang, budaya, bahasa, alam, dan semuanya......."

Jika sudah begitu, si abang alias suami saya biasanya akan melipat kedua tangannya di dada melihat saya berdebat dengan papa sambil sesekali melirik saya dengan senyum disudut bibirnya, kemudian berulang kali menyeruput secangkir teh hangat buatan mama. Membiarkan mertua dan istrinya bertempur. Like father like daughter. Mungkin itu yang ada di kepalanya.

Tetapi jauh di sudut hati saya, saya mengamini kata-kata ayah saya. Benar bahwa hidup tidak akan lama. Sangat benar bahwa saya sudah seharusnya lebih membekali hidup saya dengan ilmu agama yang bukan biasa-biasa saja alias standar. Bukan hanya untuk mempersiapkan bekal kehidupan kedua, tetapi juga untuk bekal saya menjalani hidup bersama keluarga di hari-hari ke depan. Saya, seorang istri, seorang anak, seorang ibu, seorang staf di kantor pemerintah, seorang pengajar, seorang kakak, seorang menantu, dan lainnya. Begitu banyak peranan yang saya jalankan dan betul yang dikatakan ayah saya bahwa tidak hanya cukup menjalaninya dengan ilmu dunia saja.

Terima kasih, Pa. For what you've just begun, you begin to make me never stop learning.

Comments

Popular posts from this blog

Dagangan Perdana

Ini sebenarnya postingan yang seharusnya diunggah 17 Januari. Unggahan tentang keberhasilannya menjalankan bakat kisprenerushipnya. "Sayang....gimana spagetinya?" "Alhamdulillah laris manis, Bun!" "Alhamdulillah...." "Trus,spageti untuk Bu Alha gimana?" "Maaf, Bun...untuk Bu Alha dibeli sama kawan Hamzah!" "Ooo...gitu...." "Iya! Bun...uang Hamzah banyak. 24 ribu. Tapi Hamzah pusing pas kawan-kawan rebutan." Bahagianya tak terkatakan. Ibunya lebih bahagia lagi. Pagi-pagi menyiapkan semua bahan untuk jualan perdananya. Anak lanang itu sendiri yang ingin mencoba berdagang. Beberapa hari kemarin bolak-balik bertanya apa kira-kira yang pas untuk dijualnya kepada teman-teman sekelasnya. Minuman atau makanan? "Jualan spageti aja gimana, Bun? Hamzah suka kesal soalnya tiap bawa spageti ke sekolah, teman-teman suka minta. Hamzah jadi dapatnya sedikit." Dari rasa kesalnya itulah ide ...

Senin, 13 Juni 2016; 22.14 WIB

Alhamdulillah sudah ditamatkannya Iqra 1 semalam di bilangan usianya yg baru 4 tahun 3 bulan 11 hari.  Sudah dengan lancar dibacanya seluruh deretan huruf Hijaiyah dengan susunan runut, acak, maupun dr belakang. Bukan hal yg istimewa utk Musa sang Qori dari Bangka Belitung mungkin, tetapi ini menjadi berkah luar biasa untuk kami. Semoga Allah selalu memudahkanmu untuk menyerap ilmu-ilmu Islam berdasarkan Quran dan teladan Rasulullah ya, Nak. Semoga ilmu-ilmu itu nanti senantiasa menjadi suluh yg menerangi setiap langkahmu dlm menjalani kehidupan ke depan dengan atau tanpa ayah bunda. Semoga juga ilmu itu tak hanya menjadikanmu kaya sendiri, tetapi membuat orang-orang disekelilingmu pun merasakan manfaatnya karena ilmu yg bermanfaat itu adalah ilmu yg bisa diberikan dan bermanfaat bagi orang lain di luar dirimu. Allah Maha Mendengar. Dengan doa dan pinta Bunda, Allah pasti akan mengabulkannya. Amin. 😍

Tentang Ibu (1)

Ada yang berubah dari Ibu.  Perubahan yang membahagiakan. Kerinduannya yang terobati pada tanah suci, Kabah, dan makam Rasulullah telah membuat Ibu kembali seperti tahun-tahun sebelum 2016.  Ibu kembali sehat. Lahir dan batin. Setelah hampir tiga minggu Ibu bersama kami, baru malam lusa kemarin saya lama bercengkerama di kamar beliau. Izzati belum mengantuk.  Jadi sengaja saya membawa cucu bungsunya itu bermain-main di tempat tidur beliau.  Sambil bermain dengan Izzati, saya bertanya tentang banyak hal mengenai kepergiannya ke tanah suci di awal 2017 kemarin. Ibu begitu bersemangat menceritakan pengalamannya.  Posisinya yang semula duduk, berganti menjadi berdiri.  Tangannya bergerak lincah memperjelas berbagai kegiatan yang dilakukannya di sana. Matanya berbinar-binar. Air mukanya berseri-seri. Tak terbayangkan skala kebahagiaan yang melingkupi hatinya ketika menjejaki Baitullah. Ibu kami memang sudah lama sekali ingin ke Kabah. Semasa almarhum Bapak...