Skip to main content

When Gleb Met Alfi

Alhamdulilah....cinta yang telah disemai, bersemi dan teruji melewati hampir empat musim selama di wilayah paling timur Belanda, akhirnya bisa menuai keindahannya pada akhir Desember ini di Semarang.

Rusia dan Indonesia. Gleb Bezgin dan Alfi Afadiyanti. The bride and the groom.

Gleb Bezgin. Kami memanggilnya Gleb. Seorang doktor muda bidang neuroscience yang sedang menjalankan post-doc nya di tempat yang sama dimana Alfi juga harus menjalankan rutinitas hariannya di UMC St Radboud, Nijmegen, setahun yang lalu. Kini ia bekerja di Baycrest Hospital, Toronto. Ketika pertama dikenalkan Alfi pada kami (penghuni Willemsweg) telah terasa sebagai kawan lama. Akrab, hangat, dan ramah. Sore itu di pertengahan musim semi berawal dari perkenalan yang manis. Manisnya, karena ransel Gleb penuh dengan berbagai buah tangan yang menjamin berlangsungnya obrolan malam kami dengan hadirnya buah tangan yang mereka bawa. Satu sisir pisang, roti, mentega, dan beberapa dus minuman. Perkenalan bertama berlangsung seru dalam obrolan sore menjelang malam sambil menikmati nasi goreng yang sedikit pedas. Tetapi Gleb menyukainya walaupun wajahnya memerah seperti kepiting rebus ketika menyantap nasi goreng tersebut. Cerita mengalir tentang bagaimana ia begitu menggandrungi sepeda dan menjadikan alat transportasi itu sebagai kebutuhan pokok yang bisa membawanya meluncur dari wilayah jerman yang berbatasan langsung dengan Nijmegen dalam waktu tempuh yang sangat singkat. Sepeda yang digunakannya bukan sepeda biasa, melainkan sebuah recumbent bicycle yang menurutnya jauh lebih nyaman digunakan untuk perjalanan jarak jauh seperti jarak antara rumahnya di jerman dan tempat kerjanya di Nijmegen. Adalah sesuatu yang mengherankan jika bertemu Gleb turun dari bus untuk jarak tempuh yang menurutnya dekat. Karena berjalan kaki menjadi daftar kata yang ada pada urutan nomor dua di kamusnya setelah bersepeda. Gleb dan olah raga adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Begitu juga dengan musik!



Mungkin karena permainan gitar atau seruling lah yang menjadi faktor ke tiga (atau ke dua) yang membuat Alfi jatuh cinta pada Gleb, setelah olah raga tentunya (atau sebaliknya). Gleb piawai memainkan banyak alat musik berbeda. Gitar? Seruling? Gendang? Jangan ditanya! Saya pernah begitu terpesona dengan permainan gitarnya yang menyenandungkan dinamisnya alunan khas Spanyol. Nada-nada yang keluar dari alat musik petik itu seperti mengirimkan paket flamenco dari Andalusia ke ruang tamu kecil kami. Keesokan harinya, ia juga menyihir beberapa rekan sekantor saya menjadi tersenyum lebar dengan petikan yang berbeda dan menghasilkan alunan khas Rusia yang tak kalah menggoda. Makanya saya tidak heran jika untuk acara pesta pernikahan mereka hari ini, Gleb telah mempersiapkan hampir 60 lagu. Satu CD yang diberikannya sebagai hadiah untuk saya ketika mengunjungi kami bulan Mei lalu telah cukup menjadi bukti bahwa sense of art-nya tinggi.

Alfi Afadiyanti. Seorang dokter muda yang super cuek dan berani. Berani atau nekad namanya jika pada hari-hari pertama kedatangannya di Belanda pada musim salju, ia memutuskan bersepeda di atas salju yang telah menjadi es untuk mencari rumah yang menjadi tempat kami berkumpul untuk pengajian bulanan. Hanya bermodalkan sebuah peta dan sepedanya. Dan si ibu ini sukses muncul tanpa kurang suatu apa dengan badannya yang menggigil. Alfi jamaknya mengunjungi kami di Willemsweg ketika kepenatan menghantamnya dengan sangat dan juga ketika penghuni perutnya berdemo untuk segera diisi sementara ia tak punya tenaga lagi untuk memasak makan malamnya. Tetapi anehnya, kami selalu menerimanya dengan tangan terbuka, membiarkannya menyantap apa yang sudah kami masak, dan tak protes jika ia langsung terhuyung kekenyangan sambil mengantuk untuk secepat mungkin menghempaskan badannya di kasur Lee dan terlelap sampai pagi. Ya...bagaimana mungkin kami akan tega tak membukakan pintu jika ia muncul dengan wajah kedinginan dan pucat pasi karena kelaparan plus kelelahan. Lalu sambil makan, ia akan mengucapkan seribu pujian kepada Tuhan atas hidangan yang disantapnya. Tak lupa juga bertanya mengapa kami bisa masak seenak itu. Baru kemudian, ia akan mengisahkan betapa beratnya hari ini di ruang kerja atau lab-nya. Nanti ketika akan tidur, disaat kami masih berkumpul di kamar Lee, jika tidak dirinya sendiri yang dengan sukarela bercerita tentang Gleb, maka kami akan memaksanya. Atau kami akan antri bertanya tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kesehatan, mulai dari yang umum sampai yang tidak umum, dari yang standar sampai yang terkesan 'horor'. Dan jika ia telah bosan menjawab pertanyaan kami, maka dengan kelopak mata yang tak lagi tertahan untuk dipejamkan, ia akan berteriak sambil menunjuk laptop ...."tanya uncle google sajaaaaaaaa...........". Baru kemudian kami akan bubar dan membiarkannya terlelap dengan tenang. Untuk kemudian pada keesokan harinya kami kehilangannya, karena di pagi yang dingin, si ibu dokter itu telah menyusup keluar untuk kembali ke rumahnya, bersiap-siap menjalani hari-harinya yang akan selalu keras di UMC Radboud dan tak akan bisa membuatnya gemuk.

