Skip to main content

Kawinan

Buka dulu topengku!

Yup! Setelah seharian bermake-up, berpartisipasi dengan senang hati menjadi panitia dalam hajatan tetangga sebelah rumah, akhirnya menjelang setengah enam sore bisa bernafas lega karena pakaian dan segala segala pernak-pernik wajib perlengkapan pakaian kawinan sudah bisa dicopot semua dan lebih luega lagi ketika bisa berlama-lama menikmati sejuknya air dibawah shower.  Abis mandi, leyehan sebentar sambil ngobrol sama bunda tercinta, menginfokan bahwa hamzah sudah bisa diantar pulang sama om-omnya di sana, tetapi berhubung si ndut itu barusan tidur jadinya belum bisa diantar segera, trus buka laptop deh sambil nge-luwak alias ngopi! Rasanya bener-bener nikmaaat.

Berbicara soal kepanitiaan kawinan, ini kali yang kedua ikut dalam kepanitiaan tetangga yang punya hajatan kawinan.  Sudah lebih bisa luwes dari kepanitiaan yang pertama di Januari lalu, walaupun masih tetap belum bisa mengetahui semua nama-nama ibu-ibunya.  At least, wajah-wajah mereka sudah di dalam kepala.  Jadi ketika bertemu saat berbelanja di warung sudah bisa lebih akrab lagi. 

Berbicara juga tentang pasangan yang baru saja menjalani jam-jam pertama perkawinan mereka, saya sungguh-sungguh berdoa semoga perkawinan mereka bisa langgeng dalam sebuah keluarga yang sakinah mawaddah warohmah.  Bahagia selamanya.  Selamanya!

Sambil menerima tamu, menyalami mereka satu-persatu, mempersilahkan tetamu untuk menikmati hidangan yang tentunya menggiurkan (secara yang punya hajatan adalah pemilik rumah makan padang sekaligus pengusaha cateringan), sesekali juga memberikan piring-piring kepada mereka, saya (seperti biasanya) tetap mengamati hal-hal yang mungkin kecil dan luput dari pengamatan orang lain, tetapi justru yang kecil-kecil itu bikin saya terkaget-kaget bombay.  Bahkan beberapa diantara membuat jidat saya berlipat karena keheranan, alis pun ikutan meruncing membentuk huruf V ke arah hidung.  Kok bisa? Ya bisalah... ketika saya melihat:

1.  Seorang ibu yang juga tergabung dikepanitiaan (tetapi saya sebelumnya belum pernah melihatnya di rapat kepanitiaan atau dimanapun) dengan tidak santunnya meminta salah petugas catering, yang basah dengan keringat karena wara-wiri saking sibuknya, untuk dapat mengambilkan foto beliau dan si ibu disebelahnya.  Ketika si petugas catering menolak karena memang tidak bisa, si ibu dengan nada masih saja tidak santun, meminta ibu di depannya untuk mengambilkan foto, dan saya menarik kesimpulan kalau ternyata mungkin memang begitulah caranya si ibu itu berkomunikasi.  Komunikasi yang tidak santun.  Karena si ibu didepannya itu tetangga kita juga dan saya bisa melihat dengan jelas ekspresi wajah beliau yang mengatakan "Baiklah...." dengan penekanan  'maklum' seperti watermark di mukanya. :(
2. Masih ibu-ibu juga nih....saya langsung bingung aja waktu mau foto-foto bareng ibu-ibu panitia, beliau diminta ikutan, dan berhubung kursi udah penuh, jadinya beliau terpaksa berdiri di samping saya, dan entah mengapa dan ada apakah gerangan dengan si ibu itu, beliau sewot aja dan bilang "udah, ga usah pegang-pegang" ketika saya dengan senyum manis dan tulus ikhlas mengatakan "sini ibu, duduk aja biar saya berdiri" sambil akan (baru akan lho ya.....) menarik tangannya untuk menempati kursi yang saya duduki....ealah...responnya ruar biasa kege-eran. Ampun DJ deh....! Siapa juga bu yang mo pegang-pegang? Cis! Lumayan bete sih. 

Hanya dua itu aja yang aneh, yang lainnya asik semua.  Di penghujung acara, saya masih juga mengamati si ibu yang pertama dan mengambil kesimpulan bahwa si ibu ini memang sepertinya tidak begitu komunikatif.  Introvert? Entahlah! Yang pasti selama acara berlangsung beliau hanya berbicara dengan satu orang saja.

Di luar itu, saya merasa beruntung bisa tinggal di lingkungan baru yang ternyata warganya amat sangat guyub.  Selama dua kali mengikuti acara kepanitiaan perkawinan, seluruh warga amat sangat kompak bahu-membahu membantu, stand by dari pagi sampai sore dan ketika langsung penutupan kepanitiian pun, walaupun kantuk membebani, semua hadir dengan wajah puas.  Lelah tetapi bahagia! :)



Comments

Popular posts from this blog

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Witir Si Sulung

Malam Kamis kemarin, anak bujang kecil saya melakukan sesuatu yang membesarkan hati saya, ibunya. Saya seketika merasa teramat mujur. Malam itu seperti malam-malam yang lain. Pukul delapan adalah waktu tidurnya. Waktunya kami berbaring. Waktu yang selalu ia gunakan memeluk saya erat-erat. Waktunya saya tak putus-putus menciumi wajah dan kepalanya. Waktu saat saya membacakan kisah-kisah teladan Muhammad dan sahabat-sahabat beliau sebelum akhirnya ia lelap. Kami sudah di tempat tidur, berpelukan, saat ia sekonyong-konyong duduk dan bergerak turun.  "Hamzah mau ambil wudu dulu..." "O, iya...Bilal selalu melakukan itukan, ya..."ujar saya. Saya buntuti ia ke kamar mandi. Saya perhatikan dengan saksama ia membasuh wajah, tangan, kepala, telinga, dan kakinya.  Ia tersenyum.  "Witir tiga rakaat boleh, Bun?"tanyanya. Saya termangu. Ia bingung. Mengapa ibunya mendadak hening? "Bun..."panggilnya sambil menempelkan kepalanya di