Hari pertama puasa tahun ini, seraya menunggu waktu berbuka, ayah saya berkata bahwa meja makan kami terasa besar sekali. Beliau mengatakan itu sambil bertopang dagu. Mata tuanya memandang hidangan berbuka yang memang tidak sepenuh dulu. Dari delapan kursi yg ada, hanya setengahnya yang terisi. Sisanya tersusun di bawah rak buku kayu beliau.
Waktu memang berlari. Meja makan panjang coklat yg sengaja dipesan oleh ayah saya pada tahun pertama usia putra bungsunya tersebut jelas menyaksikan dengan bisu bagaimana kelima buah hatinya berlari berkejaran memperebutkan mainan, bagaimana serunya setiap makan malam seisi rumah yg penuh tawa dan canda. Percayalah, jika saja meja itu bisa bicara, ia akan mengisahkan banyak cerita yang terpatri abadi dalam setiap serat kayunya.
Ketika meja itu penuh dan ayah saya mencari tambahan kursi ekstra dengan suka cita beberapa hari yang lalu, saya perhatikan wajahnya seseksama yang saya bisa.
Ayah saya bahagia.
Comments
Post a Comment