Skip to main content

Mudik ke Kota

Kamis, 30 Mei 2019 akhirnya kami mudik ke Jakarta dengan Garuda pertama. Eh...pas ga ya ke Jakarta dikolokasikan dengan "mudik"? Monggo diklik aja "mudik"-nya kalau penasaran ya....! Hehe...saya memang cinta KBBI. Intermeso sedikit boleh dong ya.

Tiket sudah dipesan jauh-jauh hari untuk mengantisipasi harga yang mungkin melonjak naik atau ketersediaan tempat yang bisa saja habis walaupun sebenarnya harga tiket ya segitu-gitu juga karena penerapan single-price atau satu harga atau lagi harga tunggal. Jadi, mau pesan kapanpun di manapun ya tetap harga tiket tidak akan turun atau naik. 

Jadilah kami mudik di Kamis pagi. Jangan tanya berapa banyak bawaan yang masuk ke bagasi. Segambreng. Ya iyalah...sayang-sayang bagasi 20kg/orang kalau bawa barang sedikit. Lagian darimana rumusnya kalau bepergian sekeluarga dan ada bocah-bocah, koper bisa bawa yang kecil saja dan tentengan ala kadarnya? Jelas tidak mungkin. Dan inilah salah satu dari sekian alasan kami terbang dengan si burung besi piaraan negara. Bagasinya masih GRATIS! Akan sangat mengerikan kalau terbang dengan singa merah, wuihhh...habis buat bagasi ajalah pencarian emak dan bapaknya anak-anak. 

(Dipersilakan sibuk di area bermain sambil menunggu panggilan boarding)


Tidak ada yang rewel pagi itu, tetapi ada yang tidak mandi satu orang. Siapa dia? Tuh..! Si nona kecil kami di atas itu. Ketimbang menciptakan drama yang berujung ditinggal pesawat, maka kami putuskan untuk langsung saja mengganti baju tidurnya dengan baju pergi.  Mandinya dirapel saja nanti di tempat Paklek Bagusnya di Kali Mulya. Sing penting sampe bandara tidak terlambat dan suasana hati hepi semua. 


(Ada jaringan internet maka amanlah semesta)


Si adik riang, si abang juga senang. Si adik riang karena bisa meluncur di perosotan dan mengutak-atik berbagai permainan lain, sementara si abang gembira dengan fasilitas internet yang disiapkan pihak bandara. Ia asyik dengan gim catur dan Blok Craft yang membuat menit-menit menunggu jam terbang menjadi tidak menjemukan. Dunia kami pagi itu tenang dan damai. 


(Bocah tertib, emaknya senang)


Time to fly. Membawa anak-anak membuat kami memiliki hak istimewa untuk tidak mengantri berlama-lama. Kami diperkenankan untuk segera menyerahkan boarding pass ke petugas tanpa melalui antrian. Kedua bocah ceriwis itu terus saja bernyanyi sambil sesekali menari-nari di sepanjang garbarata. Sejauh ini semua masih terkendali. Mereka bisa duduk dengan manis, mengenakan sabuk pengaman sendiri, menyetel pilihan hiburan sendiri, dan memasang headphone mereka sendiri juga. They could entirely handle technical things on their sits without any assistance. 

(Melongok mencari jejak sembrani)

Kalau mudik di tahun-tahun sebelumnya nona kecil kami masih susah untuk duduk sendiri karena selalu menuntut nenen nak alias ASI, maka mudik tahun ini sudah berubah. Emaknya sudah tidak perlu memangkunya untuk memberikan ASI dan lebih bebas tentunya. Si nona pun pastinya jauh lebih menikmati perjalanan udaranya dengan sangat gembira. Kala bosan dengan tontonannya, ia akan melepaskan headphone, membuka sabuk pengaman, dan berjinjit melepaskan pandangannya ke luar jendela. Apa ia melihat sembrani putih di atas arakan awan-awan di luar jendela sana? 








