Skip to main content

Tauco, Cuy

Tau Tauco dong..?? Kacang kedelai yang difermentasikan.  Jangan ngaku penggila kuliner kalau masih asing atau belum pernah mencoba bahan makanan yang menggunakan tauco sebagai bahan dasarnya.  Tauco bukan barang baru lagi buat saya.  Menurut saya setelah sekian banyak saya mencoba olahan yang sama di berbagai tempat, gulai tauco ibu saya adalah yang terlezat dan saking lezatnya saya sampai tidak punya nyali untuk mencoba membuatnya sendiri.  Saya sudah apatis duluan.  Berulang kali pengen coba, selalu urung.  Bahkan beberapa hari lalu, saya tercetus saja di depan suami, "masak tauco ah..." dan suami dengan 'sopan' bilang "ga usah.  Minta mama aja yang buat" sambil  nyengir.  Pastilah beliau sedang membayangkan tauco berkuah gurih dengan segala rupa sayuran dan udang yang terhidang dengan asap mengepul di meja panjang di rumah mertuanya yang notabene rumah orang tua saya.  Sakitnya itu benar-benar di dada, saudara-saudara.  Lalu setelah itu? Saya tidak terima donk dilecehkan begitu saja.  Beliau jual..saya beli...!!! #thanksbang!

Jum'at begitu dijemputnya dari kantor menjelang Jumatan, saya beli semua bahan-bahan untuk si gulai tauco perdana saya.  Sengaja tidak bilang apa-apa selama di dalam mobil.  Sengaja aja.  Biar 100% kejutanlah.  Kejutan dengan dua kemungkinan.  Berhasil atau gagal.  Gagal selezat yang dibuat ibu saya loh ya.  Pembanding tentunya harus yang jauh lebih baik dari kita kan...???

Begitu beliau pergi Jumatan.  Saya mulai semua.  Ga pake lama tapi maknyus hasilnya.  Daaann...hasilnyaaa...??? Hahay....saya lihat nasi dipiringnya setinggi gunung dan sembari bicara ditelfon...makannya semangat luar biasa.  Dan barusan juga, menjelang jam dua dinihari ini, ketika menikmati lagi nasi dengan gulai tauco saya sambil nonton Pompeii...si istri ini bertanya...

"Jadi, berapa nilai tauconya, Bang?"

Jawabannya....??

"Hmmmm......"mulutnya masih sibuk mengunyah tetapi tangannya mengacungkan jempolnya tinggi.  Setelah itu berkata...

"Mantap..!! Serius...ini mantap! Padahal ini pertama kali kan?"

Si istri mesem-mesem bahagia. Pompeii kok ya jadi seperti film india jadinya. 😛

Comments

Popular posts from this blog

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Witir Si Sulung

Malam Kamis kemarin, anak bujang kecil saya melakukan sesuatu yang membesarkan hati saya, ibunya. Saya seketika merasa teramat mujur. Malam itu seperti malam-malam yang lain. Pukul delapan adalah waktu tidurnya. Waktunya kami berbaring. Waktu yang selalu ia gunakan memeluk saya erat-erat. Waktunya saya tak putus-putus menciumi wajah dan kepalanya. Waktu saat saya membacakan kisah-kisah teladan Muhammad dan sahabat-sahabat beliau sebelum akhirnya ia lelap. Kami sudah di tempat tidur, berpelukan, saat ia sekonyong-konyong duduk dan bergerak turun.  "Hamzah mau ambil wudu dulu..." "O, iya...Bilal selalu melakukan itukan, ya..."ujar saya. Saya buntuti ia ke kamar mandi. Saya perhatikan dengan saksama ia membasuh wajah, tangan, kepala, telinga, dan kakinya.  Ia tersenyum.  "Witir tiga rakaat boleh, Bun?"tanyanya. Saya termangu. Ia bingung. Mengapa ibunya mendadak hening? "Bun..."panggilnya sambil menempelkan kepalanya di