Skip to main content

Apa pun Namanya

Entah tawakal atau bodoh namanya, namun kami masih mencoba untuk menyematkan sejuta harap pada Sang Khalik agar ia bisa bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.

Entah cinta buta atau kasih sayang yang memang sdh ditakdirkan-Nya hadir di hati kami 50 ribu tahun sebelum kami dan ia tercipta, apapun namanya itu, kami selalu berdoa untuk segala kebaikannya.

Entah apa yang harus dikatakan sebagai bentuk syukur, apapun itu, kesejukan mengalir di dada ketika ia mengikuti sang qori melantunkan 40 ayat An-Naba, 46 ayat An-Nazi'at, dan 42 ayat Abasa. I just swallowed my tears. All the nights many years ago, when he recited the verses again and again and I checked them all with the Holy Quran in my arms flashbacked in a second. We did it every night. He was just a little boy. Then, how to erase all those beautiful nights?

Menjelang mahgrib, kami pandangi punggungnya yg melaju. Ia bahagia? Pasti. Kami? Masih berdoa dan akan selalu begitu.

Pada Al-Wakil, Sang Maha Pemelihara, ia kami percayakan. Kami percaya pada kemujiban-Nya. Aamiin.

Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

The Women with Beatific Smiles

My world was filled with thousand of rainbows' colors when I saw those beatific smiles that night. I learn much from these women.