Skip to main content

Cerita Perempuan: Rendezvous Flamboyan



Sore kesekian.  Pada suatu pancaroba menjelang musim basah.  Ketika nafasnya beraroma bunga flamboyan. 

"Mas Ardika akan segera menjadi seorang ahli geotermal.  Kami akan menghadiri wisudanya dua bulan lagi.  Anakku itu gagah sekarang." suaranya tenang.  Tangannya konstan bergerak membersihkan guguran bunga-bunga yang basah.

"Titip salam untuk Om Dimas katanya.  Wajahmu abadi di kepalanya, Mas." senyumnya mengembang.  Ada kelumitan masa lalu yang bergerak lambat dimainkan waktu di depan matanya.
 
Kenangan yang jauh berjarak darinya sekarang, tetapi begitu dinikmatinya, walaupun dulu hampir tidak ada satu pun orang-orang yang mengerti dengan apa yang mereka jalani, rasai, dan nikmati.  Hanya mereka berdua yang mengerti bingkai bernama apa yang akan mereka pasangkan pada kisah yang mereka jalani saat itu.

"Mas Arya telah menetap.  Tidak lagi wara-wiri seperti dulu. Kami bahagia."entah apa  kumpulan bunga flamboyan pastel itu dapat menangkap lirih pada kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya. 

Nafas beraroma flamboyan yang dihirupnya mulai terasa lembab.  Tidak ada lagi guguran bunga-bunga basah di depan tempatnya bersimpuh. Rinai memaksanya bangkit.  Meninggalkan sebuah nama pada hitamnya nisan granit yang telah diusapnya dengan telapak tangannya sendiri.

Pada langkah ke tujuh, ia menoleh, Oktober depan di tempat rendezvous ini ia akan kembali.  Ketika delonix regia mekar.

Comments

Popular posts from this blog

Dagangan Perdana

Ini sebenarnya postingan yang seharusnya diunggah 17 Januari. Unggahan tentang keberhasilannya menjalankan bakat kisprenerushipnya. "Sayang....gimana spagetinya?" "Alhamdulillah laris manis, Bun!" "Alhamdulillah...." "Trus,spageti untuk Bu Alha gimana?" "Maaf, Bun...untuk Bu Alha dibeli sama kawan Hamzah!" "Ooo...gitu...." "Iya! Bun...uang Hamzah banyak. 24 ribu. Tapi Hamzah pusing pas kawan-kawan rebutan." Bahagianya tak terkatakan. Ibunya lebih bahagia lagi. Pagi-pagi menyiapkan semua bahan untuk jualan perdananya. Anak lanang itu sendiri yang ingin mencoba berdagang. Beberapa hari kemarin bolak-balik bertanya apa kira-kira yang pas untuk dijualnya kepada teman-teman sekelasnya. Minuman atau makanan? "Jualan spageti aja gimana, Bun? Hamzah suka kesal soalnya tiap bawa spageti ke sekolah, teman-teman suka minta. Hamzah jadi dapatnya sedikit." Dari rasa kesalnya itulah ide ...

Senin, 13 Juni 2016; 22.14 WIB

Alhamdulillah sudah ditamatkannya Iqra 1 semalam di bilangan usianya yg baru 4 tahun 3 bulan 11 hari.  Sudah dengan lancar dibacanya seluruh deretan huruf Hijaiyah dengan susunan runut, acak, maupun dr belakang. Bukan hal yg istimewa utk Musa sang Qori dari Bangka Belitung mungkin, tetapi ini menjadi berkah luar biasa untuk kami. Semoga Allah selalu memudahkanmu untuk menyerap ilmu-ilmu Islam berdasarkan Quran dan teladan Rasulullah ya, Nak. Semoga ilmu-ilmu itu nanti senantiasa menjadi suluh yg menerangi setiap langkahmu dlm menjalani kehidupan ke depan dengan atau tanpa ayah bunda. Semoga juga ilmu itu tak hanya menjadikanmu kaya sendiri, tetapi membuat orang-orang disekelilingmu pun merasakan manfaatnya karena ilmu yg bermanfaat itu adalah ilmu yg bisa diberikan dan bermanfaat bagi orang lain di luar dirimu. Allah Maha Mendengar. Dengan doa dan pinta Bunda, Allah pasti akan mengabulkannya. Amin. 😍

Tentang Ibu (1)

Ada yang berubah dari Ibu.  Perubahan yang membahagiakan. Kerinduannya yang terobati pada tanah suci, Kabah, dan makam Rasulullah telah membuat Ibu kembali seperti tahun-tahun sebelum 2016.  Ibu kembali sehat. Lahir dan batin. Setelah hampir tiga minggu Ibu bersama kami, baru malam lusa kemarin saya lama bercengkerama di kamar beliau. Izzati belum mengantuk.  Jadi sengaja saya membawa cucu bungsunya itu bermain-main di tempat tidur beliau.  Sambil bermain dengan Izzati, saya bertanya tentang banyak hal mengenai kepergiannya ke tanah suci di awal 2017 kemarin. Ibu begitu bersemangat menceritakan pengalamannya.  Posisinya yang semula duduk, berganti menjadi berdiri.  Tangannya bergerak lincah memperjelas berbagai kegiatan yang dilakukannya di sana. Matanya berbinar-binar. Air mukanya berseri-seri. Tak terbayangkan skala kebahagiaan yang melingkupi hatinya ketika menjejaki Baitullah. Ibu kami memang sudah lama sekali ingin ke Kabah. Semasa almarhum Bapak...