Skip to main content

Al Haudh


Bulan Ramadhan tahun ini terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.  Radio Salam Jambi  telah menjadi bagian dari keseharian kami (saya dan suami).  Saya yang selalu saja membesarkan niat dan masih belum juga menggerakkan kaki ke Masjid Ubay Bin Ka'ab untuk mendengarkan kajian-kajian rutin yang diberikan oleh para ustad-ustad muda dengan kedalaman ilmu yang mereka timba di Mekah atau Madinah, lumayan girang karena dapat mendengarkan secara rutin dakwah mereka melalui gelombang radio tersebut.

Seperti pagi ini, ketika mengantar Rio, pengetahuan saya tentang kecintaan Rasulullah kepada umatnya menjadi lebih dalam.  Tidak sekedar tahu bahwa Rasul itu peduli dan sangat mencintai umatnya saja tetapi juga didukung oleh dalil-dalil yang shahih yang dikumpulkan ulama dari berbagai sumber terpercaya.

Melalui suara tegasnya, ustad yang pagi tadi berdakwah mengatakan bahwa kelak ketika seluruh manusia dibangkitkan, maka Rasul akan menunggu kita di Al-Haudh atau telaga untuk bersama meminum air telaga tersebut. Tetapi ternyata tidak semua umatnya bisa berkumpul bersama beliau di Al-Haudh.  Ketika beliau memanggil setiap umatnya yang dikenalnya dari anggota tubuh yang bersinar akibat wudhu yang mereka lakukan di dunia, maka akan ada umat yang dipanggilnya tetapi kemudian ditolak oleh Allah SWT.  Lalu beliau bertanya apa yang menjadi penyebabnya? Ternyata umat yang tertolak untuk berkumpul bersamanya itu adalah umatnya yang ahli bid'ah.  Orang-orang yang beribadah tetapi melebih-lebihkan atau mengurangi tanpa dasar yang jelas dan menyimpang dari apa yang telah ditentukan dan dicontohkan Rasul sebagaimana yang dituliskan oleh sahabat-sahabatnya kemudian dirawikan oleh para perawi yang terjamin keshahihan sumber hadisnya.

Ada bagian yang membuat kami terharu, tidak biasanya. Suatu saat Rasul berjalan di dekat pemakaman.  Lalu beliau menghampiri makam-makam tersebut.  Beliau tatap makam-makam itu sambil berkata "Ya saudara-saudaraku, betapa aku rindu pada kalian.  Suatu saat pasti aku akan menyusul kalian dan kita akan bertemu".  Lalu para sahabat yang ada di belakang beliau bertanya mengapa Rasul menyebut saudara untuk jasad-jasad di dalam makan tersebut? Beliau menjawab bahwa sahabat adalah orang-orang yang bertemu dengannya saat ini, tetapi untuk umatnya yang tidak dapat ditemuinya sebelum atau sesudah hidupnya, ia namaka itu saudara.  Dan disana, disampaikannya keinginannya yang begitu kuat untuk bertemu dengan mereka. Pada bagian ini, jujur saja...saya malu sendiri.  Sebegitu sayangnya beliau kepada kita yang dipisahkan oleh rentang waktu yang sama sekali tidak pendek, sebegitu beliau peduli dengan pertemuan yang akan terjadi nanti dan berharap akan dapat berkumpul bersamanya, tetapi saya...berapa banyak saya meneladani kehidupan beliau bahkan hal-hal sederhana saja dalam keseharian saya? Banyaklah alpanya.

Terharu dan malu.  Semoga Allah memanjangkan usia kami.  Memberikan kesempatan untuk lebih mencintai Rasulnya melalui sikap dan perbuatan.  Aamiin.

(Latepost Monday, 6 July 2015)

Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

The Women with Beatific Smiles

My world was filled with thousand of rainbows' colors when I saw those beatific smiles that night. I learn much from these women.