Skip to main content

Minggu, aku, dan dapurku!

Menyambut senin pagi tidak dengan sepenuh hati. Sebenarnya enggan turun dari tempat tidur. Masih penat. Penat tapi bahagia. Iya. Penat setelah nyaris seharian kemarin berjibaku di dapur meracik segala bumbu untuk dua macam menu yang berbeda buat orang-orang tercinta. Pertama, meramu bumbu rendang untuk kembaran kecilku nun jauh di seberang selat sunda sana. Kedua, menyiapkan makan siang buat di rumah. Tadinya hanya ingin masak yang ringkas saja untuk di rumah. Rencana awal sih cukup memasak udang balado, tumis bayam, dan goreng tempe pake tepung. Tapi setelah dipikir-pikir, bosan juga. Barusan kemarin ini makan dengan menu ikan dencis balado pake kentang. Apalagi ya? Lihat isi kulkas. Masih ada ayam. Okelah kalau begitu. Kita akan makan siang dengan menu soto santan hari ini. ;)

(http://my.opera.com/mm9p/blog/)

Proses pembuatan soto dimulai. Satu jam setengah. Semua proses dilakuin dengan senang hati karena semua bumbu tersedia. (Tidak ada hal yang paling menjengkelkan ketika semangat '45 untuk masak harus meredup ketika satu bumbu ditemukan raib dari dapur). Begitu suami pulang dari bengkel dan Rio pun terengah-engah pulang dari rumah tetangga sebelah, soto siap dihidangkan. Masukkan soun, tauge, irisan kentang goreng, suwiran ayam, irisan daun seledri dan daun bawang, irisan tomat, dan remasan kerupuk emping ke dalam mangkuk bening. Terakhir siram dengan kuah soto panas berwarna kuning kunyit. Yummy! Setelah ditaburkan bawang goreng, soto dengan manis diletakkan di meja makan. Lengkap dengan irisan jeruk lemon, tambahan bawang goreng, sambal rawit, dan bakwan jagung manis.

Jadinya? Jadinya kenyang melihat suami dan Rio makan dengan super duper lahap. Rio bilang "Mantap, Bun!". Suami? hahahaha.....usai makan, beliau mengelus perutnya yang makin tambun sembari berkata "sepertinya besok sudah harus mulai puasa senin-kamis lagi nih....".

Tapi kesibukan serba-serbi kuliner hari itu belum berakhir. Selesai dengan soto, rendang untuk si camex pun sudah menunggu untuk segera diselesaikan. Ini yang lumayan memakan waktu lama. Tetapi tetap dengan senang hati. Begitu daging telah diungkap dengan bumbu, tak tinggal tidur satu jam. Pas bangun, segar lagi dan mulai lagi. Tinggal masukkan santan dan dengan suabar mengaduknya hingga santan menjadi pekat.

(http://resepmasakanindonesia.info)

Rendang hampir selesai tiga jam kemudian. Eh, mata malah tak tega untuk tak melirik dua buah nenas yang ada di sudut dapur. Time for setup. Berbekal pengetahuan sederhana membuat setup dari Mbak Dian dulu waktu di Belanda, maka nenas pun bertransformasi menjadi setup segar dengan perpaduan aroma segar nenas, gula, kayu manis dan cengkeh. Sukses? Terbukti! Semangkuk setup nenas tandas oleh suami tercinta.

Comments

Popular posts from this blog

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Witir Si Sulung

Malam Kamis kemarin, anak bujang kecil saya melakukan sesuatu yang membesarkan hati saya, ibunya. Saya seketika merasa teramat mujur. Malam itu seperti malam-malam yang lain. Pukul delapan adalah waktu tidurnya. Waktunya kami berbaring. Waktu yang selalu ia gunakan memeluk saya erat-erat. Waktunya saya tak putus-putus menciumi wajah dan kepalanya. Waktu saat saya membacakan kisah-kisah teladan Muhammad dan sahabat-sahabat beliau sebelum akhirnya ia lelap. Kami sudah di tempat tidur, berpelukan, saat ia sekonyong-konyong duduk dan bergerak turun.  "Hamzah mau ambil wudu dulu..." "O, iya...Bilal selalu melakukan itukan, ya..."ujar saya. Saya buntuti ia ke kamar mandi. Saya perhatikan dengan saksama ia membasuh wajah, tangan, kepala, telinga, dan kakinya.  Ia tersenyum.  "Witir tiga rakaat boleh, Bun?"tanyanya. Saya termangu. Ia bingung. Mengapa ibunya mendadak hening? "Bun..."panggilnya sambil menempelkan kepalanya di