Skip to main content

Kanker dan Puasa Sang Nabi

Siapa yang tidak bergidik mendengar vonis kanker servik stadium 2B? Kanker nomor satu yang paling banyak membunuh wanita, dalam satu jam saja (menurut sumber yang saya baca di kankerserviks.com) ada tujuh nyawa melayang karenanya. Susah untuk dihilangkan dari kepala saya bagaimana jika hal itu terjadi pada diri saya. Nauuzubillah min dzalik. Semoga Mbak tersebut diberikan kekuatan menjalaninya dan semoga Allah SWT memberikan kesembuhan atasnya.

Tidak mudah untuk melepaskan pikiran saya tentang si Mbak yang sedang sakit itu. Membayangkan bagaimana kanker itu akan menggerogoti hidupnya secara perlahan. Saya makin takut sendiri ketika berbincang dengan suami yang beberapa teman-teman sejawat beliau pun sudah ada yang berpulang karena kanker, satu diantaranya adalah guru saya sendiri ketika SMP, dan dua orang yang lain saya kenal dengan baik.

Dan barusan saya surfing di Internet, saya menemukan satu artikel di Sidominews mengenai manfaat puasa untuk penyembuhan kanker atau tumor. Subhanallah. Ternyata tidak ada yang sia-sia dari setiap perintah Allah SWT. Professor Valter Longo di Universitas Southern California, USA, melakukan penelitian yang berkaitan dengan dampak puasa terhadap perkembangan kanker atau tumor. Penelitian yang dipublikasi dalam jurnal Science Translational Medicine itu menyebutkan bahwa sel tumor tersebut merespon stres yang terjadi saat puasa dengan berkembang, tapi saling memakan dirinya sendiri. Untuk menutupi kebutuhan mereka akan energi. Penelitian sang profesor sudah diujikan cobakan pada tikus yang telah dipapar kanker payudara, saluran kemih, dan juga kanker ovarium.

Well, sekarang saya bertanya sendiri, kapan ya saya bisa segera menjalankannya? Puasa Daud...terdengar agak ekstrim memang untuk seorang saya yang doyan makan enak, tetapi jika itu bisa menjamin kesehatan lahir dan bathin, serta makin mempertebal kadar ketakwaan kepada-Nya mengapa tidak? Yuk..mari kita coba bersama! :)

Comments

Popular posts from this blog

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Witir Si Sulung

Malam Kamis kemarin, anak bujang kecil saya melakukan sesuatu yang membesarkan hati saya, ibunya. Saya seketika merasa teramat mujur. Malam itu seperti malam-malam yang lain. Pukul delapan adalah waktu tidurnya. Waktunya kami berbaring. Waktu yang selalu ia gunakan memeluk saya erat-erat. Waktunya saya tak putus-putus menciumi wajah dan kepalanya. Waktu saat saya membacakan kisah-kisah teladan Muhammad dan sahabat-sahabat beliau sebelum akhirnya ia lelap. Kami sudah di tempat tidur, berpelukan, saat ia sekonyong-konyong duduk dan bergerak turun.  "Hamzah mau ambil wudu dulu..." "O, iya...Bilal selalu melakukan itukan, ya..."ujar saya. Saya buntuti ia ke kamar mandi. Saya perhatikan dengan saksama ia membasuh wajah, tangan, kepala, telinga, dan kakinya.  Ia tersenyum.  "Witir tiga rakaat boleh, Bun?"tanyanya. Saya termangu. Ia bingung. Mengapa ibunya mendadak hening? "Bun..."panggilnya sambil menempelkan kepalanya di