Skip to main content

Mencari Hati yang Bahagia (catatan untuk perempuan: istri, ibu, dan siapa saja)

Belajar bersyukur dari catatan Asma Nadia:

Belum lama ini seorang ibu menelepon saya, menceritakan kesedihannya.
Hidupnya tidak bahagia karena suami yang terkesan nggak peduli, nyaris
tidak ada lagi komunikasi yang berarti. Ada masalah lain, hutang yang
entah bagaimana menumpuk besar, dan suami menyalahkan istri dan tidak
mau membantu melunasi. Di tengah masalah ini, ada teman sekantor,
laki-laki yang mulai memberi perhatian dan tahu-tahu menjadi dekat dan
membuatnya jatuh cinta.

Dari sedikit usia yang telah saya lalui, saya belajar, bahwa
kebahagiaan itu tidak jauh, dia ada di hati kita yang dipenuhi syukur.
Kita sulit bahagia kalau setiap hari hanya melihat keluarga-keluarga
lain yang bahagia dan melimpah secara materi lalu membandingkannya
dengan diri, dan mulai menghitung kekurangan dalam diri,
kekurangan dalam keluarga. Sibuk membuat list apa yang tidak kita
miliki setiap hari.

Bagaimana bisa bahagia, bagaimana bisa semangat untuk berbuat dan
kreatif, juga membangun hari-hari yang produktif bagi muslimah bisa
lahir jika kita tidak mulai fokus pada apa yang kita miliki dan
mensyukurinya.

Teringat ibu tadi, permasalahannya memang tidak sedikit. Sebagian kita
merasa bahkan masalah kita luar biasa besar, antara lain karena kita
kurang memperhatian masalah-masalah orang lain.

Seorang muslimah yang baru saja divonis terkena kanker ovarium dan
harus melalui kemoterapi selama 6 x, persekalinya membutuhkan biaya 6 jt rupiah.

Seorang ibu, yang baru delapan belas hari lalu kehilangan anaknya,
yang dipanggil Allah kembali dalam usia begitu dini.

Seorang istri yang baru saja menerima vonis bahwa suami yang selama
ini begitu penuh kasih dan sayang, sangat sehat dan tidak pernah sakit
seumur hidupnya, begitu tiba-tiba mendapatkan vonis bahwa kedua
ginjalnya rusak dan harus cuci darah seumur hidupnya (Semoga Allah menguatkan mb Sari, suami dan anak-anak dalam melalui ini, amin...)

Asma Nadia, Karima, Mb Tutut, dan Mbak Sari (berdiri).

Seorang istri, saya kebetulan sempat menemuinya di rumah sakit. Yang
dalam waktu bersamaan pada ramadhan lalu, mengalami kecelakaan dan
harus kehilangan suami dan anak sulungnya, dan berjuang dengan
kandungan yang menginjak 7 bulan, dalam keadaan luka parah dan harus
melalui beberapa kali operasi.

Asma Nadia bersama Ukhti Ii (kehilangan anak dan suami sekaligus dalam kecelakaan motor, mereka ditabrak truk container)

Melihat permasalahan orang lain, dan mulai menghitung setiap nikmatNya
yang kita miliki hari ini, adalah cara untuk menjadi pribadi bersyukur. Rasa syukur ini akan mengantarkan kita pada kebahagiaan, yang memberi atmosfir sehat bagi kita untuk melihat 'aset' yang kita miliki dan bagaimana menyalurkannya menjadi sesuatu yang kreatif dan produktif, dan bermanfaat bagi umat.

Ada begitu banyak anugerah, yang terselip di hari-hari kita, setiap
hari, setiap menitnya, setiap detiknya.

Tubuh yang sehat, kemudahan dalam beribadah, alhamdulillah.

Suami yang setia, mungkin tidak romantis dan mengucapkan I love you
berkali-kali, atau membawakan kita bunga atau cokelat dalam wadah
berbentuk hati, namun telah sungguh-sungguh menafkahi dan mengisi
hari-hari bersama anak-anak.

Anak-anak, sumber kebahagiaan kita yang mungkin nakal dan menguras
kesabaran, tetapi alhamdulillah dalam kondisi sehat dan lincah.
Keberadaan orang tua yang masih menemani hari-hari kita... kakak dan adik.

Rumah tempat berteduh, mungkin kecil, ventilasinya tidak nyaman,
banyak nyamuk, tetapi alhamdulillah telah menjadi saksi kebersamaan
keluarga.
Makanan yang masuk ke tubuh kita setiap hari
Air... udara...
Akal yang membantu kita berpikir untuk mengatasi masalah demi masalah
setiap hari.

Dan nikmat islam dan iman. Yang membuat kita tahu betapa sulit pun
keadaan yang dihadapi, betapa pun besar ujian yang menimpa, kita tahu
kita tidak pernah sendiri, sebab Allah ada, dan Dia dekat.

Saya telah menulis banyak cerita tentang perempuan: Catatan Hati Seorang Istri, Karenamu Aku Cemburu, Catatan Hati Bunda, Catatan Hati di Setiap Sujudku, La Tahzan The real Dezperate Housewives, La Tahzan for Mothers, Istana Kedua, etc.

Bapak dan Ibu dari Yoga Ananda, Asma nadia menulis kisah mereka dalam buku LA TAHZAN FOR MOTHERS

Namun tidak ada maksud saya untuk mengajak psegenap perempuan di tanah air untuk tersungkur menyesali nasib buruk mereka: suami yang mungkin pernah selip dan tidak setia, ujian-ujian lain yang seakan sulit untuk ditanggung.

Tetapi justru dari berbagai kisah itu
saya ingin mengajak sesama perempuan, untuk tetap dalam syukur, sambil
kita lipatgandakan kesabaran dan keikhlasan.

Sebab hidup tidak berhenti di sini. Ada akhirat di mana segala
ketidaksempurnaan dan kekurangan yang kita lalui selama hidup di
dunia, akan tercukupi surga-Nya

http://anadia.multiply.com/journal

(Nijmegen, Wednesday, April 14, 2010)

Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

The Women with Beatific Smiles

My world was filled with thousand of rainbows' colors when I saw those beatific smiles that night. I learn much from these women.