Skip to main content

Hamzahku....Hamzahku

Hamzah genap 40 hari Jum'at ini. Makin gembul, makin nyandu nyusu siang dan malam (yang tentu saja akan dengan suka cita diberikan Bunda), makin keras suara tangisnya, makin betah berlama-lama berendam dan bermain di dalam bak mandi (jika tidak maka ia akan mengeluarkan suara tangis yang membahana), makin tau hangatnya pelukan dan gendongan ketimbang hangatnya springbed dan selimut beludrunya, aaahhhh.....intinya Hamzah kian menggemaskan.


Seiring dengan genapnya 40 hari usia Hamzah, itu artinya jatah cuti melahirkan semakin berkurang. Dari yang tiga bulan sekarang tersisa menjadi 1 bulan 3 minggu lagi. Menyedihkan. Gimana ga sedih karena nanti harus mulai balik ke kantor yang artinya akan meninggalkan Hamzah di pagi hari dan sepenuhnya bisa 'memiliki'nya kembali hanya di sore dan malam hari saja. Pfuih...! Bikin mata jadi berkaca-kaca. Naga-naganya bakal berurai air mata juga nih hari pertama ngantor. Secara biasanya pagi-pagi kami berdua masih menikmati segarnya udara di atas tempat tidur. Hamzah masih mendengkur halus di bawah ketiak si Bunda yang tidur-tidur ayam, karena masih bisa mendengar kesibukan ayah dan abang Rio menjelang ke sekolah. Lalu bener-bener pules ketika dua ciuman mendarat di pipi kita ya, Nak. Pertanda ayah dan abang sudah akan berangkat.

Ah, Hamzah....mari kita nikmati kebersamaan 24 jam non-stop ini selagi Bunda belum berdinas, sayang.

Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

The Women with Beatific Smiles

My world was filled with thousand of rainbows' colors when I saw those beatific smiles that night. I learn much from these women.