Banyak tawa, segudang canda, berpacu berlari, dan jejingkrakan tanpa lelah. Energi mereka seperti tiada habisnya. Kami biarkan. Kami lepaskan segala suka ria mereka dengan pandangan mata. Nikmatilah, Nak. Nikmati masa kanak-kanak kalian dengan gembira. Kita mudik ke Jakarta juga untuk memberikan kegembiraan bagi Mbah Uti yang sedang tak begitu sehat. Kita berharap dengan melihat kita dan seluruh anak cucunya, beliau akan bahagia dan entah bagaimana bisa mendongkrak HB-nya sehingga pemasangan ringnya bisa dilakukan. 

Comments

Popular posts from this blog

Dagangan Perdana

Ini sebenarnya postingan yang seharusnya diunggah 17 Januari. Unggahan tentang keberhasilannya menjalankan bakat kisprenerushipnya. "Sayang....gimana spagetinya?" "Alhamdulillah laris manis, Bun!" "Alhamdulillah...." "Trus,spageti untuk Bu Alha gimana?" "Maaf, Bun...untuk Bu Alha dibeli sama kawan Hamzah!" "Ooo...gitu...." "Iya! Bun...uang Hamzah banyak. 24 ribu. Tapi Hamzah pusing pas kawan-kawan rebutan." Bahagianya tak terkatakan. Ibunya lebih bahagia lagi. Pagi-pagi menyiapkan semua bahan untuk jualan perdananya. Anak lanang itu sendiri yang ingin mencoba berdagang. Beberapa hari kemarin bolak-balik bertanya apa kira-kira yang pas untuk dijualnya kepada teman-teman sekelasnya. Minuman atau makanan? "Jualan spageti aja gimana, Bun? Hamzah suka kesal soalnya tiap bawa spageti ke sekolah, teman-teman suka minta. Hamzah jadi dapatnya sedikit." Dari rasa kesalnya itulah ide ...

Senin, 13 Juni 2016; 22.14 WIB

Alhamdulillah sudah ditamatkannya Iqra 1 semalam di bilangan usianya yg baru 4 tahun 3 bulan 11 hari.  Sudah dengan lancar dibacanya seluruh deretan huruf Hijaiyah dengan susunan runut, acak, maupun dr belakang. Bukan hal yg istimewa utk Musa sang Qori dari Bangka Belitung mungkin, tetapi ini menjadi berkah luar biasa untuk kami. Semoga Allah selalu memudahkanmu untuk menyerap ilmu-ilmu Islam berdasarkan Quran dan teladan Rasulullah ya, Nak. Semoga ilmu-ilmu itu nanti senantiasa menjadi suluh yg menerangi setiap langkahmu dlm menjalani kehidupan ke depan dengan atau tanpa ayah bunda. Semoga juga ilmu itu tak hanya menjadikanmu kaya sendiri, tetapi membuat orang-orang disekelilingmu pun merasakan manfaatnya karena ilmu yg bermanfaat itu adalah ilmu yg bisa diberikan dan bermanfaat bagi orang lain di luar dirimu. Allah Maha Mendengar. Dengan doa dan pinta Bunda, Allah pasti akan mengabulkannya. Amin. 😍

Tentang Ibu (1)

Ada yang berubah dari Ibu.  Perubahan yang membahagiakan. Kerinduannya yang terobati pada tanah suci, Kabah, dan makam Rasulullah telah membuat Ibu kembali seperti tahun-tahun sebelum 2016.  Ibu kembali sehat. Lahir dan batin. Setelah hampir tiga minggu Ibu bersama kami, baru malam lusa kemarin saya lama bercengkerama di kamar beliau. Izzati belum mengantuk.  Jadi sengaja saya membawa cucu bungsunya itu bermain-main di tempat tidur beliau.  Sambil bermain dengan Izzati, saya bertanya tentang banyak hal mengenai kepergiannya ke tanah suci di awal 2017 kemarin. Ibu begitu bersemangat menceritakan pengalamannya.  Posisinya yang semula duduk, berganti menjadi berdiri.  Tangannya bergerak lincah memperjelas berbagai kegiatan yang dilakukannya di sana. Matanya berbinar-binar. Air mukanya berseri-seri. Tak terbayangkan skala kebahagiaan yang melingkupi hatinya ketika menjejaki Baitullah. Ibu kami memang sudah lama sekali ingin ke Kabah. Semasa almarhum Bapak...