Skip to main content

Menunggumu...



Entah saya yang terlalu praktis (sejauh masih di atas relnya) dalam segala hal atau memang serumit itu kah  urusan birokrasi sehingga saya amat sangat lelah luar biasa menunggu kepastian keluarnya selembar surat tugas belajar saya yang notabene seharusnya sudah dikirimkan kepada saya ketika saya masih belajar di Belanda.  Entahlah!  Yang pasti surat tugas itu  sangat menentukan status saya saat ini, apakah sebagai pengkaji kebahasaan atau  sebagai penerjemah seperti yang di SK-kan kepada saya yang mana SK itu sendiri belum saya terima karena terhalang oleh masalah status S2 saya yang belum diakui oleh induk instansi saya di pusat dengan alasan itu tadi…surat tugas saya belum ada.  

Saya yang polos, terlalu percaya dengan sederhananya prosedur yang harus dilalui untuk sebuah surat tugas lima tahun lalu, atau bagaimana? Yang pasti tahun yang lalu itu…(LIMA TAHUN LALU, teman-teman), ketika akan berangkat ke Negeri Tulip itu, saya sungguh tidak mengira bahwa akan berujung ketidakpastian seperti ini.  Sama seperti satu rekan saya yang juga melanjutkan studi S2-nya ke Belanda, saya mengikuti proses perizinan ke kantor dengan menggunakan berkas-berkas yang persis sama dengannya, untuk kemudian diproses dan dilanjutkan oleh pihak kepegawaian kantor saya ke pusat.  Saya sempat bertanya (tergelitik oleh sedikit keraguan saat itu) apakah saya perlu mengurus sendiri beberapa hal tentang perizinan study saya hingga ke pusat di Jakarta? Saat itu Kepala Kantor saya menidakkan.  Beliau dengan sangat pasti dan meyakinkan mengatakan bahwa semua akan diurus sendiri oleh rekan-rekan yang membidangi masalah kepegawaian hingga ke Jakarta.  Sounds great, bukan? Saya dan rekan saya yang saat itu dipertengahan masa studynya di Belanda sungguh merasa beruntung mengabdi di Kantor yang tidak mempersulit pegawainya.  Bekerja sesuai tupoksi dan memudahkan semua urusan sebagaimana mestinya.  Mengingat ada dua teman yang berangkat dari instansi yang sama di provinsi yang berbeda setelah saya pulang, mereka benar-benar harus berjuang untuk mengurus semuanya sendiri di Jakarta.  Lampung-Jakarta mungkin tidaklah seberapa tetapi Makassar-Jakarta? Hmmmm…..coba saja hitung sendiri semuanya!
Satu hal yang saya tidak mungkin tidak akan percaya bahwa apapun masalahnya pasti ada solusi.  Ada jalan keluar.  Apapun itu.  Serumit apapun masalah yang ada dan selama apapun masalah itu telah dipendam.  Seperti sebuah terowongan, pastilah ada sinar menuju jalan keluar di ujungnya, kalaupun seumpama terowongan  itu masih buntu, tetap harus ada alat yang membuatnya menjadi berujung, kan?  Termasuk juga masalah surat tugas belajar saya ini.
 
Jadi…seperti yang dikatakan oleh kepala kantor saya yang terhormat, mungkin saya akan tetap menunggu sambil terus berusaha untuk membuat surat tugas saya itu bergerak pasti ke tangan saya.  

Semangat...!!! 

Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

The Women with Beatific Smiles

My world was filled with thousand of rainbows' colors when I saw those beatific smiles that night. I learn much from these women.