Skip to main content

Cinta dan Cuci Piring

Cayoo....

Semangat...semangat....semangat....!!! Pulang ngantor sebentar lagi.  Jemput Hamzah di rumah neneknya.  Trus pulang.  Eit, mampir dulu ke warung dekat rumah, beli bumbu dapur yang sudah habis.  Sampe rumah langsung tarok tas, bergegas ke dapur, rebus air buat mandi Hamzah sambil tanya-tanya ke Rio tentang sekolahnya hari ini.  Trus mandiin Hamzah, trus lagi kalau sudah rapi jali Hamzah diserahterimakan ke ayahnya untuk dibawa keliling komplek pake strollernya, ditemanin juga sama Abang Rio...yang mana artinya....ada waktu satu jam untuk mulai menyingsingkan lengan baju, menjalankan tugas sebagai the family master chef untuk mengolah bahan-bahan dikulkas dan menjadikannya sedap di meja makan untuk makan malam bersama setiap harinya.  Itu juga harus disambil dengan cucian yang mutar di mesin cuci.  Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui, bukan? Kompor on, mesin cuci on, dan tv juga on. Hehehe...!Siapa yang akan menyangkal tentang kehebatan wanita dalam melakukan beberapa hal sekaligus? Tunjuk tangan! :)

Ketika yang tercinta pulang, masakan dah hampir kelar.  Makanan Hamzah juga sudah siap.  Makan malam tinggal dihidangin.  Madu anget suami juga sudah siap di meja makan.  Mesin cuci sudah berhenti bergoyang. 

Ketika Maghrib masuk bersamaan dengan kumandang azan, gantian main sama Hamzah sambil nyuapin sambil nungguin ayah dan abangnya pulang dari mesjid dekat rumah. 

Rutinnya sih begitu....tapi hepiiii.....dan lebih hepi lagi ketika menjelang Isa Hamzah sudah terlelap dan Rio sedang belajar, lalu si nyonya rumah akan membersihkan perkakas masak plus makan, si Tuan empunya rumah alias si ayah akan dengan buru-buru menghampiri dan meminta si nyonya ini untuk tidak lagi kerja. 

"Eh, udah-udah...ga usah....biar itu nanti jadi jatahnya Abang". 

Aihhh....gimana ga bahagia coba.  Walaupun jamaknya...tumpukan piring dan teman-temannya itu tetap aja diam-diam dicuci juga ketika beliau sedang ngajar di ruang depan. Secara ga tega juga liat beliau yang udah capek ngajar harus bantu-bantu lagi.  Walaupun katanya...."Itu hal yang biasa kok, say.  Homestay abang dulu, suami istri, mereka juga kerjasama untuk urusan domestik.  jadi santai aja.....".  Jadi makin cinta ajah sama si abang!





Comments

  1. emang kalu yg namanya perempuan,urusan publik dan domestik...beressssss!!!! salut.

    ReplyDelete
  2. otomatis...! udah gitu bayarannya muahal lho....ga bisa dinilai sama IDR, EUR, USD, JPY, AUD, dll. Cash dapatnya entar di sono! Alhamdulilah...!

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

Witir Si Sulung

Malam Kamis kemarin, anak bujang kecil saya melakukan sesuatu yang membesarkan hati saya, ibunya. Saya seketika merasa teramat mujur. Malam itu seperti malam-malam yang lain. Pukul delapan adalah waktu tidurnya. Waktunya kami berbaring. Waktu yang selalu ia gunakan memeluk saya erat-erat. Waktunya saya tak putus-putus menciumi wajah dan kepalanya. Waktu saat saya membacakan kisah-kisah teladan Muhammad dan sahabat-sahabat beliau sebelum akhirnya ia lelap. Kami sudah di tempat tidur, berpelukan, saat ia sekonyong-konyong duduk dan bergerak turun.  "Hamzah mau ambil wudu dulu..." "O, iya...Bilal selalu melakukan itukan, ya..."ujar saya. Saya buntuti ia ke kamar mandi. Saya perhatikan dengan saksama ia membasuh wajah, tangan, kepala, telinga, dan kakinya.  Ia tersenyum.  "Witir tiga rakaat boleh, Bun?"tanyanya. Saya termangu. Ia bingung. Mengapa ibunya mendadak hening? "Bun..."panggilnya sambil menempelkan kepalanya di