Skip to main content

Hola 2017



Sudah 2017 aja yaaa....sudah 37 tahun saja sayanyaaa.....😆..!
Tiga tahun lagi bakal empat puluh deh. 😟

Pertanyaannya menjelang tahun 2019 a.k.a 40 tahun adalah...
1. Takut tua? Hmmm....takut ga ya? Sedikit siihh....hihihi....
2. Takut suami bakal cari yang lebih muda dan bohay seperti suami temannya teman saya itu kah 
(psst...padahal menurut teman saya itu, istri suami temannya teman saya itu (ribet ya..) cantik, gaul, beranak 3, dan langsing 😧 )? Hmmm....entahlah! Karena sayanya juga mau ngecilin body masih susah bin payah ini, masih nyetor ASI buat si Izzati saya tercinta sih. #alasan!  Jadi jawaban pertanyaan kedua tadi itu adalah takut-takut entahlah. 😅
3. Takut anak-anak nantinya makin besar makin susah buat diajak jalan bareng? Tentu tidak karena mereka, yang notabene sama seperti saya saat ini, toh pada akhirnya akan memiliki keluarga dan kehidupan sendiri. 
4. Takut ga bisa lanjutin sekolah ke negara empat musim (lagi)? Iya..😜
5. Takut ini dan itu banyak lagi sebenarnya...

Namun, yang paling saya takutkan adalah nomor antrian kembali dari Sang Khalik yang makin pendek.  Bekal pulang saya apa sih? Belum ada! Belum adaaa...😭! Itu yang bikin saya terus-terang aja jadi ngeri-ngeri berat.  Tapi kok ya sayanya ini masih suka ngeyel juga. Bukan main khusyuk ibadahnya kalo ada maunya saja. Beneran.  Makanya kadang suka hopeless sendiri pas dapat kabar duka tentang berpulangnya rekan atau kerabat.  Apalagi yang perginya mendadak, tanpa sakit gitu. Hadeehh...saya benar-benar gagu jadinya.  Berasa giliran saya besok atau lusa dan saya masih saja minus bekal.

Wis lah...pokoknya mari berdoa kita semua....semoga di tahun ini, 2017 ini, yang baru saja memasuki minggu keduanya, bisa membawa perubahan yang signifikan untuk saya dan kamu.  Kita.  Untuk siapa saja lah yang membaca blog saya saat ini.

Karena ternyata life's so short!




Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

Witir Si Sulung

Malam Kamis kemarin, anak bujang kecil saya melakukan sesuatu yang membesarkan hati saya, ibunya. Saya seketika merasa teramat mujur. Malam itu seperti malam-malam yang lain. Pukul delapan adalah waktu tidurnya. Waktunya kami berbaring. Waktu yang selalu ia gunakan memeluk saya erat-erat. Waktunya saya tak putus-putus menciumi wajah dan kepalanya. Waktu saat saya membacakan kisah-kisah teladan Muhammad dan sahabat-sahabat beliau sebelum akhirnya ia lelap. Kami sudah di tempat tidur, berpelukan, saat ia sekonyong-konyong duduk dan bergerak turun.  "Hamzah mau ambil wudu dulu..." "O, iya...Bilal selalu melakukan itukan, ya..."ujar saya. Saya buntuti ia ke kamar mandi. Saya perhatikan dengan saksama ia membasuh wajah, tangan, kepala, telinga, dan kakinya.  Ia tersenyum.  "Witir tiga rakaat boleh, Bun?"tanyanya. Saya termangu. Ia bingung. Mengapa ibunya mendadak hening? "Bun..."panggilnya sambil menempelkan kepalanya di