Skip to main content

Coba Bisa

Something I really wanna do to make my life perfect as a woman, a wife, and a mom. However, it seems extremely difficult for me to do these all things below to make me as a truly woman.

1. Pengeeen ga ketulungan untuk bisa duduk berlama-lama dengan tekun membuat kue-kue kering lebaran di dapur. Kenyataannya? Mana betah! Di awal memang semangat '45 menyiapkan adonan dan perlengkapan membuat kue, tanya mama segala takaran bahan-bahannya, seperti bersungguh-sungguh akan mengakhiri adonan itu menjadi kue-kue kering nan cantik di dalam toples. Tapii? Tidak pernah selesai! Tidak pernah! Bosan duluan dan gerah! :(

2. Ingiiiin sekali menyulap diri menjadi sangat disiplin terhadap perawatan wajah dan tubuh. Bukannya jarang memborong satu paket lengkap segala produk kosmetik dan perawatan dengan janji di dalam hati akan segera memaksa diri berlama-lama di depan cermin untuk memulai semua ritual wanita tersebut. Tetapi apatah daya, kawan....hanya sehari dua hari dan segala macam produk kecantikan itu akhirnya tersusun manis menjadi saksi bisu bahwa niat ada tapi ga pernah dibarengi dengan usaha untuk berdisiplin pada jamnya duduk manis di depan cermin dan menyibukkan diri merawat wajah dan tubuh.

3. Kalau ke Gramedia, maunya bener-bener ga lapar mata dan strict aja ke niat awal pas mo berangkat ke gramed untuk beli satu dua buku yang diinginkan. Ternyata oh ternyata, begitu tiba di tangga menuju lantai dasar...plastik putih berlogo toko buku terkenal itu sudah sangat berat dengan beberapa buku. Hiks. Terkuras lagi deh...! Tetapi entah mengapa selalu ada kepuasan tersendiri ketika tiba di rumah ( di kamar tepatnya), bersegera terburu membuka kantong plastik dan mengeluarkan buku-buku yang dibeli tadi, lalu membolak-balikkannya sebentar, mengamati dengan hati-hati, baru kemudian menyobek plastik presnya, dan menikmati harumnya aroma buku baru tersebut sebelum khusuk membaca mereka. I love books! (Btw, sudah hampir enam bulan alpa ke gramed. Sejak Hamzah memasuki usia 9 bulan di dalam perut, ketika dah beraaat skali bawa perut besar kemana-mana, kangen sih ke sana lagi...nanti....)

4. Kemaruk amat kalo sudah bicara coklat. Entah mengapa dan kok bisa ya? Saya selalu saja merasa bahwa jika ada coklat yang diperuntukkan untuk saya atau memang saya beli sendiri, coklat-coklat itu ga boleh eksis lebih dari dari satu jam. Entahlah! Selalu saja tergoda untuk sesegera mungkin menghabiskannya. Heran!

Comments

Popular posts from this blog

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Witir Si Sulung

Malam Kamis kemarin, anak bujang kecil saya melakukan sesuatu yang membesarkan hati saya, ibunya. Saya seketika merasa teramat mujur. Malam itu seperti malam-malam yang lain. Pukul delapan adalah waktu tidurnya. Waktunya kami berbaring. Waktu yang selalu ia gunakan memeluk saya erat-erat. Waktunya saya tak putus-putus menciumi wajah dan kepalanya. Waktu saat saya membacakan kisah-kisah teladan Muhammad dan sahabat-sahabat beliau sebelum akhirnya ia lelap. Kami sudah di tempat tidur, berpelukan, saat ia sekonyong-konyong duduk dan bergerak turun.  "Hamzah mau ambil wudu dulu..." "O, iya...Bilal selalu melakukan itukan, ya..."ujar saya. Saya buntuti ia ke kamar mandi. Saya perhatikan dengan saksama ia membasuh wajah, tangan, kepala, telinga, dan kakinya.  Ia tersenyum.  "Witir tiga rakaat boleh, Bun?"tanyanya. Saya termangu. Ia bingung. Mengapa ibunya mendadak hening? "Bun..."panggilnya sambil menempelkan kepalanya di