Skip to main content

Chef Dian...(eksperimen tiada henti)

Apalagi yang dibuat Chef Dian untuk membuat kelabu hari ini menjadi lebih berwarna di dapur Willemsweg? ROTI KASUR...! Sejenis roti gembung tanpa isi yang disusun rapat di dalam laminarc ukuran sedang setelah diproses sedemikian rupa beberapa jam sebelumnya. Adonan tepung terigu dengan satu butir telur, pengembang, susu segar, gula, garam, dan sedikit mentega. Diovenkan kurang lebih satu jam dan ketika aroma sedapnya mulai masuk melalui celah-celah pintu kamar, kami pun bersiaga menyahuti panggilannya yang sangat merdu dari dapur. "Yuhuuuuu.......roti...roti. Mumpung masih panas lho! Ayo...kesini semua..". Tak perlu dua atau tiga kali panggilan, kawan. Thesis, makalah and paper (kecuali pengajian online di kamar 28D) menjadi tak berarti. Serbu...!!! Indahnya dunia. Sungguh. Roti kasur hangat di atas meja, lengkap dengan selai kacang, strawberry, nenas, satu teko teh melati hangat, dan gelak tawa.

roti bantal isi keju & ceres

Ini roti ketiga yang dibuatnya setelah dua minggu berturut-turut membuat sejenis roti yang sama. Bedanya roti yang dibuat dua minggu lalu, ketika piala dunia sedang seru-serunya, berisikan keju dan meises ceres yang telah ada sejak jaman Ibu Hafsah. Sedangkan roti yang dibuat minggu kemarin, isinya pisang bakar dan coklat. Beda lainnya? Ada satu roti yang dengan sukses dibentuk oleh Leequisach, hanya satu. Tidak lebih! Dan saat itu, kami berempat menjadi penonton yang mengelilingi meja makan ketika Chef Dian membuat roti-roti tersebut. Kala itu, yang ada dipikiranku adalah "ajaib kalau aku bisa setelaten Mbak Dian dengan roti-rotinya ini.". Rohana? Ia sempat berseloroh..."Masih lama prosesnya, Mbak?". Mbak Tati? Mbak Tati lebih memilih senyum-senyum dan berencana untuk sesegera mungkin memanaskan air untuk satu teko teh melati hangat guna menemani sang roti yang sebentar lagi akan dipanggang. Lee, si bungsu? Seperti biasa. Always wanna try to involve in the process. Berhasil. Walau hanya diizinkan satu roti saja. Dan selebihnya berdiri dengan setia disamping Mbak Dian hingga adonan terakhir rampung dibentuk.

Chef Dian's Lab

Besok entah apalagi yang akan dibuat Mbak Dian. Nyaris semua resepnya telah teruji. Cendol bandung, getuk, puding karamel, ayam kuluyuk, daging lada hitam, sup jamur, sup jagung, cocktail buah, bubur merah putih, puding coklat vla vanilla, martabak terang bulan, ayam bumbu bali, sate madura, pecel lele, dll. Selalu saja ada inovasi baru dari Nyonya Adrie ini. Dan dijamin lekker! tak pernah gagal eksperimennya. Dan dibalik ini semua, kami sangat berterima kasih kepada google dan youtube yang telah menjadi pelarian disaat kejenuhannya melanda. Dan berbuah pada sajian lezat. Juga pada lembaran post-it merah jambu yang tertempel di dinding sebelah kiri meja belajarnya, yang berisikan puluhan resep-resep nan siap diujicobakan di dapur kami yang berjendela besar.

Thank you, Chef! :D Teruslah bereksperimen.....hahaha......

Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

Witir Si Sulung

Malam Kamis kemarin, anak bujang kecil saya melakukan sesuatu yang membesarkan hati saya, ibunya. Saya seketika merasa teramat mujur. Malam itu seperti malam-malam yang lain. Pukul delapan adalah waktu tidurnya. Waktunya kami berbaring. Waktu yang selalu ia gunakan memeluk saya erat-erat. Waktunya saya tak putus-putus menciumi wajah dan kepalanya. Waktu saat saya membacakan kisah-kisah teladan Muhammad dan sahabat-sahabat beliau sebelum akhirnya ia lelap. Kami sudah di tempat tidur, berpelukan, saat ia sekonyong-konyong duduk dan bergerak turun.  "Hamzah mau ambil wudu dulu..." "O, iya...Bilal selalu melakukan itukan, ya..."ujar saya. Saya buntuti ia ke kamar mandi. Saya perhatikan dengan saksama ia membasuh wajah, tangan, kepala, telinga, dan kakinya.  Ia tersenyum.  "Witir tiga rakaat boleh, Bun?"tanyanya. Saya termangu. Ia bingung. Mengapa ibunya mendadak hening? "Bun..."panggilnya sambil menempelkan kepalanya di