Kisah cinta mereka mengalir seperti air. Kisah cinta yang penuh dengan perdebatan dan diskusi, seperti itulah kami menyimpulkannya. Kisah cinta yang sehat tentunya. Karena kerap Alfi bercerita bagaimana Gleb bertanya banyak hal mengenai budaya dan sisi religi Alfi sebagai seorang Indonesia, begitu pun sebaliknya dengan Alfi. Pertanyaan lengkap mulai dari yang hal-hal kecil yang sepertinya sepele, setengah serius, berat, hingga yang paling prinsip. Tetapi alhamdulilah, pada akhirnya cinta juga yang bisa memberikan jawaban atas semua pertanyaan-pertanyaan itu hingga kisah itu berakhir indah pada sebuah ikatan suci di Semarang kemarin, 28 Desember 2011.

Bahagia tak terkira ketika melihat mereka bisa mewujudkan mimpi mereka menjadi nyata. Karena siapapun tahu bahwa sangat tidak mudah menjembatani perbedaan yang bersumber dari dua negara dan budaya yang berbeda. Sangat tidak mudah. Tetapi apa yang tidak bisa dilakukan oleh cinta yang didasari oleh sebuah ketulusan, bukan? *_^

Bahagia selalu ya, guys!

Comments

Popular posts from this blog

Senin, 13 Juni 2016; 22.14 WIB

Alhamdulillah sudah ditamatkannya Iqra 1 semalam di bilangan usianya yg baru 4 tahun 3 bulan 11 hari.  Sudah dengan lancar dibacanya seluruh deretan huruf Hijaiyah dengan susunan runut, acak, maupun dr belakang. Bukan hal yg istimewa utk Musa sang Qori dari Bangka Belitung mungkin, tetapi ini menjadi berkah luar biasa untuk kami. Semoga Allah selalu memudahkanmu untuk menyerap ilmu-ilmu Islam berdasarkan Quran dan teladan Rasulullah ya, Nak. Semoga ilmu-ilmu itu nanti senantiasa menjadi suluh yg menerangi setiap langkahmu dlm menjalani kehidupan ke depan dengan atau tanpa ayah bunda. Semoga juga ilmu itu tak hanya menjadikanmu kaya sendiri, tetapi membuat orang-orang disekelilingmu pun merasakan manfaatnya karena ilmu yg bermanfaat itu adalah ilmu yg bisa diberikan dan bermanfaat bagi orang lain di luar dirimu. Allah Maha Mendengar. Dengan doa dan pinta Bunda, Allah pasti akan mengabulkannya. Amin. 😍

Hamzah di 1 Ramadan 1440

Ramadan hari pertama, Hamzah alhamdulillah dapat selesai sampai akhir. Tidak terhitung berapa kali ia menanyakan waktu berbuka. "Masih lama ya, Bun?", "Hamzah haus sekali. Gimana nih?", "Berapa jam lagi bukanya?", "Hamzah rasanya mau minum...", dan lain sebagainya.  Dengan es krim sebagai hadiah jika puasanya dapat bertahan sampai magrib, anak saleh kami itu pun kuat juga akhirnya.  Tahun lalu ia berpuasa hingga tiga hari di awal Ramadan kalau saya tidak salah. Tahun ini semoga ia bisa berpuasa hingga Ramadan usai. Kami ingin ia dapat memaknai setiap haus dan lapar yang dirasakannya dari pagi hingga menjelang matahari tergelincir di lengkung langit. Kami ingin ia dalam sebulan ini mencoba menjadi anak-anak yang tak seberuntung dirinya. Kami ingin Hamzah selalu ingat bahwa Allah telah memberikannya banyak nikmat. Kenikmatan yang tidak semua anak bisa merasakannya. Kami ingin ia bertumbuh dengan kemampuan berempati terhadap berbagai kes...

Jakarta (Cubing Method)

This is a kind of writing that we had to make today.  Shane just wanted to introduce us how to write a topic by using cubing method.  So, here is the result of mine.  I tried to describe the topic in a letter for my friend.  Let's read! Dear Wahyu,            Hi, how are you? Hopefully you are well.  Let me tell you about everything I have felt since the first time I came to Jakarta 2 months ago.           Perhaps everybody will say that I am a fool being not comfortable live in Jakarta.  But that is true.  I have to fight here.  You wanna know why? First, it's hard to find fresh air to breath to breath out of the building.  All that come to my lungs is just smoke of cars, buses, motorcycles, and bajai.  Second, I have to prepare coins everywhere I go because there will be many unlucky people who show their suffered faces and hope money from my pocket.  Then? Okay...I give some to them.  Third, I cannot see many trees and flowers which grow by themselves, or birds flying at...