Skip to main content

Cerita Perempuan: Foto-Foto di Le Bistro



Ia datang, seperti biasa, dengan ketegasan yang kemayu.  Berjalan mendekat diiringi alunan lawas Brassens.  Blazer jingga gelap, pasmina wol kasmir, bucket bag, dan sepatu mid heel berwarna beige.  Senyumnya seperti aroma parfum mahal perancis yang dipajang di pertokoan lux Champs de Élysées, membuat seluruh kepala di Le Bistro ini menoleh untuk menghirup wanginya.  Sebuah pelukan dan ciuman di pipi kanan kiri, seperti biasa juga, menjadi awal makan malam kami yang panjang.

"Nih....baca!"sebuah tulisan dalam tanda petik pada sebuah kertas memo merah jambu diangsurkannya ke depanku.

Jika cinta bisa membuat seorang perempuan setia pada satu lelaki,
 kenapa cinta tidak bisa membuat lelaki bertahan pada satu perempuan?

"Wanita muda, cantik, sholehah.  Kamu bisa lihat aura wajahnya, pakaiannya, dan senyumnya."kali ini sebuah foto ukuran kartu pos dengan efek sephia maju mendekati gelas air mineralku. Wanita cantik bermata sipit.

"Ibu dari dua putra dan satu putri.  Ibu rumah tangga, pernah bekerja sebelum menikah dan tiga bulan pertama setelah anak pertamanya lahir, tetapi setelah itu diputuskannya untuk berhenti karena tidak tega menyerahkan pengasuhan anaknya pada orang lain disaat harus bekerja." kembali sebuah foto diperlihatkannya.  Tiga bocah lucu menggemaskan.

"Wanita yang cerdas.  Sangat cerdas.  Kalau tidak cerdas, tidak mungkin dia bisa menjadi satu dari sekian orang penting di perusahaan multinasional yang dibangun oleh Thomas Alva Edison.  Lalu......"

Sebuah foto dengan ukuran agak sedikit lebih besar dipampangnya di depan mataku.  Seorang laki-laki usia matang, berkacamata frameless, dan berwajah teduh.

"Laki-laki ini tidak akan tega membunuh seekor nyamuk pun."ujarku ringkas.  

Ia membetulkan ujung pasminanya sesaat.  Mengambil semua foto yang telah diperlihatkannya kepadaku, hembusan nafasnya terdengar berat.  Disimpannya semua di dalam agenda Dupontnya sebelum lenyap di dalam bucket bag beigenya.  

Ekspresi wajahnya berganti. Jauh dari ceria seperti tadi ketika mengisahkan kesedihan klien cantiknya yang berbalut hijab hijau pupus di foto itu.

"Inferioritas seperti apa yang dijadikannya alasan untuk mendua ketika wanita itu bersedia mengganti keyakinannya demi hidup bersama dalam ikatan perkawinan yang sah di sini."

Steak au poivre vert itu digesernya menjauh dari depannya.  Laparnya lenyap.

Ketika pesan singkat masuk ke telfon genggamku, matanya sedikit lebih terang.  Senyumnya timbul.  

"Pulanglah.  Suami dan anak-anakmu menunggu." 

"Ke rumahku saja, bagaimana? Selalu ada kamar untukmu."

Tangannya mengibas di udara.  Senyumnya lebih mengembang.  Tidak dibuat-buat.

"Terima kasih. Aku akan baik-baik saja."

Seperti di awal tadi.  Selalu ada sebuah pelukan dan ciuman di pipi kiri kanan.  Tetapi kali ini, entah untuk yang keberapa kali, aku kembali berbisik di telinganya....

"Masih ada laki-laki baik untukmu, Rita!"

Comments

Popular posts from this blog

Hamzah di 1 Ramadan 1440

Ramadan hari pertama, Hamzah alhamdulillah dapat selesai sampai akhir. Tidak terhitung berapa kali ia menanyakan waktu berbuka. "Masih lama ya, Bun?", "Hamzah haus sekali. Gimana nih?", "Berapa jam lagi bukanya?", "Hamzah rasanya mau minum...", dan lain sebagainya.  Dengan es krim sebagai hadiah jika puasanya dapat bertahan sampai magrib, anak saleh kami itu pun kuat juga akhirnya.  Tahun lalu ia berpuasa hingga tiga hari di awal Ramadan kalau saya tidak salah. Tahun ini semoga ia bisa berpuasa hingga Ramadan usai. Kami ingin ia dapat memaknai setiap haus dan lapar yang dirasakannya dari pagi hingga menjelang matahari tergelincir di lengkung langit. Kami ingin ia dalam sebulan ini mencoba menjadi anak-anak yang tak seberuntung dirinya. Kami ingin Hamzah selalu ingat bahwa Allah telah memberikannya banyak nikmat. Kenikmatan yang tidak semua anak bisa merasakannya. Kami ingin ia bertumbuh dengan kemampuan berempati terhadap berbagai kes...

Dagangan Perdana

Ini sebenarnya postingan yang seharusnya diunggah 17 Januari. Unggahan tentang keberhasilannya menjalankan bakat kisprenerushipnya. "Sayang....gimana spagetinya?" "Alhamdulillah laris manis, Bun!" "Alhamdulillah...." "Trus,spageti untuk Bu Alha gimana?" "Maaf, Bun...untuk Bu Alha dibeli sama kawan Hamzah!" "Ooo...gitu...." "Iya! Bun...uang Hamzah banyak. 24 ribu. Tapi Hamzah pusing pas kawan-kawan rebutan." Bahagianya tak terkatakan. Ibunya lebih bahagia lagi. Pagi-pagi menyiapkan semua bahan untuk jualan perdananya. Anak lanang itu sendiri yang ingin mencoba berdagang. Beberapa hari kemarin bolak-balik bertanya apa kira-kira yang pas untuk dijualnya kepada teman-teman sekelasnya. Minuman atau makanan? "Jualan spageti aja gimana, Bun? Hamzah suka kesal soalnya tiap bawa spageti ke sekolah, teman-teman suka minta. Hamzah jadi dapatnya sedikit." Dari rasa kesalnya itulah ide ...

Jakarta (Cubing Method)

This is a kind of writing that we had to make today.  Shane just wanted to introduce us how to write a topic by using cubing method.  So, here is the result of mine.  I tried to describe the topic in a letter for my friend.  Let's read! Dear Wahyu,            Hi, how are you? Hopefully you are well.  Let me tell you about everything I have felt since the first time I came to Jakarta 2 months ago.           Perhaps everybody will say that I am a fool being not comfortable live in Jakarta.  But that is true.  I have to fight here.  You wanna know why? First, it's hard to find fresh air to breath to breath out of the building.  All that come to my lungs is just smoke of cars, buses, motorcycles, and bajai.  Second, I have to prepare coins everywhere I go because there will be many unlucky people who show their suffered faces and hope money from my pocket.  Then? Okay...I give some to them.  Third, I cannot see many trees and flowers which grow by themselves, or birds flying at...