Skip to main content

Will you please be polite?



Bayangkan Anda sedang duduk manis di depan semangkok bakso yang Anda idamkan dari empat hari lalu, ketika tengah  asik menikmati sendokan awal yang akan masuk ke mulut Anda, tiba-tiba satu tangan berbalut lengan baju kemeja putih bersih melintas melintang di depan hidung Anda tanpa tedeng aling-aling, tanda kulonuwun, tanpa ragu, dan tanpa malu tentunya meraih tisu yang ada di sebelah mangkok bakso Anda, persiiss nian di sebelah mangkok bakso Anda, Saudara-saudara!  Jaraknya tak lebih dari 2 cm saja.  Sangat dekat! In a second….kotak tisu itu melintas dengan kecepatan lumayan di depan hidung Anda, anginnya sampai terasa, dan mendarat dengan manis di depan mangkok baksonya, di meja panjang di seberang meja Anda.  Aih…matanya itu selugu kain belacu ketika saya melotot melihatnya, tanpa dosa, seakan apa yang dilakukannya tadi adalah sebuah kewajaran. 

 

Shock! Jelas lah saya shock! Bukan hanya shock sebenarnya, karena perasaan saya saat itu  lebih pada campuran antara shock, ‘kagum’, heran, plus benci bukan alang kepalang.  Edan! Pendidikan moral…mana pendidikan moral…???? PMP...??? P4...??? Saya keki sendiri.  ABG ini tidak beradat.  

Saya kagum karena si ABG manis geulis ini sama sekali tidak merasa bersalah.  Dengan santai ketika berhasil dengan kurang ajarnya mengambil tisu tanpa ba bi bu di depan muka saya, dia kembali menikmati baksonya sambil ngobrol dengan temannya.  Saya heran karena dengan seragam sekolah potongan ala santriwati pondok pesantren yang dipakainya, bukankah seharusnya dia bisa bersikap lebih sopan? (Oke…ini hanya oknum!). Dan saya benci bukan alang kepalang karena si neng geulis itu adalah seorang pelajar dari sekolah menengah atas  teratas sejak dulu kala  yang terkenal dengan siswa-siswanya yang selalu bisa ‘diuji’ otaknya.  Tetapi pintar saja kan tidak cukup? Sikap yang dibungkus kesopanan jauh lebih penting dari encernya otak dalam memecahkan segambreng angka-angka njlimet dalam rumus-rumus bangun ruang tiga dimensi.  Atau mungkin si neng geulis ini sama sekali tidak terpikirkan tentang kesopanan yang harus ditunjukkannya dalam bertindak beberapa menit lalu, karena mungkin dia beranggapan kesopanan itu hanya urusan mengucapkan salam dan membungkukkan badan ketika melewati orangtuanya di rumah dan gurunya di sekolah, ucapan terima kasih ketika diberikan sesuatu oleh seseorang yang dikenalnya saja, dan kesopanan di kepalanya adalah menyalami tangan camer ketika bertamu ke rumah pacar? Kalau begitu…kasihan sekali!

Sedikit merujuk pada apa yang ditulis oleh Sibarani dalam disertasinya yang berjudul The Imagination of the Main Characters, kesopanan sama dengan budi pekerti atau etiket dan ini berkaitan dengan tatacara dan kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat beradab untuk memelihara hubungan baik antara sesame manusia.  Kesopanan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu dalam perilaku sosial.   Kesopanan disini kiranya bisa saya sepadankan dengan politeness yang bersifat universal,  yaitu sikap menghargai orang lain.  Dan ini lah yang tidak dimiliki pelajar geulis itu.  Jika sudah begini, maka pertanyaan yang muncul adalah apakah keluarganya tidak pernah menunjukkan keteladanan dalam bertindak dengan kesopanan? Seyogyanya pendidikan kesopanan yang masuk dalam ranah moral diajarkan sejak usia dini, disaat anak-anak masih mudah mematri semua yang dicontohkan, sehingga ketika ia bertumbuh menjadi remaja dan dewasa, ia akan tumbuh sebagai seorang manusia yang beretika (baca: bermoral).  Celakanya, saya mulai bersu'udzon...jangan-jangan banyak orangtua sekarang yang notabene adalah guru pertama di lingkungan rumah sebagai lingkungan terkecil tempat awal anak-anak diberikan pendidikan moral justru telah merasa bahwa pendidikan tersebut telah sah diserahterimakan kepada pihak sekolah dalam hal ini guru, ketika mereka mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah. Parahnya pula, ketika di sekolah guru-guru telah setengah berhasil menanamkan pendidikan moral yang tercermin dari kecerdasan sosial anak didik mereka, ealah....setibanya di rumah....apa yang didapat disekolah itu lenyap dengan tidak diterapkannya etika yang seharusnya di rumah. Tidak ada kepaduan.  Kiamatlah kalau memang begitu! Dan tidak perlu heran jika besok, lusa dan minggu yang akan datang, Anda mengalami hal yang sama seperti yang sama alami di salah satu tempat kuliner langganan saya.

