Skip to main content

Ngangkot Plus Plus




Donat dulu deh....baru ngangkot lagi. Seterik apa juga tadi siang dan si kecil ini tetap oke aja naik angkot. Merakyat skali lah pokoknya si Hamzah ini.  Senangnya bukan main kalau sudah diajak ngangkot.  Semangatnya melebihi pejuang '45 jika angkot berhenti tepat di depan gang.  Sigap naik dan duduk manis di bangku panjang tapi dengan syarat kaca jendela yang dibelakangnya harus dibuka, biar ademan, angin bisa bebas masuk, sampai membuatnya terkantuk-kantuk dan belum setengah perjalanan sudah mimpi indah deeeh.  

Hari ini sama juga.  Di depan WTC sudah mulai matanya kriyepan, dah juga mulai hemat kata-kata, ga banyak tanya lagi.  Tetapi begitu bilang "Jadi kita beli donatnya?"....langsung dipaksakan segar lagi.  Walaupun donat dinikmati terakhir setelah menenteng pistolan dan umang-umang.  Yang penting hati senang karena dah bawa tiga umang-umang plus rumahnya tambah pula kenyang. Klop toch? 

Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

The Women with Beatific Smiles

My world was filled with thousand of rainbows' colors when I saw those beatific smiles that night. I learn much from these women.