Skip to main content

Mendadak Mellow...

(note from FB on Thursday, July 2, 2009 at 10:05am )

Jam 2.15 siang, tinggal sendirian di ruangan.

Sepi. Jelas! menoleh ke sudut kanan ruangan, Mr. Manik hilang, hengkang ke ruangan Zaki, sok jauh. Bicara pun via YM. Padahal cuma nanya 'udah makan siang?'. Meja disebelah kirinya juga kosong. Cuti. Meja didepannya? Ada Compaq dan tas tangan. Penghuni sementaranya sedang konsultasi ke ruangan KTU (maybe) setelah sedari pagi berkutat menyiapkan laporan penelitian. Yang sejatinya punya meja sedang menuntut ilmu di Negeri Tulip dan katanya akan kembali sebelum akhir tahun. Ada satu lagi, Mr. Nukman. Masih di Jakarta, pelatihan kesastraan. Semoga dapat tiket murah, angku! Di ruangan seberang, anggota pengkajian sedang khusyuk dengan pemetaan.

Hanya satu hal yang bikin hati tidak bertambah miris. PLN hari ini berbaik hati untuk tidak melakukan pemadaman pada jam kerja. Jadi AC tetap bisa on. Lebih dingin dari kemarin-kemarin karena hari memang mendung dari pagi dan barusan hujan lebat. Implikasinya ke konsentrasi yang bisa bertahan lebih lama untuk menyelesaikan resume yang baru sampai bab 5.

Tetapi tetap saja mendadak mellow. Bukan apa-apa. Hanya ingat gelak tawa di jam yang sama ketika Mr. Harry memberikan game-game 'gila'nya. Hanya ingat perseteruan yang dipicu oleh Indra untuk Amel dan Billy ditengah-tengah permainan. Hanya ingat bagaimana susahnya untuk tidak tertawa terbahak-bahak ketika duduk diantara Charly dan Indra karena semuanya mendadak menjadi lucu untuk kita bertiga. Hanya ingat bagaimana hesty si mademoiselle bergaya medicure, dina yang suka nyablak, ellen yang anggun, evi yang selalu berpikir keras, petrus yang cool, wawan yang penuh kejutan, ana yang stay calm, budi yang tersenyum simpul, dan bang erwin yang baik hati dengan permen-permennya. Mendadak saja rindu.

Ada satu lagi....rindu juga untuk complain setiap pagi begitu masuk ruangan dan mendengar suara yang sekarang jauh diseberang sana berkata...'What now, Sa?'.

Comments

Popular posts from this blog

Sampai Jumpa, Angga

Sabtu pagi, 24 Mei 2020, pukul 07.22 ia masih melakukan panggilan video ke ponselku, namun tak terangkat. Kami bertemu dalam panggilan video selanjutnya melalui ponsel ibuku sekitar pukul 09.00 di rumah Jatra, rumah yang melengkapi puzzle masa kecilnya, rumah tempat ia pulang tiga tahun lalu. Ada yang berbeda pada wajahnya di lebaran pertama itu. Lebih tirus dan pasi. Kulihat kilauan buliran keringat di keningnya. Rambutnya basah. Jelas ia sedang tidak begitu sehat. Pun begitu, setiap kata, senyum, dan deraian tawanya tetap menyegarkan. Kami saling memohon maaf. Ia berbicara sambil merangkul maminya.  "Uni, maafkan Angga lahir batin ya, Ni. Insyaallah kita nanti ketemu di Jambi,"ucapnya sembari melambaikan tangan gempalnya.  "Iya. Uni tunggu, ya." "Insyaallah, Ni,"pungkasnya sebelum ia menepi dan membiarkan maminya berbicara. Sapa, maaf, dan tawa mengalir ke satu-persatu pasukan Pakis 74.  "Uni, bisakan kami nginap di ru

Friends of Mine

They are special, They are friends of mine, Who coloring my life canvas with thousand rainbows, even in the winter... when the snowstorm said hello out side the window, and the Holland's skies were gray, it's my friends who make the snow turns to sunlight, and bring blue to my sky. *( Hanya berselang beberapa jam dari Mario Teguh. Melintas bayangan kebersamaan dari Manggarai-Bandung, Manggarai-Depok, Soekarno-Hatta-Schiphol, Amsterdam-Zurich, Eindhoven-Paris, Nijmegen-Achen,etc...! With love and laugh, for sure...... )

Witir Si Sulung

Malam Kamis kemarin, anak bujang kecil saya melakukan sesuatu yang membesarkan hati saya, ibunya. Saya seketika merasa teramat mujur. Malam itu seperti malam-malam yang lain. Pukul delapan adalah waktu tidurnya. Waktunya kami berbaring. Waktu yang selalu ia gunakan memeluk saya erat-erat. Waktunya saya tak putus-putus menciumi wajah dan kepalanya. Waktu saat saya membacakan kisah-kisah teladan Muhammad dan sahabat-sahabat beliau sebelum akhirnya ia lelap. Kami sudah di tempat tidur, berpelukan, saat ia sekonyong-konyong duduk dan bergerak turun.  "Hamzah mau ambil wudu dulu..." "O, iya...Bilal selalu melakukan itukan, ya..."ujar saya. Saya buntuti ia ke kamar mandi. Saya perhatikan dengan saksama ia membasuh wajah, tangan, kepala, telinga, dan kakinya.  Ia tersenyum.  "Witir tiga rakaat boleh, Bun?"tanyanya. Saya termangu. Ia bingung. Mengapa ibunya mendadak hening? "Bun..."panggilnya sambil menempelkan kepalanya di