Skip to main content

Si Penunggu


Jadi penunggu itu tidak selalu menakutkan lho.  Penunggu yang ini jangan samakan dengan penunggu astral yang bermukim dibawah pohon beringin, rumah kosong, gedung peninggalan Belanda, ambulan tua, atau kuburan keramat.  Penunggu ini tidak memerlukan asap dari pendupaan, kembang setaman, bunga melati, kemenyan, kopi pahit, kopi manis, teh pahit, teh manis, susu, dan dua batang lisong.  Penunggu ini tidak punya urusan dengan yang begituan.

Penunggu ini jauh lebih canggih karena yang ditunggunya adalah sebuah kabar berita dari berbagai acara, seperti seminar, kongres, diklat, lomba, dan gebyar yang mengusung topik apapun, yang membutuhkan peserta, juri, atau narasumber.  Lho? Topik 'apapun'? Hehe. Iya! Topik apapun! Kok bisa? Ya bisalah! Yang penting siapa yang paling sabar duduk manis menuggu apapun yang keluar dari mesin canggih bernama faksimili temuan seorang Scotland,  Alexander Bain,, maka dia lah penunggu yang beruntung itu.  Urusan topik adalah urusan yang tidak perlu diurus sama sekali. Peduli setan dengan topik, tema, pokok bahasan....yang penting pundi-pundi bisa terisi penuh bahkan kalau perlu luber kemana-mana.

Anda berminat jadi penunggu? Hubungi penunggu tetap ruang berfaksimili terdekat! Dan Anda akan beruntung karena Anda tidak hanya statis menunggu rezeki menghampiri Anda tetapi Anda telah bertindak sangat proaktif dalam menjemput peruntungan Anda.  Seperti peribahasa kita berkata 'siapa cepat dia dapat'.


Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

Witir Si Sulung

Malam Kamis kemarin, anak bujang kecil saya melakukan sesuatu yang membesarkan hati saya, ibunya. Saya seketika merasa teramat mujur. Malam itu seperti malam-malam yang lain. Pukul delapan adalah waktu tidurnya. Waktunya kami berbaring. Waktu yang selalu ia gunakan memeluk saya erat-erat. Waktunya saya tak putus-putus menciumi wajah dan kepalanya. Waktu saat saya membacakan kisah-kisah teladan Muhammad dan sahabat-sahabat beliau sebelum akhirnya ia lelap. Kami sudah di tempat tidur, berpelukan, saat ia sekonyong-konyong duduk dan bergerak turun.  "Hamzah mau ambil wudu dulu..." "O, iya...Bilal selalu melakukan itukan, ya..."ujar saya. Saya buntuti ia ke kamar mandi. Saya perhatikan dengan saksama ia membasuh wajah, tangan, kepala, telinga, dan kakinya.  Ia tersenyum.  "Witir tiga rakaat boleh, Bun?"tanyanya. Saya termangu. Ia bingung. Mengapa ibunya mendadak hening? "Bun..."panggilnya sambil menempelkan kepalanya di