Skip to main content

Cerita Hujan



Pulang dalam lebat hujan untuk saya bukan sesuatu yang menyenangkan.  Saya mencintai hujan hanya dulu, ketika masih kecil, kalau sekarang saya hanya suka menikmati hujan dari balik kaca jendela kamar saja.  Kecuali yang satu ini, aroma tanah pada hujan pertama, naaah....ini yang masih awet sampai sekarang.

Bicara tentang hujan.  Kembali ke kalimat awal saya di atas.  Pulang dalam lebatnya hujan itu, walaupun saya terlindungi dari basah karena berada di dalam mobil, bukanlah sesuatu yang saya sukai. 

Alasannya?

Karena di dalam hujan itu, mata saya yang suka melihat apa saja diluar sana akan menemui beberapa hal yang membuat hati saya nyeri.

Pertama, seperti minggu lalu, saya melihat penjual tekwan di jalan mendaki menarik gerobak tekwannya dengan bersusah payah, melawan licinnya aspal akibat air yang mengalir cepat diatasnya, topi petnya basah, badannya ditutupinya dengan plastik transparan hingga lutut.  Berulang kali kepalanya digerakkannya dengan cepat ke kanan dan ke kiri untuk membuang air hujan yang menerpa wajahnya.  Tidak mungkin digunakannya tangannya karena gerobaknya pasti akan meluncur turun dan seluruh isinya bisa saja terbuang percuma.  Apa yang saya bayangkan? Tidak lain dan tidak bukan adalah kegalauan yang mungkin sedang berkecamuk di kepalanya.  "Adakah pembeli tekwanku?".

Kedua, hal yang sama yang juga terjadi pada penjual kembang tahu yang sudah saya hafal romannya.  Dua tempat kembang tahu yang diletakkannya dengan bantuan kayu panjang di atas bahu kanannya.  Jika penjual tekwan tadi berjalan cepat menarik gerobaknya, bapak si kembang tahu ini seperti menikmati hujan dengan sepenuh hatinya.  Atau pasrah? Entahlah!  Tidak juga seperti penjual tekwan itu, ia tidak melindungi badan tipisnya dengan apapun dari derasnya hujan.  Lelaki itu basah, berjalan tertunduk dengan dua bakul kembang tahu yang pasti mendingin.  Apa yang saya rasakan? Tidak lain dan tidak bukan adalah kekurangajaran saya akan nikmat Allah yang terkadang masih suka saya abaikan.

Itu dua diantara sekian banyak hal yang saya tidak sukai dalam derasnya hujan. 

Jika sudah begitu, ketika tiba di rumah dan suami menyalakan televisi, lalu terdengar pembaca berita mengabarkan akan dibuatnya kereta api cepat bernilai 5 milyar USD, maka saya akan langsung misuh-misuh sendiri sambil mengerjakan apa saja yang masih belum beres di rumah ketika saya tinggalkan pagi tadi.  5 milyar USD itu pasti bisa membantu banyak keluarga penjual tekwan dan penjual kembang tahu yang tadi saya lihat dengan penuh sabar berjalan dalam hujan.

Comments

Popular posts from this blog

Hills Like White Elephants

Ernest Hemingway The hills across the valley of the Ebro were long and white. On this siode there was no shade and no trees and the station was between two lines of rails in the sun. Close against the side of the station there was the warm shadow of the building and a curtain, made of strings of bamboo beads, hung across the open door into the bar, to keep out flies. The American and the girl with him sat at a table in the shade, outside the building. It was very hot and the express from Barcelona would come in forty minutes. It stopped at this junction for two minutes and went to Madrid. 'What should we drink?' the girl asked. She had taken off her hat and put it on the table. 'It's pretty hot,' the man said. 'Let's drink beer.' 'Dos cervezas,' the man said into the curtain. 'Big ones?' a woman asked from the doorway. 'Yes. Two big ones.' The woman brought two glasses of beer and two felt pads. She put the felt pads a

MiSo Bening

Ingin berkeringat pagi-pagi? Ayo ikut ke warung Soto Mie Bening di depan Kantor Gerindra, tak begitu jauh dari POM bensin depan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Hanya selemparan batu saja jauhnya dari sana. Dijamin akan berkeringat ketika menyantap soto dengan aroma rempah yang berpadu dengan paru goreng setengah kering, disiramkan ke dalam mangkok dengan mie kuning dan putih di dalamnya. Apa yang spesial dari soto mie ini? Sekilas memang biasa saja. Tetapi tak mudah untuk mencari tempat makan yang menjual soto mie bening seperti ini. Dari segi rasa pun teruji. Segar. Rempahnya terasa. Mie kuning basah, mie putih, sejumput tauge, irisan paru setengah kering, daun seledri, disiram kuah panas, dan taburan bawang goreng crispy. Suedap! Seringnya juga penikmat soto ini akan memasukkan bakwan, risol, tahu, atau tempe goreng yang juga dijual di warung tersebut ketika soto telah berkurang setengah porsi. Gorengan tadi akan di campur ke dalam kuah soto untuk disantap. Singkatn

The Chrysanthemums

John Steinbeck The high gray-flannel fog of winter closed off the Salinas Valley from the sky and from all the rest of the world. On every side it sat like a lid on the mountains and made of the great valley a closed pot. On the broad, level land floor the gang plows bit deep and left the black earth shining like metal where the shares had cut. On the foothill ranches across the Salinas 1~iver, the yellow stubble fields seemed to be bathed in pale cold sunshine, but there was no sunshine in the valley now in December. The thick willow scrub along the river flamed with sharp and positive yellow leaves. It was a time of quiet and of waiting. The air was cold and tender. A light wind blew up from the southwest so that the farmers were mildly hopeful of a good rain before long; but fog and rain did not go together. Across the river, on Henry Allen's foothill ranch there was little work to be done, for the hay was cut and stored and the orchards were plowed up to re