Skip to main content

Lancang? No way..!

Terkadang saya suka geleng-geleng kepala sendiri ketika mendapati sandal saya yang biasanya saya letakkan di belakang meja, raib entah kemana. Bukan sekali dua kali, tetapi sudah berkali-kali. Dilain waktu, saya juga manyun sendiri, ketika teman diseberang meja mengeluh dan mengeluarkan sumpah serapah di pagi yang seharusnya tenang, karena kabel pribadi miliknya yang dibawa dari rumah, yang biasa dipakainya setiap hari untuk nyolokin kabel charger laptopnya pun sirna. Kali lain, saya cuma bisa terpana dan menaikkan alis mata pertanda "No Idea at all" ketika sahabat saya yang duduk di bawah AC bertanya..."Kursi Abang dimana ya?". Biasanya saya akan menjawab..."Bisa dimana saja, Bang".

Pernah sekali waktu, saya tak bisa menyimpan murka, ketika saya dapati seorang teman saya duduk di kursi saya, dan dengan santainya membolak-balik menelisik bahan-bahan pekerjaan saya di sudut kanan meja. Gerah! Marah! "Mas, aku ga suka mas membuka dan menyentuh apapun di meja kerjaku. Apapun!". Saya tahu bahwa usianya jauh di atas saya dan dia juga senior saya, tapi dia seharusnya tahu diri bahwa dia menempati wilayah yang bukan otoritas dia. Sungguh saya benci dengan orang-orang yang tak bisa menghargai privacy orang lain dalam bentuk apapun. Dan saya rasa siapapun tidak akan bisa berdamai dengan tingkah laku orang yang seperti itu, bukan? Tak ada yang suka pada si lancang!

Apa sih susahnya untuk minta izin meminjam sesuatu..."Bisa saya pinjam sandal jepitnya?", "Di aula tidak ada kabel yang panjang untuk menghidupkan AC, bisa pinjam kabel Bapak?", atau "Eh, maaf ya...kemarin saya pinjam kursimu. Kebetulan kamu lagi tidak di tempat dan hanya kursimu yang kosong", "Mbak, boleh saya lihat buku ini? Sepertinya menarik!", atau "Apa aja sih isi tumpukan kertas di meja Mbak ini? Saya penasaran!". Sepertinya tidak susah untuk mengatakannya. Masalahnya mungkin hanya pada terbiasakah atau tidak. Kalau sudah bicara masalah 'terbiasa', tidak bisa dipungkiri, hal ini merujuk pada tempat dimana orang itu secara pribadi dibesarkan dan dengan nilai-nilai seperti apa ia dibesarkan.

Kalau dilihat sepintas, mengucapkan izin untuk meminjam sesuatu memang merupakan hal sepele. Kecil. Mudah dilakukan. Tetapi prakteknya, tidak semua orang berhasil melakukannya. Padahal kemampuan pinjam-meminjam berhubungan dengan banyak hal. Ya menghargai milik orang lain, bertanggung jawab atas apa yang dipinjam, dan berbagi. Jangan sampai ketika kita memakai atau meminjam barang orang lain tanpa seizinnya dan yang parahnya barang yang dipinjam pulang dalam keadaan tak sama lagi bentuk dan kualitasnya seperti saat pertama kali dipinjam. Kalau sudah begini, urusannya tentu tidak sepele lagi kan?

Kesimpulannya, mari belajar menjadi pribadi yang bisa menghargai milik dan privacy orang lain. Apapun itu!

Comments

Popular posts from this blog

Senin, 13 Juni 2016; 22.14 WIB

Alhamdulillah sudah ditamatkannya Iqra 1 semalam di bilangan usianya yg baru 4 tahun 3 bulan 11 hari.  Sudah dengan lancar dibacanya seluruh deretan huruf Hijaiyah dengan susunan runut, acak, maupun dr belakang. Bukan hal yg istimewa utk Musa sang Qori dari Bangka Belitung mungkin, tetapi ini menjadi berkah luar biasa untuk kami. Semoga Allah selalu memudahkanmu untuk menyerap ilmu-ilmu Islam berdasarkan Quran dan teladan Rasulullah ya, Nak. Semoga ilmu-ilmu itu nanti senantiasa menjadi suluh yg menerangi setiap langkahmu dlm menjalani kehidupan ke depan dengan atau tanpa ayah bunda. Semoga juga ilmu itu tak hanya menjadikanmu kaya sendiri, tetapi membuat orang-orang disekelilingmu pun merasakan manfaatnya karena ilmu yg bermanfaat itu adalah ilmu yg bisa diberikan dan bermanfaat bagi orang lain di luar dirimu. Allah Maha Mendengar. Dengan doa dan pinta Bunda, Allah pasti akan mengabulkannya. Amin. 😍

Dagangan Perdana

Ini sebenarnya postingan yang seharusnya diunggah 17 Januari. Unggahan tentang keberhasilannya menjalankan bakat kisprenerushipnya. "Sayang....gimana spagetinya?" "Alhamdulillah laris manis, Bun!" "Alhamdulillah...." "Trus,spageti untuk Bu Alha gimana?" "Maaf, Bun...untuk Bu Alha dibeli sama kawan Hamzah!" "Ooo...gitu...." "Iya! Bun...uang Hamzah banyak. 24 ribu. Tapi Hamzah pusing pas kawan-kawan rebutan." Bahagianya tak terkatakan. Ibunya lebih bahagia lagi. Pagi-pagi menyiapkan semua bahan untuk jualan perdananya. Anak lanang itu sendiri yang ingin mencoba berdagang. Beberapa hari kemarin bolak-balik bertanya apa kira-kira yang pas untuk dijualnya kepada teman-teman sekelasnya. Minuman atau makanan? "Jualan spageti aja gimana, Bun? Hamzah suka kesal soalnya tiap bawa spageti ke sekolah, teman-teman suka minta. Hamzah jadi dapatnya sedikit." Dari rasa kesalnya itulah ide ...

Hamzah di 1 Ramadan 1440

Ramadan hari pertama, Hamzah alhamdulillah dapat selesai sampai akhir. Tidak terhitung berapa kali ia menanyakan waktu berbuka. "Masih lama ya, Bun?", "Hamzah haus sekali. Gimana nih?", "Berapa jam lagi bukanya?", "Hamzah rasanya mau minum...", dan lain sebagainya.  Dengan es krim sebagai hadiah jika puasanya dapat bertahan sampai magrib, anak saleh kami itu pun kuat juga akhirnya.  Tahun lalu ia berpuasa hingga tiga hari di awal Ramadan kalau saya tidak salah. Tahun ini semoga ia bisa berpuasa hingga Ramadan usai. Kami ingin ia dapat memaknai setiap haus dan lapar yang dirasakannya dari pagi hingga menjelang matahari tergelincir di lengkung langit. Kami ingin ia dalam sebulan ini mencoba menjadi anak-anak yang tak seberuntung dirinya. Kami ingin Hamzah selalu ingat bahwa Allah telah memberikannya banyak nikmat. Kenikmatan yang tidak semua anak bisa merasakannya. Kami ingin ia bertumbuh dengan kemampuan berempati terhadap berbagai kes...