Skip to main content

A Lesson from Rio


Sayup-sayup saya dengar Rio masuk dan berkata “Ayah, kawanin Rio tidur ya”.  Beberapa jam kemudian, ketika  bangun untuk memberi ASI pada Hamzah, saya lihat Rio sudah tidur pulas di sebelah ayahnya.   Paginya, ini percakapan yang terjadi antara ayah dan Rio di meja makan, usai sarapan, berkenaan dengan alasan mengapa ia pindah tidur ke kamar kami semalam.


Rio: “Ayah, tau ndak kenapa Rio minta dikawanin tidur malam tadi?”tanyanya sambil berdiri.  Bersandar pada punggung kursi.  Menghadap ke ayahnya yang sedang menyendokkan madu ke Hamzah.
Ayah: “Kenapa?”
Rio:”Rio ingat azab kubur.”

Si ayah agak heran. Melihat ayahnya seperti tidak percaya, mungkin tidak ingin hanya dikira membual, si sulung kami melanjutkan. 

Rio: “Kemarin di sekolah pas pelajaran tentang sholat, kami nonton tentang azab kubur oleh bapak guru.  Ayah tahu? Ada anak umur 18 tahun meninggal, trus bapaknya ga mau anaknya di kubur, akhirnya kuburannya digali lagi, baru satu jam setelah dikubur, trus ayah tau ndak?”
Ayah:”Apa?”
Rio:”Waktu digali lagi, anaknya yang sudah meninggal itu wajahnya babak belur, yah.  Mukanya biru-biru, matanya hampir keluar.  Kena siksa kubur, yah.”
Ayah:”Kenapa dia sampai disiksa kubur, Yo?”
Rio:”Karena ninggalin sholat!”
Ayah:”Nah, Rio liat sendiri kan? Apa akibatnya kalo lalai ngerjain sholat?”
Rio:”Iya, yah!” 

Banyak lagi celotehnya mengisahkan apa yang  telah ditontonnya kemarin siang dengan teman-temannya di kelas.  Dan saya tersenyum.  Pantasan semalam  si sulung saya ini tidak susah disuruh sholat isya sebelum tidur.  Tadinya saya berpikir tumben Rio manis begini disuruh sholat.  Biasanya banyak alasannya.  Ternyata oh ternyata, he’s got  ‘the lesson’ yesterday.   Tapi sebenarnya bundanya juga belajar dari apa yang ditonton Rio, sih.  Karena si bunda ini juga rada lalai ma sholat.  Karena sibuk ngerjain ini itu, waktu sholat suka dimundur-mundurin, sudah kepepet baru deh sholat.  Ujung-ujungnya kan susah khusyuknya.  Jatuhnya kan sholat untuk gugurin kewajiban aja.  Makasih ma Rio untuk pelajaran yang diberikannya pagi ini. Jadi anak yang sholeh ya, Rio Sayang.  Jadi penerang dan orang yang bermanfaat untuk orangtua dan orang-orang disekeliling Rio nantinya.  Amin.  Love you much, Rio. 

Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

The Women with Beatific Smiles

My world was filled with thousand of rainbows' colors when I saw those beatific smiles that night. I learn much from these women.