Skip to main content

Cantengan



Pernah mendengar kata paronychia? Agak canggih memang istilah itu.  Tetapi sebenarnya wujud nyatanya sih berupa infeksi kuku. Bahasa jawanya lebih dikenal dengan istilah cantengan.  Hebat ya bahasa Jawa, punya nama khusus buat infeksi kayak begini. Saya pastikan semua sudah pernah merasakan bagaimana tidak nyamannya senut-senut yang diakibatnya oleh cantengan ini.  Pengalamaan suami sendiri malah sampai parah dan harus dengan iklas merelakan kuku kaki jempolnya lepas hingga berganti dengan kuku baru.  Seram memang kalau sudah parah begitu.

Naah...ceritanya malam ini gantian anaknya (anak kita denk...hehe) yang kena cantengan.  Sebenarnya sudah dari beberapa hari yang lalu sih saya lihat.  Hanya saja karena si bujang keci itu belum mengeluhkan apapun..yo wis lah ya...emaknya juga santai saja.

Nah, malam ini, mulai lah si kecil menangis.  Cantengannya mulai berdenyut-denyut agaknya.  Tidak nyaman pasti.  Saya mencoba menelepon dua orang teman yang berprofesi sebagai dokter.  Ponsel mereka tidak diangkat.  Baiklah! teman saya yang satu memang suka susah kalau dihubungi.  Komunikasinya lancar kalau sudah di atas pukul sepuluh malam dan dr. Ade sedang di Bogor, mungkin ponselnya di dalam tas karena terakhir saya lihat di FB, dia sedang reunian dengan teman-temannya.  No problemo! Akhrinya saya tanya Mbah Google.  Ternyata mudah saja perawatan cantengan.  Bisa dilakukan di rumah dan tidak memerlukan obat apapun.  Modalnya hanya air hangat dan garam dapur.  Itu saja.

Saya coba. Rebus air, setelah hangat, pindahkan ke baskom dan berikan garam dapur secukupnya.  Bujuk si kecil untuk merendam kakinya di dalam air garam hangat tersebut dan taraaaaaa......setelah lima menit saya tanya..."Masih sakit, Nak?"

Dia menggeleng dan tersenyum maniiiisss sekali.  Lima menit berikutnya dia sudah bisa tertawa dan mengajak ayahnya bermain silat-silatan.  Luar biasa!

Nah, untuk ibu-ibu yang punya masalah atau nanti akan mengalami hal yang sama.  Silahkan deh dicoba.  Dijamin mangkus!

Selamat mencoba!


Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

The Women with Beatific Smiles

My world was filled with thousand of rainbows' colors when I saw those beatific smiles that night. I learn much from these women.