Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2014

Mata dan Hati

Masih di pelupuk mata saja tas yang saya lihat dua minggu lalu. Terpajang elegan. "900 ribu, mbak" Tutup mata hati saja sebenarnya bisa. Tetapi saya tidak mungkin pulang ke rumah dengan mata yang juga tertutup agar tidak melihat sopir angkot yang setengah mati berteriak-teriak mencari penumpang, melihat tukang sol sepatu yang terkantuk-kantuk menunggu pelanggan, melihat bocah kecil kegerahan menawarkan koran pagi yang tak laris di perempatan lampu merah, atau penjual es tebu berwajah penuh harap pada setiap motor atau mobil yang berhenti di dekatnya.

Meja Berkursi Delapan

Hari pertama puasa tahun ini, seraya menunggu waktu berbuka, ayah saya berkata bahwa meja makan kami terasa besar sekali. Beliau mengatakan itu sambil bertopang dagu. Mata tuanya memandang hidangan berbuka yang memang tidak sepenuh dulu. Dari delapan kursi yg ada, hanya setengahnya yang terisi. Sisanya tersusun di bawah rak buku kayu beliau. Waktu memang berlari. Meja makan panjang coklat yg sengaja dipesan oleh ayah saya pada tahun pertama usia putra bungsunya tersebut jelas menyaksikan dengan bisu bagaimana kelima buah hatinya berlari berkejaran memperebutkan mainan, bagaimana serunya setiap makan malam seisi rumah yg penuh tawa dan canda. Percayalah, jika saja meja itu bisa bicara, ia akan mengisahkan banyak cerita yang terpatri abadi dalam setiap serat kayunya. Ketika meja itu penuh dan ayah saya mencari tambahan kursi ekstra dengan suka cita beberapa hari yang lalu, saya perhatikan wajahnya seseksama yang saya bisa. Ayah saya bahagia.

Si Abang Yang Apatis

Pagi ini bersama abang ojek yang mengantar saya pulang untuk mulai ngebut dengan laporan yang ditunggu tenggat waktu. Saya mulai percakapan dengan sebuah pertanyaan standar yang masih hot ditanyakan sebelum pengumuman tanggal 22 Juli besok. Saya: "Bang, kemarin milih siapa?" Si Abang: "Saya golput, Yuk." Saya: "Ga nyoblos, Bang? Sayang, kan?" Si Abang: " Nyoblos.  Saya coblos kedua-duanya." Kami diam sejenak.  Ada polisi tidur di depan gedung SLB yang harus membuatnya menurunkan kecepatan motor bebek merahnya. Si Abang: "Saya sudah malas, Yuk.  Coba Ayuk lihat, sudah pemilu pun, mereka masih juga beributan.  Seperti anak kecil..! Padahal mereka orang intelek, seharusnya bukan seperti itu kelakukan mereka sebagai calon pemimpin.  Semua mau menang." Saya: "Iya, sih.  Mereka memang terkesan dak sabaran nunggu hasil resmi KPU ya, Bang." Si Abang: "Mereka semua itu penipu, Yuk.  Pemerintah yang sekarang it

Move On

Seorang sahabat, dalam sebuah percakapan santai di sela jam kerja, pernah berkata bahwa jangan sampai terlalu.  Saya selalu teringat itu.  Selalu.  Terlebih belakangan ini.  Setiap orang punya batas kemampuan untuk bertahan dalam hal apa saja dan saya tidak ingin orang-orang yang saya cintai mendekati apalagi sampai ke batas tersebut.  Insyaallah….mulai bergerak malam ini.  J