Comments

Popular posts from this blog

Dagangan Perdana

Ini sebenarnya postingan yang seharusnya diunggah 17 Januari. Unggahan tentang keberhasilannya menjalankan bakat kisprenerushipnya. "Sayang....gimana spagetinya?" "Alhamdulillah laris manis, Bun!" "Alhamdulillah...." "Trus,spageti untuk Bu Alha gimana?" "Maaf, Bun...untuk Bu Alha dibeli sama kawan Hamzah!" "Ooo...gitu...." "Iya! Bun...uang Hamzah banyak. 24 ribu. Tapi Hamzah pusing pas kawan-kawan rebutan." Bahagianya tak terkatakan. Ibunya lebih bahagia lagi. Pagi-pagi menyiapkan semua bahan untuk jualan perdananya. Anak lanang itu sendiri yang ingin mencoba berdagang. Beberapa hari kemarin bolak-balik bertanya apa kira-kira yang pas untuk dijualnya kepada teman-teman sekelasnya. Minuman atau makanan? "Jualan spageti aja gimana, Bun? Hamzah suka kesal soalnya tiap bawa spageti ke sekolah, teman-teman suka minta. Hamzah jadi dapatnya sedikit." Dari rasa kesalnya itulah ide ...

Senin, 13 Juni 2016; 22.14 WIB

Alhamdulillah sudah ditamatkannya Iqra 1 semalam di bilangan usianya yg baru 4 tahun 3 bulan 11 hari.  Sudah dengan lancar dibacanya seluruh deretan huruf Hijaiyah dengan susunan runut, acak, maupun dr belakang. Bukan hal yg istimewa utk Musa sang Qori dari Bangka Belitung mungkin, tetapi ini menjadi berkah luar biasa untuk kami. Semoga Allah selalu memudahkanmu untuk menyerap ilmu-ilmu Islam berdasarkan Quran dan teladan Rasulullah ya, Nak. Semoga ilmu-ilmu itu nanti senantiasa menjadi suluh yg menerangi setiap langkahmu dlm menjalani kehidupan ke depan dengan atau tanpa ayah bunda. Semoga juga ilmu itu tak hanya menjadikanmu kaya sendiri, tetapi membuat orang-orang disekelilingmu pun merasakan manfaatnya karena ilmu yg bermanfaat itu adalah ilmu yg bisa diberikan dan bermanfaat bagi orang lain di luar dirimu. Allah Maha Mendengar. Dengan doa dan pinta Bunda, Allah pasti akan mengabulkannya. Amin. 😍

Tentang Ibu (1)

Ada yang berubah dari Ibu.  Perubahan yang membahagiakan. Kerinduannya yang terobati pada tanah suci, Kabah, dan makam Rasulullah telah membuat Ibu kembali seperti tahun-tahun sebelum 2016.  Ibu kembali sehat. Lahir dan batin. Setelah hampir tiga minggu Ibu bersama kami, baru malam lusa kemarin saya lama bercengkerama di kamar beliau. Izzati belum mengantuk.  Jadi sengaja saya membawa cucu bungsunya itu bermain-main di tempat tidur beliau.  Sambil bermain dengan Izzati, saya bertanya tentang banyak hal mengenai kepergiannya ke tanah suci di awal 2017 kemarin. Ibu begitu bersemangat menceritakan pengalamannya.  Posisinya yang semula duduk, berganti menjadi berdiri.  Tangannya bergerak lincah memperjelas berbagai kegiatan yang dilakukannya di sana. Matanya berbinar-binar. Air mukanya berseri-seri. Tak terbayangkan skala kebahagiaan yang melingkupi hatinya ketika menjejaki Baitullah. Ibu kami memang sudah lama sekali ingin ke Kabah. Semasa almarhum Bapak...