Skip to main content

Evakuasi.....SEGERA..!!!

2.48 AM

Entah mimpi apa kemarin malam dan entah karena apa juga kok ya bisa-bisanya kita jadi mengalami sesuatu yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup. Being evacuated!

Ya, kita dievakuasi dan dibawa ke shelter satu jam yang lalu. Sekitar pukul 1 dinihari. Wanna know why? KEBAKARAN!

Semuanya masih aman terkendali ketika ngobrol via YM dengan Hesti di groningen sana. Masih sempat mengirimkannya email sebuah website nonton gratis walaupun pada akhirnya gagal karena alamatnya salah. Semua dilakukan dengan headset yang setia menempel ditelinga. Sempat terdengar bunyi sirine, tetapi sama sekali tidak peduli. Yang terpikir saat itu hanya 'palingan juga sirine yang setiap malam biasa terdengar. Ada orang sakit, dan ambulan membawanya ke UGD rumah sakit terdekat'. That's all! Obrolan masih terus berlanjut.

Beberapa detik kemudian, hidung mulai mencium bau benda terbakar. Khas! Headset masih menempel di telinga. Tetap saja tidak terpikir untuk melepaskannya barang sejenak. Tetapi mata sudah mulai berputar, lirik sana sini, dibantu dengan hidung yang mengendus-endus, mencari sumber bau terbakar. Pertama, mengarah ke bawah laptop. Curiga. Jangan-jangan coolerpad-nya bermasalah. Ternyata tidak. Kedua, beralih ke colokan di belakang TV (kali ini berdiri dari duduk dan masih saja dengan headset yang lekat di telinga). Ternyata aman. Tetapi bau asap makin menusuk. Dan...sepersekian detik, tangan langsung reflek membuka gorden jendela, dan ternyata.....MOBIL PEMADAM KEBAKARAN, MOBIL POLISI, POLICE LINE, AMBULANCE dan PULUHAN ORANG telah memenuhi jalan tepat di depan flat kita. ASTAGA!!!!! KEBAKARAN!!!!!

Lee.......ada kebakaran! Sepertinya dideretan rumah kita, Lee! Lee.....! (Hanya Lee yang langsung di panggil, karena memang hanya dia yang biasanya masih kompak melek diatas pukul 12 malam). Sontak semua ikut terbangun. Ana yang spontan panik dan bolak-balik dengan instruksi kilatnya untuk segera mencabut semua kabel-kabel. Mbak Dian dengan mata merahnya yang masih bingung dengan apa yang terjadi, dan Mbak Tati yang dengan bawaannya setenang air danau mengamati keramaian dari jendela kamar Ana. Aku dan Lee? Menyambar baju hangat dan kaos kaki, lalu bergegas ke bawah.


Dalam gerimis, setengah menggigil, melihat apa dan dimana yang terbakar. Ternyata bangunan persis di atas Doner Kebab yang hanya berjarak tidak sampai 10 meter dari rumah kita. Bangunan paling atas, dua kamar tepatnya. Asap masih mengepul. Petugas masih sibuk berkoordinasi untuk memadamkan api. Tidak ada selang air. Tidak ada teriakan-teriakan heboh seperti jamaknya kalau ada kebakaran yang selama ini biasa kita lihat di tayangan-tayanga televisi nasional. Hanya mampu bertahan sekitar 10 menit di luar, lalu masuk kembali. Lee saja yang masih betah melihat semuanya. Instink jurnalisnya langsung ON. Beberapa menit kemudian dia pun menyusul masuk. Kesimpulan awal, sepertinya semua aman. Hanya dua kamar. Dan sepertinya juga, hanya kebakaran kecil dan tidak akan sampai ke rumah kita.

Ternyata...salah besar! 5 menit kemudian, bel berbunyi. Tetangga depan, seorang gadis Belanda, menginformasikan bahwa kita sebaiknya segera memasukkan barang-barang yg dianggap penting ke dalam tas ,jika sewaktu-waktu polisi meminta kita untuk keluar, semuanya sudah siap. Okay! Tetapi informasi ini masih setengah hati diterima. Karena sepertinya tidak separah itu. Beberapa menit berselang, bel kembali berbunyi. Buka pintu. Dan dua orang polisi lengkap dengan rompi hijau terangnya, catatan kecil di tangan, dan tentu saja dengan pistol di pinggang, telah berdiri di depan pintu. Dan kali ini informasi kita terima dengan sepenuh hati.


"Please, take your things with you and leave this house soon! All of you..!!! Now!"

