Skip to main content

A self-reminder: Mengapa harus 'berhitung'?



"Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa menutupi (aib) saudaranya, maka Allah akan menutupi (aib) orang itu di dunia dan di akhirat.  Barangsiapa menyelesaikan masalah yang dihadapi saudaranya, maka Allah akan menyelesaikan suatu masalah di antara masalah-masalah yang dihadapinya saat hari kiamat.  Barangsiapa mencukupi hajat saudaranya, maka Allah akan mencukupi hajatnya." diriwayatkan oleh Ahmad (16511).

(artikelislami6.blogspot.com)
Dengan mengabaikan penjelasan pada catatan kaki mengenai hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad di atas bahwa hadist tersebut sahih namun ini isnad yang dhaif, saya yakin bahwasanya akan selalu ada reward untuk kita sebagai balasan dari setiap kemudahan dan kelapangan yang kita berikan pada siapa saja yang membutuhkan.  Segala bentuk kebaikan yang telah kita berikan kepada orang-orang yang membutuhkan tidak akan selalu berbalas dalam bentuk yang sama seperti yang kita berikan kepada mereka, tetapi Allah Maha Tahu yang kita butuhkan dan Ia akan memberikan balasan yang sesuai, dan bentuk balasan yang paling kecil yang tidak bersifat materi adalah ringannya hati usai memberi, tersimpulnya senyum sepanjang hari, lalu yang paling penting adalah seketika itu juga tanpa disadari kita bersyukur karena kita telah dilebihkan Allah SWT sehingga kita bisa menolong orang lain. 

Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

Witir Si Sulung

Malam Kamis kemarin, anak bujang kecil saya melakukan sesuatu yang membesarkan hati saya, ibunya. Saya seketika merasa teramat mujur. Malam itu seperti malam-malam yang lain. Pukul delapan adalah waktu tidurnya. Waktunya kami berbaring. Waktu yang selalu ia gunakan memeluk saya erat-erat. Waktunya saya tak putus-putus menciumi wajah dan kepalanya. Waktu saat saya membacakan kisah-kisah teladan Muhammad dan sahabat-sahabat beliau sebelum akhirnya ia lelap. Kami sudah di tempat tidur, berpelukan, saat ia sekonyong-konyong duduk dan bergerak turun.  "Hamzah mau ambil wudu dulu..." "O, iya...Bilal selalu melakukan itukan, ya..."ujar saya. Saya buntuti ia ke kamar mandi. Saya perhatikan dengan saksama ia membasuh wajah, tangan, kepala, telinga, dan kakinya.  Ia tersenyum.  "Witir tiga rakaat boleh, Bun?"tanyanya. Saya termangu. Ia bingung. Mengapa ibunya mendadak hening? "Bun..."panggilnya sambil menempelkan kepalanya di