Mimpi malam kemarin seperti nyata. Bener-bener nyata. Saking begitu terasa nyatanya, sampai-sampai menyesal terbangun dari tidur yang memutus mimpi indah tersebut. Kami. Saya dan suami berada di dalam kamar yang saya tempati setahun lalu. Saya bisa merasakan hangatnya kamar berkerai biru tua tersebut dengan jendela besar menghadap jalan raya dan berseberangan dengan bangunan lain. Mimpi saya ditingkahi putihnya salju yang turun di luar jendela, keemasan dalam pendaran sinar keemaasan lampu jalan yang menari ke kiri dan ke kanan dimainkan oleh angin malam yang dingin. Malam itu, di dalam mimpi saya, masih sama seperti malam-malam yang saya lewati bulan Desember hingga awal Maret setahun lalu juga. Malam di musim dingin yang tak sepenuhnya pekat. Langit berwarna hampir sama dengan warna kerai jendela saya. Biru tua. Saya seperti pengamat. Di meja belajar saya tak ada yang berubah. Laptop putih dan tumpukan buku. Bahkan di dindingnya masih melekat dua foto hitam putih orang-oran...
"If you would be happy for a lifetime, grow Chrysanthemums," (an ancient Chinese philosopher)