Ya Tuhan...! Tidak ada yang bicara. Semua masuk ke kamar masing-masing. Yang paling penting adalah Passport, Laptop, HP, dokumen-dokumen, dompet lengkap dengan berbagai kartu penunjang hidup di negeri orang, kunci sepeda dan kamera. Plus 3 buku literature Gesture and Sign Language (belakangan baru terpikir, ternyata paper lebih penting dari sepasang boot coklat yang baru dipake dua kali). Tidak lebih dari 15 menit. Bergegas turun dan seorang polisi wanita sudah menunggu persis di depan pintu. Bertanya nama awal dan akhir serta tanggal lahir, mencatatnya di dalam agenda kecil dan memerintahkan semua penghuni flat yang keseluruhannya mahasiswa untuk menyelamatkan diri di seberang jalan. Kita ikuti perintah mereka. Berdiri di depan Slagerij Asya, toko daging halal punya seorang Turki, mengamati kesibukan petugas tim pemadam kebakaran bekerja dengan peralatan canggih mereka. Kagum juga! Persis seperti di dalam film-film yang selama ini sering ditonton.


Dan siapa nyana, ternyata apa yang selama ini menjadi tontonan di TV benar-benar terjadi pada kita semua. Seorang polisi muda menghampiri dan meminta kita untuk bersiap-siap karena sebentar lagi sebuah bus akan datang untuk menjemput dan membawa kita ke shelter. Shelter??? Penampungan?? Benar saja! Tidak sampai setengah jam, sebuah bus biru tua datang, dan beberapa polisi mengawal kita masuk ke dalam. Ya ampun....!! Tidak pernah terbayangkan sebelumnya akan mengalami kejadian seperti ini. Masuk ke dalam bus tanpa jendela (kecuali bus bagian depan), duduk di bangku panjang, saling berhadapan dengan 'pengungsi' lainnya. Dibawa kesebuah penampungan, shelter! Jujur....setengah mati menahan tawa saat itu! Seumur hidup, belum pernah mimpi atau pun membayangkan akan kejadian seperti ini. Langsung saja, beberapa film yang berhubungan dengan penampungan bermain-main di kepala. Diantaranya, Pursuit of happiness dan The Boy in the Striped Pijamas. Beberapa mata Belanda melirik heran. Mungkin bertanya di dalam hati. Apa yang salah dengan Indonesia satu ini. Yang berusaha menyembunyikan wajahnya di belakang ransel yang dipeluknya erat-erat. Semata hanya karena berusaha menahan tawa agar tak meledak keluar.


Hanya lima belas menit, dan sampailah di shelter. Melompat turun dari bus dan berjalan masuk. There's no clue where the shelter is. Masuk lift dan sampailah di sebuah ruangan mirip kantor. Luas. Kita duduk di meja dekat pantry. Menenangkan diri sejenak. Lalu bergantian mengambil minuman dari coffee machine. Segelas capuccino dengan 3 sachet gula. Lumayan hangat! Ada yang menguap menahan kantuk, ada yang duduk berjejer menonton TV, ada yang dengan tidak berminatnya membolak-balik majalah atau koran, dan ada juga yang dengan khusyuknya mengagumi seorang polisi gagah berbadan tegap berwajah mirip Sting. Beliau sibuk bolak-balik mendata, bertanya, dan menawarkan minuman hangat kepada siapa saja yang dilihatnya tidak menggenggam gelas plastik.


(suasana di dalam shelter)


(mbak tati yang termangu dan terkantuk)


(menghangatkan badan dengan segelas capuccino hangat di shelter)

Hampir satu jam. Si 'Sting' itu datang dan bilang bahwa penghuni Willemsweg 28 bisa segera kembali ke rumah dalam waktu 20 menit ke depan. Seorang petugas akan mengantarkan kita semua. Pfuihhhh....!!! Leganya! 20 menit menjelang, semua bersiap-siap meninggalkan shelter. Merapikan bawaan dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Lalu si 'Sting' mengantar sampai lift. Ketika pintu lift terbuka di lantai dasar, kita disambut oleh seorang petugas setengah baya. Berjalan ke luar Shelter dan masuk ke mobil. Lalu meluncur ke Willemsweg. Tinggal satu mobil polisi yang tersisa di depan Aldi Supermarkt. Begitu mobil berhenti, pintu dibukakan, dan mengucapkan terima kasih, bergegas masuk ke rumah dengan sejuta syukur dan tawa yang tidak lagi bisa ditahan. Bersyukur karena akhirnya semua aman dan selamat. Tertawa karena merasa lucu saja ketika membayangkan kepanikan dan persinggahan selama satu jam di penampungan. Malam ini. 11 November 2009.


(beberapa saat setelah kembali dari shelter)

(Imported from my FB, Willemsweg, Wednesday, November 11, 2009 at 5:12am...some hours after the shocking fire).

Comments

Popular posts from this blog

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

The Women with Beatific Smiles

My world was filled with thousand of rainbows' colors when I saw those beatific smiles that night. I learn much from these women.