Skip to main content

Reuni: Bagian I

Ini tentang reuni. Bukan arisan. Ceritanya kemarin malam saya dan anak-anak diajak suami makan malam di tempat sejuta umat Jambi (sejutanya tanpa merujuk ke statistik BPS pastinya 😅), Hawa Jaya. Sudah tahu dong menu yang juara di sana? Betul! Mie celor. Namun, bukan mie celor yg akan dibahas di sini, melainkan reunian di meja panjang di ruangan dekat kasir. Reunian ibu-ibu dan bapak-bapak berusia menjelang senja. Sepertinya, berdasarkan pengamatan saya, itu reunian satu sekolah deh.

Apa yang menarik?

Gerak-gerik bapak-bapaknya sih. Banyak yang malu-malu mau untuk minta berfoto bersama dengan ibu-ibu yang notabene adalah teman mereka jaman sekolah dulu kan ya. Berfotonya bukan bertiga, berempat, atau berlima, kawan! Bukan! Bapak-bapak itu inginnya hanya berfoto berdua saja dengan teman perempuan mereka. 😏

Walhasil, duduk berdiri duduk dan berdirilah mereka berulang-ulang demi pose yang sesuai di hati. Geli sendiri sih sayanya, tetapi bukan tidak mungkin juga hal yang sama terjadi nanti. Biasanya reunian model begini kan memang bakal ada, apalagi ketika sudah akan memasuki masa purnabakti bagi yang PNS. Biasanya sih begitu jika saya lihat bagaimana murid-murid bapak saya dulu kerap mengundang guru-guru mereka utk ikut dalam reunian yg diadakan oleh salah satu murid yg akan segera menuntaskan baktinya sbg ASN (ASN loh sekarang, bukan PNS). 😆

Kembali kepada reunian usia senja di atas, bapak-bapak dan ibu-ibu tsb riuh rendah bercerita banyak hal ttg masa-masa sekolah mereka. Pengamen muda yang melantunkan lagu Starla betul-betul diabaikan. Padahal enak loh suaranya. Agar sedikit terhibur, maka kami minta si pemuda bergitar itu menyanyikan kembali lagu yg sama. Romantis lah buat sepasang muda-mudi yg sedang menikmati sate ayam di sebelah kami.

Reunian itu hampir selesai sepertinya ketika mereka mulai berkerumun untuk berfoto bersama.

Entah mengapa, saya kok ya malah berkomentar "Yang begini ini sebenarnya yang bikin balak".

Bapaknya anak-anak terlihat setuju melalui anggukan kepalanya sambil berkata "Bagusnya bawa keluarga kalau reunian atau sekalian jadikan family gathering agar terhindar hal-hal yg bikin balak tadi."

Rawan sih ya soalnya. Kebanyakan reunian model begini berujung pada pengulangan kisah-kasih yang klasik ala Obbie Mesakh. Tetapi kemudian, apakah solusi yang disampaikan oleh bapaknya anak-anak saya tadi bisa menjamin stabilitas hati para reuniers (reuniers??? 😆)?

Soal hati, siapa tahu? Siapa jamin? Bukankah begitu? 😅

Comments

Popular posts from this blog

Senin, 13 Juni 2016; 22.14 WIB

Alhamdulillah sudah ditamatkannya Iqra 1 semalam di bilangan usianya yg baru 4 tahun 3 bulan 11 hari.  Sudah dengan lancar dibacanya seluruh deretan huruf Hijaiyah dengan susunan runut, acak, maupun dr belakang. Bukan hal yg istimewa utk Musa sang Qori dari Bangka Belitung mungkin, tetapi ini menjadi berkah luar biasa untuk kami. Semoga Allah selalu memudahkanmu untuk menyerap ilmu-ilmu Islam berdasarkan Quran dan teladan Rasulullah ya, Nak. Semoga ilmu-ilmu itu nanti senantiasa menjadi suluh yg menerangi setiap langkahmu dlm menjalani kehidupan ke depan dengan atau tanpa ayah bunda. Semoga juga ilmu itu tak hanya menjadikanmu kaya sendiri, tetapi membuat orang-orang disekelilingmu pun merasakan manfaatnya karena ilmu yg bermanfaat itu adalah ilmu yg bisa diberikan dan bermanfaat bagi orang lain di luar dirimu. Allah Maha Mendengar. Dengan doa dan pinta Bunda, Allah pasti akan mengabulkannya. Amin. 😍

Hamzah di 1 Ramadan 1440

Ramadan hari pertama, Hamzah alhamdulillah dapat selesai sampai akhir. Tidak terhitung berapa kali ia menanyakan waktu berbuka. "Masih lama ya, Bun?", "Hamzah haus sekali. Gimana nih?", "Berapa jam lagi bukanya?", "Hamzah rasanya mau minum...", dan lain sebagainya.  Dengan es krim sebagai hadiah jika puasanya dapat bertahan sampai magrib, anak saleh kami itu pun kuat juga akhirnya.  Tahun lalu ia berpuasa hingga tiga hari di awal Ramadan kalau saya tidak salah. Tahun ini semoga ia bisa berpuasa hingga Ramadan usai. Kami ingin ia dapat memaknai setiap haus dan lapar yang dirasakannya dari pagi hingga menjelang matahari tergelincir di lengkung langit. Kami ingin ia dalam sebulan ini mencoba menjadi anak-anak yang tak seberuntung dirinya. Kami ingin Hamzah selalu ingat bahwa Allah telah memberikannya banyak nikmat. Kenikmatan yang tidak semua anak bisa merasakannya. Kami ingin ia bertumbuh dengan kemampuan berempati terhadap berbagai kes...

Jakarta (Cubing Method)

This is a kind of writing that we had to make today.  Shane just wanted to introduce us how to write a topic by using cubing method.  So, here is the result of mine.  I tried to describe the topic in a letter for my friend.  Let's read! Dear Wahyu,            Hi, how are you? Hopefully you are well.  Let me tell you about everything I have felt since the first time I came to Jakarta 2 months ago.           Perhaps everybody will say that I am a fool being not comfortable live in Jakarta.  But that is true.  I have to fight here.  You wanna know why? First, it's hard to find fresh air to breath to breath out of the building.  All that come to my lungs is just smoke of cars, buses, motorcycles, and bajai.  Second, I have to prepare coins everywhere I go because there will be many unlucky people who show their suffered faces and hope money from my pocket.  Then? Okay...I give some to them.  Third, I cannot see many trees and flowers which grow by themselves, or birds flying at...