Sabar....sabar....sabar......sabar....!
Pfuih...ternyata oh ternyata tidak mudah mengajar anak sendiri. Tidak sesabar mengajar murid-murid di sekolah atau mahasiswa-mahasiswa saya di kampus. Betul-betul perlu kesabaran yang super duper ekstra luar biasa.

Seperti siang ini, Rio libur karena murid-murid kelas 6 sedang mengikuti UAS. Walhasil, untuk persiapan ujian semester yang akan dilakukan bulan depan, saya benar-benar menggembleng si sulung dengan berlatih soal-soal di rumah. Tau Rio kan? Belum? Si sulung saya ini tipe anak yang suka ngomong dan banyak tanya. Maka dimulailah kegiatan berlatih soal dengan pertanyaan-pertanyaannya yang seabrek-abrek. Diantaranya, bunda, sudah ngerjain soal ini boleh kan Rio main ke tempat kawan main sepeda? Bunda, berapa soal semua? Bunda, soal yang ini untuk pagi ini aja ya, lebihnya sore. Bunda, ngerjainnya di kamar bunda ya biar dingin. Bunda, nanti dikoreksi langsung ya, yang salah setelah dinilai baru Rio perbaiki. Bunda, abis belajar boleh ya makan Real Good? Bunda...bla...bla...bla....bla....bli...bli...bli.......! Dan itu bisa dikatakan masih sepersekian dari seratus buah pertanyaannya yang jujur aja kadang bikin gemeeeeeeees binti geram. Tapi teteeep....sing sabar, bun!
Seringnya saya bertanya sendiri jika sedang menemaninya belajar setelah sedikit menggerutuinya karena ada beberapa hal yang selalu saja dilupakannya padahal baru kemarin diterangkan dan baru kemarin juga dengan sukses dikerjakan oleh Rio. Saya sering menemukan murid-murid saya yang mbandel dengan soal-soal atau materi tertentu dan mereka memborbardir saya dengan pertanyaan dan penjelasan atas ketidakmengertian mereka terhadap soal-soal atau materi-materi tersebut, dan anehnya...saya bisa dengan suangat suabar melayani ketidakmengertian mereka dengan senyum. Tetapi kok kalau mengajar anak sendiri justru ribet ya? Kesabaran kerap menguap seperti embun di atas daun talas yang dipanasi oleh sinar matahari pukul sembilan pagi. Ujung-ujungnya Rio malah protes..."Bunda ni, marah-marah....". Jika sudah ada protesnya begitu, saya biasanya akan menarik nafas dalam-dalam. Dan kembali memompa kesabaran yang turun ke level rendah. Demi si buah hati!
Pfuih...ternyata oh ternyata tidak mudah mengajar anak sendiri. Tidak sesabar mengajar murid-murid di sekolah atau mahasiswa-mahasiswa saya di kampus. Betul-betul perlu kesabaran yang super duper ekstra luar biasa.
Seperti siang ini, Rio libur karena murid-murid kelas 6 sedang mengikuti UAS. Walhasil, untuk persiapan ujian semester yang akan dilakukan bulan depan, saya benar-benar menggembleng si sulung dengan berlatih soal-soal di rumah. Tau Rio kan? Belum? Si sulung saya ini tipe anak yang suka ngomong dan banyak tanya. Maka dimulailah kegiatan berlatih soal dengan pertanyaan-pertanyaannya yang seabrek-abrek. Diantaranya, bunda, sudah ngerjain soal ini boleh kan Rio main ke tempat kawan main sepeda? Bunda, berapa soal semua? Bunda, soal yang ini untuk pagi ini aja ya, lebihnya sore. Bunda, ngerjainnya di kamar bunda ya biar dingin. Bunda, nanti dikoreksi langsung ya, yang salah setelah dinilai baru Rio perbaiki. Bunda, abis belajar boleh ya makan Real Good? Bunda...bla...bla...bla....bla....bli...bli...bli.......! Dan itu bisa dikatakan masih sepersekian dari seratus buah pertanyaannya yang jujur aja kadang bikin gemeeeeeeees binti geram. Tapi teteeep....sing sabar, bun!
Seringnya saya bertanya sendiri jika sedang menemaninya belajar setelah sedikit menggerutuinya karena ada beberapa hal yang selalu saja dilupakannya padahal baru kemarin diterangkan dan baru kemarin juga dengan sukses dikerjakan oleh Rio. Saya sering menemukan murid-murid saya yang mbandel dengan soal-soal atau materi tertentu dan mereka memborbardir saya dengan pertanyaan dan penjelasan atas ketidakmengertian mereka terhadap soal-soal atau materi-materi tersebut, dan anehnya...saya bisa dengan suangat suabar melayani ketidakmengertian mereka dengan senyum. Tetapi kok kalau mengajar anak sendiri justru ribet ya? Kesabaran kerap menguap seperti embun di atas daun talas yang dipanasi oleh sinar matahari pukul sembilan pagi. Ujung-ujungnya Rio malah protes..."Bunda ni, marah-marah....". Jika sudah ada protesnya begitu, saya biasanya akan menarik nafas dalam-dalam. Dan kembali memompa kesabaran yang turun ke level rendah. Demi si buah hati!
Comments
Post a Comment