Skip to main content

Yes! I passed up the opportunity!

Nilai TOEFL yang tinggi tidak serta merta membuat saya dengan mudah memutuskan untuk mengirimkan sertifikat ke narahubung sekretariat kabinet yang melayangkan surat pemberitahuan lowongan diklat penerjemahan di Australia. Jangan ditanya berapa kali saya memandang sertifikat toefl saya itu dengan nanar. Jangan ditanya berapa kali sahabat saya, Lukman, mengingatkan saya untuk segera memfaksimilikan sertifikat tsb. Jangan ditanya berapa kali pula ia memberitahukan saya tanggal yg makin mendekati batas waktu pengiriman berkas. Ya, hari ini. 16 Januari 2017.  Pada akhirnya, I made up my mind. I chose to pass up this opportunity. 😅

Jangan ditanya apa yg akan berkecamuk di hati saya jika saya paksakan diri mengirimkan berkas itu.  Jika lolos, sejauh itu saya pergi, sementara bayi saya masih berhak atas ASI-nya. Bukan tentang tega dan tidak tega. Namun, ini tentang betapa egoisnya saya jika itu terjadi.

Betul, ibu saya mengatakan "pergilah! Izzati bisa sama mama. Toh dia sdh enam bulan, jika nanti lolos, Juni ini sdh akan setahun."

Betul, ibu saya sangat mendukung saya. Ibu saya paham betul kaki saya yg gatalan, yg tidak betah berlama-lama di rumah, dan pantang menyerah sebelum saya dapatkan apa yg menjadi keinginan saya. Beliau tahu saya luar dan dalam. Namun, entah ibu saya tahu atau tidak bahwa saya sungguh tidak ingin menyusahkannya dng beban mengurus anak-anak saya. Masa tuanya harus bahagia, harus bisa dihabiskannya sebanyak mungkin dengan hal-hal yg menyenangkan hati dan tidak membuatnya lelah. Cukuplah ya ibu saya lelah merawat saya dan adik-adik saya. Durhaka sekali rasanya jika masih harus membuat tidur malamnya terganggu dng tangisan Izzati yg harus dibuatkan susu. Ah, manalah saya tega!

Jangan ditanya menyesal, masygul, atau berkecil hati kah saya dng keputusan untuk tidak mengambil kesempatan emas guna menuntut ilmu singkat (baca:short course) di negeri kangguru itu? Apalagi suami sdh mengokekan utk menanggung biaya pulang pergi Jambi-Australia senyampang PPSDK pada akhirnya tidak bisa mengucurkan dana utk tiket pp short course tsb. Menyesalkah?

Tentu tidak! 😎

Sama anak sendiri kok hitung-hitungan. Pun begitu, ehm....saya masih tetap semangat kok mengejar kemungkinan lain. Misalnya? S3? Aamiiiinnnn. Ke eropa lagi tapinya. Aamiiin. Boyong semuanya tapinya loh yaaa....suami dan anak-anak. Bisakah? Aamiinnn.

Marilah doakan saya! Kita berdoa dan sementara didoakan, saya akan kembali berlatih IELTS lagi tentunya! 😨😩📚📑

Ganbatte 💪

Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

The Women with Beatific Smiles

My world was filled with thousand of rainbows' colors when I saw those beatific smiles that night. I learn much from these women.