Skip to main content

Hamzah's Story: Pohon Hijaiyah dan Empat Huruf Pertama


Berterima kasihlah kepada Tante Non (begitu Tante Mega biasa dipanggil) karena atas informasinya bunda sukses menemukan media yang bagus (sangat bagus malah) untuk pengenalan awal  huruf-huruf hijaiyah buat Hamzah dua minggu yang lalu.  Sebelum membeli pohon itu di Mahabbatullah Anak Sholeh di sentra pertokoan yang menjual produk-produk Islami, siangnya Bunda dan Tante Non sudah hunting kartu-kartu hijaiyah di Gramedia, dapat sih...tapi menurut Tante Non kurang menarik untuk batita.  Ok then...she told me where to buy the tree.  Sorenya dapatlah pohon itu.  Pohon hijaiyah plus dua pedang-pedangan berlampu untuk Hamzah dan Abang Berry. 

Malamnya kita buka pembungkus pohon itu bersama...langsung di pajang di depan Hamzah dan Hamzah  antusias.  Kita duduk di depan pohon itu berdua usai ayah pamitan ke Ratu untuk memberikan penataran K13 yang padahal sebenarnya sedang dievaluasi oleh Pak Menteri yang baru....:).  Kelas malam kita dimulai. Bunda sebutkan empat huruf pertama, hanya sekali, lalu bunda minta Hamzah untuk mengulang apa yang bunda sebutkan.  Sukses.  Hanya terkendala pada tsa yang Hamzah lafalkan ta karena memang kecadelan Hamzah yang tentunya sangat bisa dimaklumi....2.7 tahun gitu lho.  Wajar lah ya....!  Kemudian, Bunda minta Hamzah sebutkan nama-nama huruf  yang akan Bunda tunjuk satu persatu  secara berurutan.  Bisa juga.  Alhamdulilah.....! Tapi Bundamu ini masih penasaran, Nak.  Bunda ambillah keempat huruf tersebut, lalu Bunda letakkan di lantai secara acak.  Tes dimulai...!  Bunda minta Hamzah mengambil huruf yang Bunda sebutkan.  Bunda mulai dari alif.  Oke....Hamzah bisa mengambilnya dan meletakkan pada pohon di deretan paling pertama.  Well done!  Lanjut ke huruf ta.  Bunda pikir Hamzah akan menempelnya di urutan kedua setelah alif....tetapi Bunda salah, Hamzah menempelkan huruf ta di urutan ke tiga.  Aaahhh....senangnya.  Berikutnya huruf ba dan tsa...dan semuanya Alhamdulilah diletakkan sesuai dengan tempatnya. Peluk cium berulang kali dan high-five plus teriakan bingo untuk Hamzah malam itu.  Sungguh tak sabar rasanya  Bunda menunggu ayahmu pulang, menyambutnya di pintu, menggandeng tangannya masuk ke rumah dan menceritakan tentang kelas hijaiyah singkat kita.

Sembari menikmati wajahmu yang pulas, Bundamu ini, Hamzah...seperti biasa...mulai lagi terharu.Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban.  Masih pantaskah Bunda menyangkal nikmat Tuhan atas Bunda, Nak?

#Semoga Allah SWT selalu membantu Ayah dan Bunda mendidik Hamzah dan Abang menjadi anak sholeh ya.... :)


Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

Witir Si Sulung

Malam Kamis kemarin, anak bujang kecil saya melakukan sesuatu yang membesarkan hati saya, ibunya. Saya seketika merasa teramat mujur. Malam itu seperti malam-malam yang lain. Pukul delapan adalah waktu tidurnya. Waktunya kami berbaring. Waktu yang selalu ia gunakan memeluk saya erat-erat. Waktunya saya tak putus-putus menciumi wajah dan kepalanya. Waktu saat saya membacakan kisah-kisah teladan Muhammad dan sahabat-sahabat beliau sebelum akhirnya ia lelap. Kami sudah di tempat tidur, berpelukan, saat ia sekonyong-konyong duduk dan bergerak turun.  "Hamzah mau ambil wudu dulu..." "O, iya...Bilal selalu melakukan itukan, ya..."ujar saya. Saya buntuti ia ke kamar mandi. Saya perhatikan dengan saksama ia membasuh wajah, tangan, kepala, telinga, dan kakinya.  Ia tersenyum.  "Witir tiga rakaat boleh, Bun?"tanyanya. Saya termangu. Ia bingung. Mengapa ibunya mendadak hening? "Bun..."panggilnya sambil menempelkan kepalanya di