Skip to main content

Today, with Numbers

Siapa bilang spring selalu berteman akrab dengan hangatnya sinar matahari? Paling tidak di Belanda ini. Sudah 5 hari terhitung dari Koninginnedag, hari Kamis lalu, mendung dan rintik enggan beranjak dari langit abu-abu Belanda. Padahal Stassen, sang Professor Universal Grammar berbola mata hijau tosca itu bilang dengan nafasnya yang selalu tersengal pekan lalu, "Be happy, Ilsa! The temperature won't drop in the following months. Enjoy the sunshine, enjoy the spring...", sambil melemparkan pandangan ke luar jendela. Sama-sama memperhatikan keriuhan dan tingkah polah mahasiswa-mahasiswa yang sedang berjemur ditemani buku, laptop, dan bir dingin di halaman depan kampus dari area dapur lantai 9, tempat kami berdiskusi dan berbincang. Itu Rabu pukul 1 siang minggu lalu ketika memenuhi jadwal konsultasi tugas dengan beliau, dan malamnya? Pukul 1 dinihari, si mahasiswa ini terpana menyibak gorden jendela biru tuanya, memandang tak percaya dengan air hujan yang menghempas keras kaca jendela dan suara geluduk yang lumayan menggelegar. Suara geluduk pertama setelah sembilan bulan di negeri si professor. Ini baru hujan!

The Max Planck Institute for Psycholinguistics

Dan sampai detik catatan ini ditulis, pun...rinai masih setia. Sungguh setia. Mulai turun menjelang siang, lanjut ke sore hari. Hingga akhirnya jaket musim dingin pun kembali diberdayakan, menemani bersepeda disepanjang Annastraat hingga sampai di Max Planck. Nice. Hujan membuat jarak tempuh bisa dilalui hanya dalam waktu tak sampai 8 menit. Ngebut. Namun tiba-tiba hujan menjadi tidak penting ketika mulai mendiskusikan tesis dengan Leah, sang pembimbing. Datang 15 menit lebih awal dari waktu yang disepakati, wanita Inggris asal Birmingham itu mempersilakan masuk ruangannya dan menunggu sejenak. Ruangan dengan aroma khas wewangian bunga. Dari tadi ia terlihat sibuk dengan printer umum di ujung koridor. Sudut mata melirik ke monitor layar datarnya, tampilan situs berwarna jingga, bertuliskan easyJet.com. Sibuk mengatur jadwal perjalanan rupanya. Dan ketika ia muncul kembali. Kami pun duduk bersisian di meja kerjanya. Sebagian dari bab 3 telah dikirim setengah jam sebelum meluncur menemuinya. Di ceknya sebentar. Dibacanya dengan hati-hati. Senyum dan anggukan kepalanya membuat gembira. Sampai akhirnya ia menepuk tangannya satu kali kemudian meletakkanya di dada, dengan kepala sedikit miring ke kiri ia berkata..."Excellent!". Benarkah? Syukurlah. Setidaknya bisa lunas lelah setelah beberapa hari selalu tidur di atas pukul 4 pagi.

Lalu diskusi mengalir, sepuluh sheets data di excel dari dua data berbeda ditampilkan kembali. Beberapa sampel data mentah pun telah siap di tangan, berjaga-jaga jika nanti ia ingin melihat detailnya. Lalu ia berkata..."Now, let's formulate all these numbers with SPSS. Statistic. You know how to use it, right?"

Dan mataku membulat besar. Menyesal! Statistik 3 telah dengan sengaja didepak dari kredit dua bulan lalu. Karena kesan pertama di pertemuan pertama, di kelas pertama juga, sangat tidak indah menurutku. Dosennya teramat sangat kaku. Walaupun sebenarnya ia gagah, persis sama dengan gaya dosen-dosen di film-film Hollywood, yang berjalan tegap dengan stelan jas gelap berbahan wol, berkemeja putih dan tas kulit coklat yang disandang di bahu. Tetapi ia minus kata, senyum, dan tawa. Dingin. Statistik menjadi mengerikan. Terlebih ketika ia membeberkan aturan main di kelas yang diampunya. Maka sampai hari itu saja riwayatnya di daftar mata kuliahku untuk periode 3. Berita terakhir yang terdengar, kelas itu hanya menyisakan 2 orang mahasiswa saja. Si cantik Iranian, Parisha, yang sedari 30 menit pertama telah menunjukkan kelincahannya menyulap angka-angka yang diberikan pak dosen menjadi standar deviasi yang benar tanpa alat tulis dan secarik kertas pun dan si brilliant Macedonia, Sandra, yang selalu mengantongi nilai 9 dan 9.5 untuk hampir seluruh mata kuliah.

