Melihat kedua orang tua saya duduk di meja makan berdua saja, hanya berdua saja kemarin, menanti cucu-cucunya tiba....saya menjadi tercenung sendiri. Sampai kini tak hilang dari kepala saya.
Melihat ibu saya begitu sumringah menghitung hari yang tersisa menjelang genap bulan dimana beliau akan pensiun dan mengatur banyak rencana bersama suami dan cucu-cucu kecilnya, saya bahagia. Dan kembali ada tanya yang menggayut mesra di kepala saya. Tak jua bisa hilang hingga kini.
Melihat ayah saya bergegas mengejar anak saya yang akan pamitan pulang, mengejar pelukan dari tangan kecilnya, meminta ciuman pada pipi keriputnya. Saya sungguh bahagia. Terharu juga. Kembali, ada lagi tanya yang muncul dan lekat di kepala saya.
Melihat ayah saya membantu ibu saya menyisirkan rambutnya yang panjang. Saya bahagia. Tanda tanya itu kembali bertambah di kepala saya.
Melihat ayah dan ibu saya yang beranjak tua bersama dengan saling mengerti dan memahami kekurangan dan kelebihan masing-masing. Menjadi saksi bagaimana mereka berdua melakukan segala hal terbaik dengan menjadikan saya dan empat orang adik-adik saya sebagai prioritas utama.
Betapa saya sungguh bertanya sendiri.
Bisakah saya sebahagia mereka kelak? Menua bersama laki-laki yang meminang saya dua belas tahun yang lalu? Bisakah saya sebahagia mereka kelak? Melihat anak-anak kami berbahagia bersama keluarga mereka masing-masing? Bisakah saya sebahagia mereka kelak? Dimana kami selalu dihujani cinta, kasih, dan perhatian dari anak-anak dan cucu-cucu kami. Bisakah, Tuhan?
Comments
Post a Comment