(Sebuah epilog dari "Segenggam Iman Anak Kita" dari majalah Hidayatullah. Sepotong bahan renungan dan refleksi untuk saya, seorang ibu, yang selalu merasa betapa waktu begitu berlari, menebarkan debu magisnya, membuat Rio kecil saya yang terasa masih sedang bermanja bergelayut mesra dipelukan saya, tiba-tiba telah akan menyudahi enam tahun awal pendidikan dasarnya dan segera memasuki periode awal masa remaja yang membuat saya harus terus membuka mata dan telinga serta menajamkan indera keenam saya. Kekritisannya dari segala keingintahuannya pasti akan tak terbendung. Saya yang harus siap kapan saja menampung tanyanya, memutar otak, mengolah kata, untuk menyampaikan setiap jawaban dari semua tanyanya dengan bahasa yang akan lezat dicerna kepalanya dan dipahaminya. Ah, Nak.....betapa bunda akan menyesali setiap waktu yang terbuang percuma diantara kita, yang seharusnya bunda tandai dengan setiap elusan di kepalamu, ciuman kecil dipipimu, dan gelak tawa kita. Tetapi percayalah, tidak ada waktu yang terbuang tanpa namamu dalam setiap doa bunda. Untukmu, Nak....bunda akan selalu belajar, belajar, dan belajar...! ).
...... Selain guru, ada sumber pengaruh lainnya yang potensial.Anak pasti
akan bergaul dengan teman-temannya. Mereka berasal dari latar belakang
keluarga yang berbeda-beda. Maka ketika datang ke sekolah, mereka juga
membawa kebiasaan, budaya, cara pandang dan bahkan keyakinan keluarga
kesekolah. Nilai-nilai yang mereka dapatkan dari rumah, akan mereka
tawarkan kepada teman-temannya di sekolah. Saling pengaruh akan terjadi.
Pertanyaannya, kita-kira anak kita termasuk yang mudah terpengaruh
ataukah yang paling banyak mempengaruhi temannya? Kira-kira, pengaruh
baik ataukah buruk?
Pergaulan anak dengan temannya boleh jadi menguatkan atau sebaliknya
melemahkan nilai-nilai yang kita tanamkan dari rumah maupun yang
dibekalkan oleh guru di kelas. Kita dapat menyalahkan teman-temannya,
bahkan orangtua mereka, manakala anak kita menjadi buruk setelah bergaul
dengan teman-temannya. Tapi ada satu pertanyaan yang perlu kita jawab
dengan pikiran jernih dan hati yang bersih, mengapa teman-temannya dapat
meruntuhkan apa yang telah kita tanamkan? Apakah yang menyebabkan anak
lebih mempercayai temannya? Dan apa pula yang menjadikan perkataan kita
lebih dipegangi dengan penuh rasa hormat.
Secara sederhana, jika anak-anak memiliki kedekatan emosi yang kuat
dengan kita dan melihat kita sebagai sosok yang jujur, maka anak akan
lebih mendengar perkataan kita. Nasehat kita akan mereka perhatikan.
Bahkan jika anak melihat orangtua sebagai sosok yang mengagumkan, mereka
akan berusaha meniru dan menjadikan kita sebagai panutan. Pun demikian
dengan guru, jika anak melihat guru sebagai figur yang layak dipercaya
dan dihormati, pengaruh guru akan kuat. Karenanya, orangtua dan guru
memiliki tugas untuk saling menguatkan kepercayaan anak terhadap
keduanya. Orangtua menumbuhkan kepercayaan, penghormatan dan ikatan
emosi anak terhadap guru. Sementara guru semenjak awal menanamkan
kepercayaan, kecintaan dan keinginan untuk senantiasa berbuat kebajikan
kepada kedua orangtua (birrul walidain).
Ada tiga kebutuhan psikis anak yang harus kita perhatikan. Jika
kebutuhan ini tak terpenuhi, maka temannya akan lebih berpengaruh
daripada orangtua maupun guru. Jika kebutuhan tersebut hanya terpenuhi
di rumah, maka orangtua akan menjadi figur yang berpengaruh, tetapi anak
masih cukup mengkhawatirkan di sekolah. Pengaruh orangtua akan melekat
lebih kuat jika mampu membangun kedekatan emosi yang kuat sekaligus
memenuhi tiga kebutuhan anak tersebut. Sebaliknya, jika anak tak
memperoleh pemenuhan atas kebutuhannya di sekolah saja, maka guru akan
berperan sangat penting dalam membentuk kepribadian anak. Mereka amat
menentukan.
Kuatnya pengaruh orangtua dan guru bukan berarti anak tak dapat
bergaul dengan temannya. Bukan. Tetapi anak lebih mampu menyaring sesuai
nilai yang ia terima dari orangtua atau guru. Ia pun dapat menjadi
sumber pengaruh bagi temannya.
Lalu apa tiga kebutuhan yang perlu kita perhatikan tersebut? Pertama,
anak perlu menyadari dan meyakini bahwa ia memiliki kemampuan yang
bermanfaat. Kedua, anak mampu menjalin hubungan yang nyaman dan
bermartabat dengan orangtua dan/atau guru. Ketiga, anak memiliki
kebutuhan untuk memiliki peran atau sumbangsih yang berharga, baik di
rumah maupun di sekolah.
(I LOVE YOU, RIO)
Comments
Post a Comment