Mujur sepertinya Leah menangkap kekhawatiran dan ketakutan di mata mahasiswa bimbingannya ini. Ia mengibaskan tangannya dan bilang..."It's easy, Ilsa! You will not get any trouble with it. Believe me!". Leah yang baik hati dan motivator sejati. Lalu beliau menuntun apa saja yang harus dilakukan dengan data-data itu untuk mendapatkan standar deviasi, mean, rentangan, dan segala macamnya. Ia mengambil contoh sebagian kecil data. Dari excel, pindah ke SPSS. Dari SPSS copy hasil dan pindahkan lagi ke Excel. Amati sejenak hasilnya. Bandingkan dengan data awal, lalu beranjak ke data lain. Pindahkan lagi ke SPSS, balik lagi ke excel. Klik ini itu, sambil menjelaskan, ia sesekali menanyakan jika ada yang terlewatkan atau sesuatu yang masih belum dimengerti. No? Lanjut! Lalu..."Okay, now..you try with this one..". Mouse berpindah tangan, memaksa otak untuk mengingat kembali segala instruksi dan perintah di dua program yang berbeda. Done! Dan kami sama-sama tertawa ketika dua tabel lengkap dengan segala angka-angka yang merepresentasikan standar deviasi, mean, nilai maks dan min serta beberapa angka yang menyimbolkan nilai-nilai lain tersaji. "See..?" hanya itu yang diucapkannya dengan senyum sangat lebar! Ku hembuskan nafas lega, menahan tawa kegirangan. Hampir dua jam bergelut mesra dengan mesin angka bernama SPSS. Thanks, Leah. Aku akan membawakanmu seikat tulip jingga minggu depan, lengkap dengan vas beling bening, sepulangmu dari London, bathinku sungguh.

The Office of Max Planck

Dan saat rinai telah menjadi rintik-rintik panjang ketika meninggalkan Max Planck, kayuhan sepeda menjadi enggan ku percepat. Hujanlah....tak masalah.....!:)

(NIjmegen, Tuesday, May 4,2010)

Comments

Popular posts from this blog

Senin, 13 Juni 2016; 22.14 WIB

Alhamdulillah sudah ditamatkannya Iqra 1 semalam di bilangan usianya yg baru 4 tahun 3 bulan 11 hari.  Sudah dengan lancar dibacanya seluruh deretan huruf Hijaiyah dengan susunan runut, acak, maupun dr belakang. Bukan hal yg istimewa utk Musa sang Qori dari Bangka Belitung mungkin, tetapi ini menjadi berkah luar biasa untuk kami. Semoga Allah selalu memudahkanmu untuk menyerap ilmu-ilmu Islam berdasarkan Quran dan teladan Rasulullah ya, Nak. Semoga ilmu-ilmu itu nanti senantiasa menjadi suluh yg menerangi setiap langkahmu dlm menjalani kehidupan ke depan dengan atau tanpa ayah bunda. Semoga juga ilmu itu tak hanya menjadikanmu kaya sendiri, tetapi membuat orang-orang disekelilingmu pun merasakan manfaatnya karena ilmu yg bermanfaat itu adalah ilmu yg bisa diberikan dan bermanfaat bagi orang lain di luar dirimu. Allah Maha Mendengar. Dengan doa dan pinta Bunda, Allah pasti akan mengabulkannya. Amin. 😍

Hamzah di 1 Ramadan 1440

Ramadan hari pertama, Hamzah alhamdulillah dapat selesai sampai akhir. Tidak terhitung berapa kali ia menanyakan waktu berbuka. "Masih lama ya, Bun?", "Hamzah haus sekali. Gimana nih?", "Berapa jam lagi bukanya?", "Hamzah rasanya mau minum...", dan lain sebagainya.  Dengan es krim sebagai hadiah jika puasanya dapat bertahan sampai magrib, anak saleh kami itu pun kuat juga akhirnya.  Tahun lalu ia berpuasa hingga tiga hari di awal Ramadan kalau saya tidak salah. Tahun ini semoga ia bisa berpuasa hingga Ramadan usai. Kami ingin ia dapat memaknai setiap haus dan lapar yang dirasakannya dari pagi hingga menjelang matahari tergelincir di lengkung langit. Kami ingin ia dalam sebulan ini mencoba menjadi anak-anak yang tak seberuntung dirinya. Kami ingin Hamzah selalu ingat bahwa Allah telah memberikannya banyak nikmat. Kenikmatan yang tidak semua anak bisa merasakannya. Kami ingin ia bertumbuh dengan kemampuan berempati terhadap berbagai kes...

Jakarta (Cubing Method)

This is a kind of writing that we had to make today.  Shane just wanted to introduce us how to write a topic by using cubing method.  So, here is the result of mine.  I tried to describe the topic in a letter for my friend.  Let's read! Dear Wahyu,            Hi, how are you? Hopefully you are well.  Let me tell you about everything I have felt since the first time I came to Jakarta 2 months ago.           Perhaps everybody will say that I am a fool being not comfortable live in Jakarta.  But that is true.  I have to fight here.  You wanna know why? First, it's hard to find fresh air to breath to breath out of the building.  All that come to my lungs is just smoke of cars, buses, motorcycles, and bajai.  Second, I have to prepare coins everywhere I go because there will be many unlucky people who show their suffered faces and hope money from my pocket.  Then? Okay...I give some to them.  Third, I cannot see many trees and flowers which grow by themselves, or birds flying at...