Skip to main content

Ampia & Potato Cutter

Ampia.

Iya...ampia...alat pencetak mie buatan Italy! Hari ini ampia itu (kalau bisa juga skalian sama potato cutter) harus sudah ada di dapur saya saudara-saudara. 

Hamzah (dan emaknya) lagi doyan makan mie.  Walaupun si emaknya ini mengharamkan bumbu dan minyak mie instan dicampurkan ke dalam mie yang akan dikonsumsi Hamzah juga selalu membuang air rebusan mie yang  pertama dan selalu memasak mie telur untuk buah hati..namun tetap juga kan di belakang bungkus mie itu tertulis zat pewarna yang notabene kalau keseringan masuk ke perut Hamzah dan anak-anak pada umumnya bakal berdampak buruk bagi kesehatan.  

Jadi...demi si buah hati (Pance banget yak...) tak apalah luangkan waktu sebisa mungkin buat mie sendiri yang tentunya akan dijamin 1000% bebas dari 3P (pewarna, perasa, dan pengawet). Menurut karib saya yang doyan masak, buat mie itu keciiiil.  Yang besar itu (buat saya) adalah niatnya, mau atau tidak.  Menoleh ke belakang siihh...biasanya gampang beli alat-alat saja, buatnya pas diawal-awal, ujung-ujungnya tuh alat kalau tidak nangkring dengan manis di atas lemari di dapur, akan berimigrasi ke dapur ibunda tercinta. Walaupun ampianya belum ada, saya sudah berpikir untuk membuat mie hijau dengan memasukkan unsur bayam, sawi, dan sayuran lain.  Be creative lah pokoknya....!   Secara entah mengapa makin nambah umur Hamzah making tidak doyan sayuran padahal waktu bayi, waktu masih ngetim aja semua jenis sayuran okeh aja masuk ke mulutnya dan tandas.  Tapi memang waktu itu si kecil saya itu memang sedang tidak berdaya.  Hehehe...! Jalan dan ngomong aja belum bisa gimana mau protes coba.

Tentang potato cutter...alat masak satu ini pastinya akan lebih sering digunakan setelah ulekan.  Buat kentang sendiri di dapur tentunya akan lebih sehat ketimbang beli yang frozen di supermarket.  Lebih nikmat pula dimakan ma suami dan anak karena buatnya dengan cinta.  Ya toch?  

Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

The Women with Beatific Smiles

My world was filled with thousand of rainbows' colors when I saw those beatific smiles that night. I learn much from these women.