Skip to main content

Menjelang April ke Lima Belas


Lewat tengah hari, lelaki itu mengirimkan potret dirinya.

Mencoba menjadi orang Jakarta lagi. Begitu caption-nya.  Ia berswafoto di depan kereta jurusan Depok. 

Bayangan kelam nan membawa trauma tentang bagaimana tidak nyamannya berdesakan ala sarden di dalam kereta hampir lima belas tahun silam bersama lelaki itu tidak muncul kali ini. Kereta di belakangnya lebih nyaman. Tidak kumuh. Tidak menakutkan. Tidak dipenuhi beraneka ragam aroma jutaan butiran peluh orang-orang yang lelah.

Pastikan semua barang-barang aman. Maklum...mudah ketiduran soalnya. Komentar terkirim.

Emoticon konyol menyudahi obrolan pada tengah hari menjelang sore itu.

Lelaki itu mungkin sedang menikmati menit-menit pertamanya di salah satu gerbong. Menit-menit berikutnya ia pasti sedang menyambangi banyak tempat di dalam mimpinya. Bisa jadi ia tengah bermimpi berada di gerai ayam goreng khas Amerika kesukaan ibunya. Lelaki itu penidur dan terkadang ia sangat ingin bisa seperti itu. Aroma bantal, untuk lelaki tersebut, bisa mengalahkan semerbaknya wangi kopi rebus dari dapur mereka yang seharusnya menggoda.

Berapa jam kereta itu membawa lelaki tersebut ke pelukan ibunya? 

Mugkin lebih cepat dari lamanya waktu ia mengamati wajah di potret itu. Matanya masih nanar memandang rambut lelaki tersebut. Tidak lagi hitam semua. Beberapa terlihat berwarna lebih terang, lebih banyak, dan lebih kentara.

Februari. Itu yang terbaca di kalender pada sudut meja kerjanya.

April nanti lima belas tahun mereka. Ketika menua bersama menjamur dalam lirik lagu-lagu cinta, ia bertanya sendiri, pada April keberapa mereka bisa menertawakan rambut mereka yang tak lagi sama-sama hitam. 

Comments

Popular posts from this blog

Dagangan Perdana

Ini sebenarnya postingan yang seharusnya diunggah 17 Januari. Unggahan tentang keberhasilannya menjalankan bakat kisprenerushipnya. "Sayang....gimana spagetinya?" "Alhamdulillah laris manis, Bun!" "Alhamdulillah...." "Trus,spageti untuk Bu Alha gimana?" "Maaf, Bun...untuk Bu Alha dibeli sama kawan Hamzah!" "Ooo...gitu...." "Iya! Bun...uang Hamzah banyak. 24 ribu. Tapi Hamzah pusing pas kawan-kawan rebutan." Bahagianya tak terkatakan. Ibunya lebih bahagia lagi. Pagi-pagi menyiapkan semua bahan untuk jualan perdananya. Anak lanang itu sendiri yang ingin mencoba berdagang. Beberapa hari kemarin bolak-balik bertanya apa kira-kira yang pas untuk dijualnya kepada teman-teman sekelasnya. Minuman atau makanan? "Jualan spageti aja gimana, Bun? Hamzah suka kesal soalnya tiap bawa spageti ke sekolah, teman-teman suka minta. Hamzah jadi dapatnya sedikit." Dari rasa kesalnya itulah ide ...

Senin, 13 Juni 2016; 22.14 WIB

Alhamdulillah sudah ditamatkannya Iqra 1 semalam di bilangan usianya yg baru 4 tahun 3 bulan 11 hari.  Sudah dengan lancar dibacanya seluruh deretan huruf Hijaiyah dengan susunan runut, acak, maupun dr belakang. Bukan hal yg istimewa utk Musa sang Qori dari Bangka Belitung mungkin, tetapi ini menjadi berkah luar biasa untuk kami. Semoga Allah selalu memudahkanmu untuk menyerap ilmu-ilmu Islam berdasarkan Quran dan teladan Rasulullah ya, Nak. Semoga ilmu-ilmu itu nanti senantiasa menjadi suluh yg menerangi setiap langkahmu dlm menjalani kehidupan ke depan dengan atau tanpa ayah bunda. Semoga juga ilmu itu tak hanya menjadikanmu kaya sendiri, tetapi membuat orang-orang disekelilingmu pun merasakan manfaatnya karena ilmu yg bermanfaat itu adalah ilmu yg bisa diberikan dan bermanfaat bagi orang lain di luar dirimu. Allah Maha Mendengar. Dengan doa dan pinta Bunda, Allah pasti akan mengabulkannya. Amin. 😍

Tentang Ibu (1)

Ada yang berubah dari Ibu.  Perubahan yang membahagiakan. Kerinduannya yang terobati pada tanah suci, Kabah, dan makam Rasulullah telah membuat Ibu kembali seperti tahun-tahun sebelum 2016.  Ibu kembali sehat. Lahir dan batin. Setelah hampir tiga minggu Ibu bersama kami, baru malam lusa kemarin saya lama bercengkerama di kamar beliau. Izzati belum mengantuk.  Jadi sengaja saya membawa cucu bungsunya itu bermain-main di tempat tidur beliau.  Sambil bermain dengan Izzati, saya bertanya tentang banyak hal mengenai kepergiannya ke tanah suci di awal 2017 kemarin. Ibu begitu bersemangat menceritakan pengalamannya.  Posisinya yang semula duduk, berganti menjadi berdiri.  Tangannya bergerak lincah memperjelas berbagai kegiatan yang dilakukannya di sana. Matanya berbinar-binar. Air mukanya berseri-seri. Tak terbayangkan skala kebahagiaan yang melingkupi hatinya ketika menjejaki Baitullah. Ibu kami memang sudah lama sekali ingin ke Kabah. Semasa almarhum Bapak...