Sebenarnya sudah lama kami ingin menapaktilasi tanah kelahiran bapak dan ibu mertua. Namun berbagai hal menjadi aral yang belum memungkinkan kami untuk mewujudkannya. Alhamdulillah di awal tahun ini keluarga besar suami mematangkan rencana mudik bersama. Rembukan keluarga besar dengan mempertimbangan cuti si anak rantau ini agaknya menjadikan akhir pekan minggu ketiga Desember sebagai waktu yang paling tepat untuk bertolak ke tanah kelahiran bapak dan ibu.
Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya. "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya. "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74. "Uni, bisakan kami nginap di ru
Comments
Post a Comment