
Aku penggila tetralogi Laskar Pelangi, walaupun sedikit kecewa dengan akhir yang tidak bahagia dan judul yang tidak menggambarkan keseluruhan cerita pada buku keempatnya. But more than that, Andrea Hirata has blown new spirit in my life about dream. Everything comes from a dream. Yup. Benar! Dan dari mimpi kita menyusun sebuah strategi untuk menggapainya, tak perduli dilapisan langit keberapa mimpi itu digantungkan. If there is a will, there is a way.
Yang menjadi masalah adalah bukan hanya sekedar gelak tawa pada buku pertama, kedua, dan ketiga melainkan sebuah perenungan bahwa mimpi yang dimiliki oleh seorang anak miskin yang nyaris tidak punya apa-apa dan siapa-siapa ternyata memang tidak memiliki tangga untuk menggapainya. Lintang. Namanya Lintang. Kalau saja saat itu pemerintah di daerah Belitong tanggap akan nasibnya, nyaris pasti ia akan menjadi seorang technocrat kedua setelah Habibie. Kalau saja....! Kalau saja waktu bisa diputar ke masa lalu, seperti jam besar di stasiun kereta dalam film The Curious Case of Benjamin Button, nasibnya tentu tak akan sama.
Dan sekarang? Setelah Lintang memberikan kesaksian berupa jalan hidupnya yang diperankan oleh orang lain dalam film Laskar Pelangi yang dapat dinikmati secara audio visual, akankah ada tangga untuk meraih mimpi Lintang-Lintang lain
Comments
Post a Comment