Skip to main content

Selamat Jalan, Pakwo


Minggu, 30 September 2012, 06.10 WIB, beliau pergi, tak akan pernah kembali lagi.  Lalu saya menjadi paham arti diamnya tepat 30 hari yang lalu, ketika acara kekahan Hamzah.  Hanya senyumnya yang mengembang tipis melihat keriuhan saya, adik-adik, dan kakak-kakak (putra-putri beliau) yang mengelilingi satu nampan besar berisi sate buah dengan botol kecap rawit di tangan saya.   Hanya matanya yang memandang lekat kami satu persatu, seperti mengamati, ketika kami saling melempar canda dan menabur tawa. 30 hari yang lalu tepatnya.  Persis satu bulan sebelum beliau berpulang kemarin pagi. Ternyata lewat diamnya, ada yang diisyaratkannya pada kami.  Bahwa beliau tak kan lama lagi disini.


Namun beliau tidak membawa semuanya.  Masih ada yang ditinggalkannya di dalam hati kami.  Disisakannya rasa hangat pelukan di dadanya, tepukan tangannya di bahu, tatapan teduhnya, juga hangatnya ciuman sayang di pipi dan dahi saya beserta adik-adik setiap kali kami bertemu. Rasa hangat yang mengalirkan cinta, seperti cinta yang ditanamkannya bersama beberapa pohon-pohon kecil yang di tanamnya di pekarangan rumahnya menjelang Ramadhan kemarin.  Sembari mengamit lengannya, beliau pamerkan pohon-pohon yang pada masanya nanti akan berbuah, seperti pohon rambutan yang saat itu berbuah melenceng dari musimnya.  Entah mengapa juga, ketika itu, ketika rambutan berbuah lebat di depan rumah, beliau amat sangat ingin kami berkumpul semua, membawa serta cucu-cucunya, tak perduli hari akan beranjak senja, ia begitu memaksa.  "Mungkin tidak akan bisa melihat cucu-cucu nanti menikmati buah-buahan ini...."ujarnya saat itu. Saya menganggapnya hanya seloroh kosong saja.  Tetapi saat itu, ketika kami pamit setelah menghabiskan rambutan yang dipanennya, sangat tidak biasa....beliau tidak mengantarkan kami hingga ke gerbang rumahnya, hanya duduk memandang kami dari kejauhan dengan senyuman yang sama seperti senyum yang dibawanya satu bulan yang lalu.

Selamat jalan,  Pakwo.  Sayang kami mengalir dalam do'a.

Comments

Popular posts from this blog

Senin, 13 Juni 2016; 22.14 WIB

Alhamdulillah sudah ditamatkannya Iqra 1 semalam di bilangan usianya yg baru 4 tahun 3 bulan 11 hari.  Sudah dengan lancar dibacanya seluruh deretan huruf Hijaiyah dengan susunan runut, acak, maupun dr belakang. Bukan hal yg istimewa utk Musa sang Qori dari Bangka Belitung mungkin, tetapi ini menjadi berkah luar biasa untuk kami. Semoga Allah selalu memudahkanmu untuk menyerap ilmu-ilmu Islam berdasarkan Quran dan teladan Rasulullah ya, Nak. Semoga ilmu-ilmu itu nanti senantiasa menjadi suluh yg menerangi setiap langkahmu dlm menjalani kehidupan ke depan dengan atau tanpa ayah bunda. Semoga juga ilmu itu tak hanya menjadikanmu kaya sendiri, tetapi membuat orang-orang disekelilingmu pun merasakan manfaatnya karena ilmu yg bermanfaat itu adalah ilmu yg bisa diberikan dan bermanfaat bagi orang lain di luar dirimu. Allah Maha Mendengar. Dengan doa dan pinta Bunda, Allah pasti akan mengabulkannya. Amin. 😍

Dagangan Perdana

Ini sebenarnya postingan yang seharusnya diunggah 17 Januari. Unggahan tentang keberhasilannya menjalankan bakat kisprenerushipnya. "Sayang....gimana spagetinya?" "Alhamdulillah laris manis, Bun!" "Alhamdulillah...." "Trus,spageti untuk Bu Alha gimana?" "Maaf, Bun...untuk Bu Alha dibeli sama kawan Hamzah!" "Ooo...gitu...." "Iya! Bun...uang Hamzah banyak. 24 ribu. Tapi Hamzah pusing pas kawan-kawan rebutan." Bahagianya tak terkatakan. Ibunya lebih bahagia lagi. Pagi-pagi menyiapkan semua bahan untuk jualan perdananya. Anak lanang itu sendiri yang ingin mencoba berdagang. Beberapa hari kemarin bolak-balik bertanya apa kira-kira yang pas untuk dijualnya kepada teman-teman sekelasnya. Minuman atau makanan? "Jualan spageti aja gimana, Bun? Hamzah suka kesal soalnya tiap bawa spageti ke sekolah, teman-teman suka minta. Hamzah jadi dapatnya sedikit." Dari rasa kesalnya itulah ide ...

Tentang Ibu (1)

Ada yang berubah dari Ibu.  Perubahan yang membahagiakan. Kerinduannya yang terobati pada tanah suci, Kabah, dan makam Rasulullah telah membuat Ibu kembali seperti tahun-tahun sebelum 2016.  Ibu kembali sehat. Lahir dan batin. Setelah hampir tiga minggu Ibu bersama kami, baru malam lusa kemarin saya lama bercengkerama di kamar beliau. Izzati belum mengantuk.  Jadi sengaja saya membawa cucu bungsunya itu bermain-main di tempat tidur beliau.  Sambil bermain dengan Izzati, saya bertanya tentang banyak hal mengenai kepergiannya ke tanah suci di awal 2017 kemarin. Ibu begitu bersemangat menceritakan pengalamannya.  Posisinya yang semula duduk, berganti menjadi berdiri.  Tangannya bergerak lincah memperjelas berbagai kegiatan yang dilakukannya di sana. Matanya berbinar-binar. Air mukanya berseri-seri. Tak terbayangkan skala kebahagiaan yang melingkupi hatinya ketika menjejaki Baitullah. Ibu kami memang sudah lama sekali ingin ke Kabah. Semasa almarhum Bapak...