Skip to main content

See you, Alfitja...

(Catatan kecil yang  belum sempat dipostkan....tentang melepas Alfi dari jauh)



Entah saya yang terlalu melankolis atau bawaan hormonal sebagai dampak hamil tua? Yang jelas ketika Alfi mengirimkan pesan singkat kemarin pagi untuk berpamitan terbang ke Canada menyusul suaminya,  lama saya tatap deretan huruf-huruf di layar telfon genggam saya.  Sedih sendiri.

“Mbak Ilsa, aku pamit ya. Hari ini aku berangkat.  Salam untuk keluargamu tercinta, Abang dan Rio.  Mohon doa restunya.

Apa yang terbayang di ruang mataku saat itu adalah ketika hampir dua tahun yang lalu Alfi mengantar keberangkatan kami kembali ke Indonesia bersama Gleb yang saat itu masih menjadi pacarnya.  Mereka pasangan yang ideal.  Sama-sama baik.  Sama-sama ramah, humble, dan tak berat tangan.  Buat mereka, persahabatan adalah ketulusan.

Ada yang bertanya di statusnya Alfi, “For good kah, Fi?”.  Alfi mengiyakan.  Aahh…sedihku bertambah.  Sedih karena itu berarti Alfi menjadi tidak mudah lagi untuk bisa ditemui suatu saat nanti jika ada waktu ke Pulau Jawa.  Begitu juga sebaliknya.

Pukul enam sore kemarin, saya lihat jam dinding sambil tersenyum.  Tentunya dokter muda itu akan bersiap-siap terbang.  Tiada apa yang bisa disertakan dalam keberangkatanmu selain doa untuk kesuksesan yang semoga selalu menyertai cinta dan mimpi yang telah kau genggam, Fi. 

See you, Alfi.

Hugs dari sahabat-sahabatmu yang ‘gila’.

Comments

Popular posts from this blog

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Witir Si Sulung

Malam Kamis kemarin, anak bujang kecil saya melakukan sesuatu yang membesarkan hati saya, ibunya. Saya seketika merasa teramat mujur. Malam itu seperti malam-malam yang lain. Pukul delapan adalah waktu tidurnya. Waktunya kami berbaring. Waktu yang selalu ia gunakan memeluk saya erat-erat. Waktunya saya tak putus-putus menciumi wajah dan kepalanya. Waktu saat saya membacakan kisah-kisah teladan Muhammad dan sahabat-sahabat beliau sebelum akhirnya ia lelap. Kami sudah di tempat tidur, berpelukan, saat ia sekonyong-konyong duduk dan bergerak turun.  "Hamzah mau ambil wudu dulu..." "O, iya...Bilal selalu melakukan itukan, ya..."ujar saya. Saya buntuti ia ke kamar mandi. Saya perhatikan dengan saksama ia membasuh wajah, tangan, kepala, telinga, dan kakinya.  Ia tersenyum.  "Witir tiga rakaat boleh, Bun?"tanyanya. Saya termangu. Ia bingung. Mengapa ibunya mendadak hening? "Bun..."panggilnya sambil menempelkan kepalanya di