Semalam, kami menikmati televisi berdua. Lewat pukul 9 malam. Tentunya setelah anak-anak tidur. Secangkir teh berdua dan kerupuk bawang yang selalu berpindah tangan. Saluran MNC Muslim menjadi pilihan. Tentang Uwais Al-Qarni yang disampaikan dengan sangat menarik dan menyentuh hati oleh Syaikh Fikri Thoriq Alkatiri.
Mungkin kisah Uwais Al-Qarni bukan kisah baru lagi. Sudah cukup akrab di telinga. Tetapi penyajian yang disampaikan oleh Syaikh Fikri semalam cukup membuat hati kami bergetar. Saya lihat mata suami saya berlinang. Saya pun sama. Kami membayangkan hal yang sama juga. Bakti pada orangtua yang tak akan pernah sempurna membalas apa pun yang telah mereka lakukan untuk kami sedari bayi hingga kini.
Betapa Uwais dari Yaman begitu dielu-elukan oleh penghuni langit karena baktinya kepada Ibunya. Ia tahankan rindunya untuk bertemu Rasulullah karena ia tidak mau meninggalkan ibundanya yang telah renta sendirian. Ia tahankan laparnya hingga ibunya selesai makan, baru kemudian ia makan. Dengan kedua tangannya ia urus ibunya yang tua sambil tak putus mulutnya melafazkan salawat Nabi untuk mengganti kerinduannya bertemu kekasih Allah tersebut. Hingga pada akhirnya sang ibu berdoa kepada Allah bahwa ia meridhoi putranya tersebut untuk menjadi sahabat dan orang yang paling dekat dengan Rasul. Beliau memohon kepada Allah untuk tidak mengambil putranya sebelum ada kabar gembira yang disampaikan kepada putranya tentang Rasul kepadanya. Karena sesungguhnya wanita mulia itu tahu benar bahwa Uwais begitu cinta dan ingin bertemu dengan Rasul, tetapi baktinya kepada Ibunya lebih mengikat hatinya untuk tetap bertahan tidak meninggalkan sang ibu hingga wafatnya.
Allah SWT mengabulkan doa sang Ibu. Hingga Rasul wafat, Uwais tidak sempat bertemu junjungannya tersebut. Tetapi Rasul meninggalkan pesan kepada sahabatnya Ali dan Umar bin Khattab untuk mencari Uwais al Qarni, menyampaikan salamnya, memintakan doa untuk umatnya dari Uwais. Hingga tiba waktunya, kedua sahabat nabi itu menemui Uwais yang ternyata hanya seorang biasa. Tidak berpangkat, bertahta dan berharta. Tetapi baktinya kepada ibunya telah menjadikannya mulia di langit. Hingga Rasullullah pun meminta doanya.
Bisakah kita seperti Uwais Al-Qarni? Memuliakan orangtua yang telah menjadikan kita ada? Membahagiakan mereka dengan apa yang kita bisa. Selagi mereka ada. Bahagiakanlah!
Mungkin kisah Uwais Al-Qarni bukan kisah baru lagi. Sudah cukup akrab di telinga. Tetapi penyajian yang disampaikan oleh Syaikh Fikri semalam cukup membuat hati kami bergetar. Saya lihat mata suami saya berlinang. Saya pun sama. Kami membayangkan hal yang sama juga. Bakti pada orangtua yang tak akan pernah sempurna membalas apa pun yang telah mereka lakukan untuk kami sedari bayi hingga kini.
Betapa Uwais dari Yaman begitu dielu-elukan oleh penghuni langit karena baktinya kepada Ibunya. Ia tahankan rindunya untuk bertemu Rasulullah karena ia tidak mau meninggalkan ibundanya yang telah renta sendirian. Ia tahankan laparnya hingga ibunya selesai makan, baru kemudian ia makan. Dengan kedua tangannya ia urus ibunya yang tua sambil tak putus mulutnya melafazkan salawat Nabi untuk mengganti kerinduannya bertemu kekasih Allah tersebut. Hingga pada akhirnya sang ibu berdoa kepada Allah bahwa ia meridhoi putranya tersebut untuk menjadi sahabat dan orang yang paling dekat dengan Rasul. Beliau memohon kepada Allah untuk tidak mengambil putranya sebelum ada kabar gembira yang disampaikan kepada putranya tentang Rasul kepadanya. Karena sesungguhnya wanita mulia itu tahu benar bahwa Uwais begitu cinta dan ingin bertemu dengan Rasul, tetapi baktinya kepada Ibunya lebih mengikat hatinya untuk tetap bertahan tidak meninggalkan sang ibu hingga wafatnya.
Allah SWT mengabulkan doa sang Ibu. Hingga Rasul wafat, Uwais tidak sempat bertemu junjungannya tersebut. Tetapi Rasul meninggalkan pesan kepada sahabatnya Ali dan Umar bin Khattab untuk mencari Uwais al Qarni, menyampaikan salamnya, memintakan doa untuk umatnya dari Uwais. Hingga tiba waktunya, kedua sahabat nabi itu menemui Uwais yang ternyata hanya seorang biasa. Tidak berpangkat, bertahta dan berharta. Tetapi baktinya kepada ibunya telah menjadikannya mulia di langit. Hingga Rasullullah pun meminta doanya.
Bisakah kita seperti Uwais Al-Qarni? Memuliakan orangtua yang telah menjadikan kita ada? Membahagiakan mereka dengan apa yang kita bisa. Selagi mereka ada. Bahagiakanlah!
اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ
وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا.
“Alloohummaghfirlii
waliwaalidayya war hamhumaa kama rabbayaanii shagiiraa”.
“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan Ibu Bapakku,
sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil”.
Comments
Post a Comment